Nah jelas kan? Ferdy Sambo bahkan sudah melakukan dua hal dari teori ini yaitu "merusak barang bukti dan melakukan suap".
BAHAN AJAR PENDIDIKAN POLRI
Selain bertanya kepada mahasiswa saya yang kebetulan mayoritas anggota Polri Bintara dan melihat Bahan Ajar Persenjataan dan Menembak (HANJAR) , disitu dengan jelas TIDAK ADA aba aba BUNUH. Tapi TEMBAK. Dalam Aba aba pada Regu Tembak Eksekusi Matipun instruksinya adalah TEMBAK.
Dari sini "jelas" bahwa opini kedua profesor itu tidak berdasar. Seorang komandan pasti menginstruksikan TEMBAK bukan BUNUH sesuai bahan ajar Polri tadi.
Jadi seperti layaknya eksekutor hukuman mati, seharusnya Sambo selaku komandan sudah mengerti akibat atau efek dari menembak tersebut adalah luka atau kematian. Jadi adalah opini yang lucu jika seorang sekaliber profesor berdua berbicara di forum seminar suatu WACANA yang dilakukan tanpa RISET terlebih dahulu.
Terlihat sekali bahwa seperti biasa para petinggi ini ingin menjadikan anak buah nya dalam kasus ini Bharada E sebagai tumbal, dengan "ngeles". Saya ngga suruh bunuh kok cuma TEMBAK. Persis sama dengan kasus Tragedi Semanggi. Yang banyak dihukum adalah polisi rendahan. Miris saya. Dan dalam kasus Sambo ini seolah hal tersebut di dukung oleh dua profesor "pengacara ini".
SAMBO JADI JUSTICE COLLABORATOR?
Yang paling menyedihkan adalah pernyataan Prof Gayus walaupun beliau mengatakan tidak mungkin karena tidak memenuhi persyaratan adalah Opininya bahwa Sambo bisa membongkar mafia dalam tubuh polri jika seandainya jadi justice collaborator ditambah pernyataan Farhad Abbas bahwa beliau pahlawan.
Tugas Lembaga Peradilan dalam kasus Ferdy Sambo ini hanya "sebatas" mengungkap siapa saja pembunuhnya serta apa "motifnya" pak Profesor. Sedang tugas membenahi Kepolisian adalah Tugas Negara karena kepolisian termasuk aparatur negara.
Terlihat sekali dari opini kedua profesor ini seolah ingin menggiring opini tandingan untuk "mengurangi hukuman Ferdy Sambo". Terpampang dengan jelas juga, di dua Profesor berlatar belakang pengacara ini berbicara hanya "dari perspektif pelaku". Padahal kasus Brigadir J ini merepresentasikan titik balik bahwa "masyarakat yang tertindas berani bersuara untuk ketidakadilan".