Identitas Film
Judul Film : ? (Tanda Tanya)
Sutradara : Hanung Bramantyo
Produser : Celerina Judisari dan Hanung Bramantyo
Penulis Naskah : Titien Wattimena
Produksi : Dapur Film Production
Pemain Film : Reza Rahadian, Revalina S. Temat, Agus Kuncoro, Endhita, Rio Dewanto, Hengky Solaiman, Deddy Sutomo, dan lain-lain.
Durasi : 100 menit
Sinopsis
Pada awal 2010, tepatnya di Pasar Baru, Semarang, Jawa Tengah terdapat tiga keluarga yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda tapi entah bagaimana saling terkoneksi.
Di lingkungan tersebut terdapat gereja, masjid, dan vihara yang merupakan tempat ibadah masing-masing keluarga dengan perbedaan agama tersebut. Rika, seorang janda yang baru saja berpindah agama dari Islam menjadi Katolik mempunyai seorang anak bernama Abi.
Rika bekerja mengurus toko buku yang sebelumnya milik suaminya dan memiliki kesulitan karena kerap dipandang rendah oleh orang di sekitarnya setelah bercerai dan pindah agama.
Namun, Rika selalu disemangati dan didukung oleh temannya, Surya. Surya sendiri merupakan seorang aktor yang sudah berkarir selama 10 tahun, namun masih menjadi figuran.
Selain Surya, Rika juga berteman baik dengan Menuk. Menuk bekerja di restoran “Canton Chinese Food” milik keluarga Tan Kat Sun yang menjual makanan tidak halal.
Walau begitu, Tan Kat Sun seorang penganut Buddha tetap menghargai karyawan serta pelanggan muslimnya dengan menggunakan peralatan khusus untuk mempersiapkan daging babi, dan memungkinkan stafnya memiliki waktu untuk shalat.
Namun, putra satu-satunya Tan Kat Sun, Hendra sangat bertolak belakang dengannya dan rupanya pernah menjalin hubungan di masa lalu dengan Menuk. Hal tersebutlah yang membuat Soleh, suami Menuk sering berselisih paham.
Pada suatu hari, penyakit yang dimiliki Tan Kat Sun memburuk sehingga ia memutuskan untuk mulai melatih Hendra dalam mengelola restorannya.
Namun, Hendra tidak pernah menyimak atau mendengarkan sang ayah sehingga membuat pemilik restoran tersebut marah. Hubungan Menuk dengan sang suami juga memburuk karena Soleh yang pada saat itu menganggur dan meminta Menuk untuk menceraikannya.
Di sisi lain, Rika juga memiliki masalahnya sendiri dengan anaknya karena perbedaan agama yang mereka miliki. Namun, pada akhirnya masalah-masalah yang terjadi di setiap keluarga dapat teratasi, yaitu dengan Hendra yang mau meneruskan restoran milik leluhurnya, perminta maafan Soleh karena pada akhirnya mendapatkan pekerjaan dengan bergabung dalam Nahdlatul Ulama (NU), Abi yang berbaikan dengan ibunya, serta Surya yang untuk pertama kalinya diterima menjadi pemeran utama sebuah drama paskah di gereja Rika.
Setelah restoran mulai dikelola oleh Hendra, masalah mulai bermunculan karena Hendra lebih mengutamakan mendapatkan untung yang besar dan mengembangkan restoran ayahnya yang dianggap masih kecil dan belum berhasil.
Sehingga, pada saat memasuki bulan Ramadhan, Hendra tidak menuruti ayahnya dengan menurunkan tirai di depan restoran, para pekerja yang beragama Islam tidak diberikan waktu luang untuk shalat, dan para pegawai diperintahkan masuk di hari kedua setelah Lebaran, padahal biasanya mereka mendapat libur selama lima hari.
Bagi Tan Kat Sun, hal tersebut tidak toleran, sedangkan menurut mata bisnis Hendra, justru di hari kedua Lebaran banyak orang yang mencari makan di luar, serta Hendra merasa tidak perlu menghormati orang Muslim karena pengalaman pribadinya yang selalu direndahkan sebagai umat Buddha dan seorang keturunan Tionghoa.
Maka dari itu, sekelompok orang Muslim yang dipimpin oleh Soleh pun menyerang restoran secara mendadak. Akibat penyerangan itu, restoran hancur serta tindakan Soleh yang tidak sengaja memukul Tan Kat Sun hingga terluka parah dan pada akhirnya meninggal.
Hari raya Natal pun tiba dan pada malam Natal, Surya, Menuk, Hendra, serta Soleh berada di gereja tempat Rika beribadah. Surya pada saat itu kembali memerankan pemeran utama pada drama Natal tersebut, Menuk dan Hendra bertanggung jawab mengurus konsumsi para pemain drama Natal, dan Soleh sebagai Banser NU bertugas melindungi gereja.
Malam itu, Soleh berupaya untuk meminta maaf kepada Menuk atas perbuatannya kepada Tan Kat Sun, namun Menuk yang pada saat itu sedang sibuk tidak dapat membalas perminta maafannya.
Situasi menjadi lebih tegang setelah Soleh menemukan bom di baris belakang kursi umat di dalam gereja tersebut. Soleh pun bergegas keluar membawa bom tersebut yang pada akhirnya meledak di luar gereja dan sayangnya, bom tersebut membunuh Soleh. Namun berkat pengorbanannya, ia telah menyelamatkan seluruh orang yang berada di gereja pada saat itu.
Setelah meninggalnya Tan Kat Sun, Hendra memutuskan untuk menepati janjinya kepada ayahnya yang tepat sebelum nafas terakhirnya meminta Hendra untuk berubah.
Hendra pun mengurungkan niatnya untuk belajar dan masuk ke agama Islam, serta mengubah restorannya yang tadinya menjual makanan tidak halal menjadi restoran halal. Selain itu, orang tua Rika mengunjunginya dan Rika mampu memperoleh restu orang tuanya untuk perpindahan agamanya. Sementara untuk sahabatnya, Surya, berhasil mendapatkan peran protagonis di sebuah sinetron.
Cerita diakhiri dengan berubahnya nama “Pasar Baru” menjadi “Pasar Soleh” pada tahun baru 2011 untuk mengenang kepergian Soleh, sang pahlawan.
Film ini disutradarai oleh Hanung Bramantyo yang merupakan keturunan campuran dari Jawa-Tionghoa. Ia memutuskan untuk membuat film tentang pluralisme berdasarkan pengalamannya sendiri sebagai seseorang dengan ras campuran. Pada awalnya, Hanung Bramantyo kesulitan mencari dukungan pendanaannya karena subjek film ini diangkat dari masalah pluralisme agama sehingga dapat menimbulkan kontroversial.
Namun, pada akhirnya Hanung Bramantyo berhasil menemukan perusahaan Mahaka Pictures yang bersedia memberikan dana sebesar Rp 5 miliar untuk mendanai proses produksi film ini. Film “?” merupakan film keempat belas yang telah ia sutradarai, setelah drama poligami romantis, “Ayat-Ayat Cinta” (2008) dan film mengenai kisah hidup, “Sang Pencerah” (2009).
Kisah yang berputar pada permasalahan masing-masing keluarga dan perorangan tadi, sesuai dengan masalah sosial masyarakat yang sering ditemukan di Indonesia, yaitu kebencian antar etnis atau agama.
Hanung Bramantyo selaku sutradara mencoba mengutarakan pesan tentang toleransi beragama yang dinilainya kian luntur belakangan ini dan dapat mengedukasi masyarakat untuk kembali diluruskan sehingga dapat memaknai indahnya perbedaan dalam kasih. Sesuai yang dikatakan Menuk dalam film ini, “Tuhan mengajarkan cinta melalui agama yang berbeda-beda.”
Analisa
Film “?” mengangkat tema mengenai pluralisme agama di Indonesia, di mana konflik antar keyakinan agama sering terjadi. Walaupun dinilai kontroversial, film ini memiliki tema yang tidak biasa dan unik sehingga dapat mengajak penonton untuk berpikir tentang konflik religius yang terjadi pada kehidupan sehari-hari, serta bagaimana menghadapi perbedaan budaya dan keyakinan.
Tema tersebut kemudian dituangkan ke dalam sebuah alur cerita yang menceritakan tiga keluarga dengan keyakinan berbeda-beda. Keluarga pertama, yaitu keluarga penganut Buddha, Tan Kat Sun yang memiliki restoran tidak halal yang dikelola bersama istrinya, Lim Giok Lie bernama “Canton Chinese Food”.
Keduanya memiliki rasa toleransi tinggi serta memiliki seorang anak bernama Hendra yang sebelum kematian ayahnya, bersifat egois dan keras kepala. Keluarga kedua adalah keluarga pemeluk agama Islam, Soleh yang memiliki kepribadian rela berkorban dan istrinya yang tabah, ikhlas, dan soleha bernama Menuk.
Keduanya memiliki seorang anak dan tinggal bersama adik perempuan Soleh. Keluarga yang terakhir adalah keluarga seorang janda yang baru saja berpindah agama dari Islam menjadi Katolik bernama Rika. Rika merupakan sosok ibu yang sangat bijak bagi putranya, Abi yang beragama Islam. Karakter masing-masing tokoh digambarkan melalui perilaku tokoh dalam cerita dan pembicaraan mereka dengan sesama tokoh.
Alur cerita yang maju ini menceritakan kondisi ketiga keluarga tersebut dengan permasalahannya masing-masing yang terus mengalami kemajuan dalam cara mereka mengatasi masalah-masalah tersebut. Cerita ini berlangsung dari tahun 2010–2011 dan memperlihatkan berbagai tempat di dalam Pasar Baru, Semarang.
Tempat tersebut seperti masjid, gereja, vihara, restoran milik Tan Kat Sun, dan rumah masing-masing dari ketiga keluarga tersebut. Suasana dalam film ini berubah sesuai dengan keadaan yang terjadi. Film dibawakan dari sudut pandang pertama setiap tokoh dalam film ini, dengan gaya bahasa yang santai serta tidak terdapat makna-makna yang tersirat.
Pesan moral yang terkandung dalam film ini adalah kita harus belajar untuk bertoleransi dengan orang yang berbeda agama dan menerima keberagaman yang ada. Memiliki nilai toleransi tidak perlu mendapat pengakuan dari seluruh orang, akan tetapi hanya perlu diimplementasikan dengan ucapan dan tindakan yang nyata.
Maka dari itu, dapat dilihat bahwa pada film ini sangat menonjolkan nilai penghargaan di tengah-tengah perbedaan yang ada. Namun, tentunya permasalahan tentang agama dan budaya dapat memicu konflik atau permasalahan serius jika tidak dibawakan dengan baik dan sesuai. Sehingga, untuk memastikan film ini tidak menyinggung pihak manapun, sang sutradara, Hanung Bramantyo melakukan konsultasi dengan sekitar dua puluh orang termasuk beberapa tokoh agama sebelum film ini resmi dirilis.
Evaluasi
Menurut saya, film ini merupakan film yang sangat mengedukasi tentunya dengan mengangkat tema mengenai pentingnya toleransi antar agama dan budaya di tengah perbedaan. Walaupun film ini bukan tipikal film yang digemari saat ini seperti film romantis atau komedi namun, film ini tetap seru dan tidak membosankan. Film ini dikemas dengan latar yang berbeda-beda walaupun tempatnya tetap sama, yaitu di Pasar Baru, Semarang. Penyertaan keterangan waktu di beberapa adegan juga memudahkan penonton memahami maksud dari film.
Selain itu, tim pembuat film ini tidak takut untuk membahas isu-isu agama yang terjadi di kalangan masyarakat Indonesia, terutama mengenai tema-tema yang sensitif, namun perlu dibicarakan. Film ini juga menarik untuk ditonton karena alur ceritanya yang jelas dan berupa alur cerita maju sehingga mudah dimengerti.
Sayangnya, karena film ini merupakan film lama yang dibuat pada tahun 2011, sehingga resolusinya yang kurang jelas membuat saya sulit melihat gambar yang ditampilkan. Selain itu, film ini juga banyak menuai kontroversi. Ada yang menganggapnya menyebarkan ajaran sesat dan tidak sedikit tokoh agama berpendapat bahwa film ini mencampuradukkan agama. Bahkan, MUI sempat mengeluarkan fatwa haram pada film ini. Saya juga merasa ada beberapa adegan dalam film ini yang tidak perlu dimasukkan karena tidak berhubungan dengan alur cerita, seperti adegan ketika Rika meminta Surya untuk menjadi Sinterklas.
Penutup
Film “?” merupakan film yang menarik walau banyak menuai kontroversi akibat keterlibatan agama dan budaya yang merupakan salah satu hal yang sensitif untuk dibahas. Meski begitu, film ini mengandung pesan yang penting mengenai rasa pluralisme dan toleransi antar umat beragama. Film-film yang bertemakan keragaman, khususnya pluralisme perlu dikembangkan dalam dunia perfilman.
Namun, tentunya dengan melakukan riset terlebih dahulu agar tidak terjadi kesalahpahaman. Saya merekomendasikan film ini kepada para pelajar atau orang-orang yang menyukai film yang membahas isu-isu pluralisme di Indonesia. Akhir kata, keyakinan adalah pilihan masing-masing individu, yang pastinya lebih tahu mengenai kebutuhan dirinya sendiri dan ketika seseorang telah menentukan pilihan tentunya ada konsekuensi yang dihadapi serta dipertanggungjawabkan kepada Tuhan, bukan kepada manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H