Nah bagaimana seorang guru mengejawantahkan ini terhadap siswanya, khususnya jika bertemu dengan orangtua yang berbeda pandangan cara mengajar anaknya dan cara mengajar di sekolah.Â
Media sosial saat ini sangat mengerikan, terkadang informasi yang seharusnya tidak viral pun dapat menjadi viral. Guru menjadi pusat perhatian bagi orangtua, jika guru lupa, salah dalam menyampaikan informasi atau bahkan dalam mengajar anak-anak, informasi ini sudah masuk media sosial atau bahkan jika guru hanya menepuk punggung anak pun dengan lembut pun sudah dianggap kekerasan, tidak boleh memegang anak atau membentak anak.
Jadi guru itu serba salah jika bertemu dengan orangtua siswa yang kurang kerjasama. Diberi peringatan terhadap anak didik yang salah aturan terkadang tidak didengarkan, peringatan pertama, kedua, ketiga, bahkan peringatan berkali-kali khusus mereka yang sudah remaja, jika murid tidak mendengarkan guru yang disalahkan adalah guru.
Dengan entengnya kadang sebagian masyarakat berkata, itukan sudah tupoksi guru. Seperti yang penulis sampaikan di atas, bahwa yang dididik oleh guru adalah manusia, bukan benda mati yang dapat digerakkan oleh penggerak kemanapun.Â
Terkadang guru saat ini serba salah dan dilema, di satu sisi guru akan disalahkan jika memberikan disiplin dengan menepuk pundak anak, padahal tidak sakit dan dianggap melakukan tindakan kekerasan dan berujung masuk media sosia dan menjadi viral.
Kita tahu bahwa masyarakat Indonesia itu sangat gercep memberikan komentar di media sosial, padahal belum tentu juga salah dari guru, dan belum tahu juga latar belakang permasalahannya.
Jika saya melihat balik ke belakang, dulu teman saya kelas 5 SD saat belajar matematika, disuruh menghafal perkalian dan karena tidak bisa menghafal perkalian 6-10, sudah dipukul kakinya pakai penggaris oleh guru, itu di depan kelas bahkan disuruh berdiri menghafal hingga lancar.
Tidak ada orangtua yang komplain, bahkan kadang, kena marah sampai di rumah kalau mengadu, makanya harus belajar agar besok tidak dipukul guru, rajin-rajin belajar, dan dapat wejangan yang banyak.
Ketika teman saya ini sudah dewasa, dia malah berterima kasih kepada guru tersebut dan menjadi kenangan yang indah bagi dia, karena dia jadinya hafal perkalian 6-10, dia juga berkata hal tersebut membentuk mental dia.Â