Mohon tunggu...
grace yohan
grace yohan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - -

-

Selanjutnya

Tutup

Film

Resensi Film "Tanda Tanya", Kerukunan Antar Umat Agama

13 Maret 2022   21:07 Diperbarui: 15 Maret 2022   10:54 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hanung Bramantyo selaku sutradara mencoba mengutarakan pesan tentang toleransi beragama yang dinilainya kian luntur belakangan ini dan dapat mengedukasi masyarakat untuk kembali diluruskan sehingga dapat memaknai indahnya perbedaan dalam kasih. Sesuai yang dikatakan Menuk dalam film ini, “Tuhan mengajarkan cinta melalui agama yang berbeda-beda.”

Analisa

Film “?” mengangkat tema mengenai pluralisme agama di Indonesia, di mana konflik antar keyakinan agama sering terjadi. Walaupun dinilai kontroversial, film ini memiliki tema yang tidak biasa dan unik sehingga dapat mengajak penonton untuk berpikir tentang konflik religius yang terjadi pada kehidupan sehari-hari, serta bagaimana menghadapi perbedaan budaya dan keyakinan. 

Tema tersebut kemudian dituangkan ke dalam sebuah alur cerita yang menceritakan tiga keluarga dengan keyakinan berbeda-beda. Keluarga pertama, yaitu keluarga penganut Buddha, Tan Kat Sun yang memiliki restoran tidak halal yang dikelola bersama istrinya, Lim Giok Lie bernama “Canton Chinese Food”. 

Keduanya memiliki rasa toleransi tinggi serta memiliki seorang anak bernama Hendra yang sebelum kematian ayahnya, bersifat egois dan keras kepala. Keluarga kedua adalah keluarga pemeluk agama Islam, Soleh yang memiliki kepribadian rela berkorban dan istrinya yang tabah, ikhlas, dan soleha bernama Menuk. 

Keduanya memiliki seorang anak dan tinggal bersama adik perempuan Soleh. Keluarga yang terakhir adalah keluarga seorang janda yang baru saja berpindah agama dari Islam menjadi Katolik bernama Rika. Rika merupakan sosok ibu yang sangat bijak bagi putranya, Abi yang beragama Islam. Karakter masing-masing tokoh digambarkan melalui perilaku tokoh dalam cerita dan pembicaraan mereka dengan sesama tokoh. 

Alur cerita yang maju ini menceritakan kondisi ketiga keluarga tersebut dengan permasalahannya masing-masing yang terus mengalami kemajuan dalam cara mereka mengatasi masalah-masalah tersebut. Cerita ini berlangsung dari tahun 2010–2011 dan memperlihatkan berbagai tempat di dalam Pasar Baru, Semarang. 

Tempat tersebut seperti masjid, gereja, vihara, restoran milik Tan Kat Sun, dan rumah masing-masing dari ketiga keluarga tersebut. Suasana dalam film ini berubah sesuai dengan keadaan yang terjadi. Film dibawakan dari sudut pandang pertama setiap tokoh dalam film ini, dengan gaya bahasa yang santai serta tidak terdapat makna-makna yang tersirat. 

Pesan moral yang terkandung dalam film ini adalah kita harus belajar untuk bertoleransi dengan orang yang berbeda agama dan menerima keberagaman yang ada. Memiliki nilai toleransi tidak perlu mendapat pengakuan dari seluruh orang, akan tetapi hanya perlu diimplementasikan dengan ucapan dan tindakan yang nyata. 

Maka dari itu, dapat dilihat bahwa pada film ini sangat menonjolkan nilai penghargaan di tengah-tengah perbedaan yang ada. Namun, tentunya permasalahan tentang agama dan budaya dapat memicu konflik atau permasalahan serius jika tidak dibawakan dengan baik dan sesuai. Sehingga, untuk memastikan film ini tidak menyinggung pihak manapun, sang sutradara, Hanung Bramantyo melakukan konsultasi dengan sekitar dua puluh orang termasuk beberapa tokoh agama sebelum film ini resmi dirilis. 

Evaluasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun