Kapan menikah? Pertanyaan yang sering dilontarkan kepada mereka yang masih jomblo, apalagi usianya sudah 30 tahun ke atas dan sudah bekerja. Kalimat-kalimat negatif sering disampaikan khususnya kepada mereka  perempuan. Perempuan yang belum menikah pada usia empat hingga lima puluh tahun ke atas sering menjadi ejekan dan menjadi contoh orang-orang agar tidak ditiru karena terlambat menikah. Masyarakat sering menjadi hakim terhadap mereka yang belum menikah di usia tua.Â
Jika ditanya para perempuan yang usia empat puluh tahun ke atas, apakah masih mau menikah? Tidak jarang juga mereka bertanya, masih adanya niatmu menikah? Pertanyaa itu mungkin dilontarkan karena mearasa heran, ko bisa sampai tidak menikah sudah usia dewasa, padahal punya pekerjaan, mapan, cantik dan berpendidikan, salahnya dimana ya?Â
Orang-orang disekitarnya menjadi orang yang paling ingin tahu. Ketahuilah para netizen, tidak ada orang yang bercita-cita menjadi jomblo sepanjang masa, kecuali panggilan hidup. Namun ada kalanya dalam perjalanan hidup ada kasus membuat seseorang menjadi terhalang dalam rencana pernikahannya.Â
Seperti trauma disakiti atau ditinggal pasangan berkali-kali dalam hidupnya sehingga untuk memulihkan jiwa dan kepercayaannya terhadap lawan jenis, baik laki-laki maupun perempuan menjadi sulit. Dalam proses kepedihan yang dia alami, tidak ada seorangpun yang dapat menjadi sahabat sejati membantu pemulihan jiwa dan kepercayaannya sehingga membiarkan luka itu semakin mendalam masuk dalam pikiran dan jiwanya.Â
Tanpa disasari waktu terus berjalan pertanyaan netizenpun tentang pernikahan semakin menjadi padahal trauma bekepanjgan belum selesai dipulihkan akhirnya keinginan untuk mencari pendamping menjadi sesuatu yang bukan lagi prioritas dan terus berkarir dan menikmati hidup sendiri.Â
Bagi masyarakat Batak khususnya, sering sekali pertanyaan dilontarkan kepada perempuan dewasa yang belum menikah, "ahhh, kamu milih-milih" "mungkin, sering menolak, tidak level menurutmu mungkin, jadi kamu kena karma". Kadang netizen menjadi lebih tahu daripada pribadi seorang pemuda dan pemudi dewasa yang belum menikah. Â
Khususnya perempuan dewasa umurnya menjadi topik hangat untuk dihakimi, tidak hanya dalam perbincangan di arisan-arisan marga, bahkan di dalam gerejapun begitu, sehingga orang-orang yang sudah usia dewasa dan belum menikah  menyisihkan diri, sering menghindar dari kelompok orang-orang yang suka menanyakan tentang pernikahan.
Yang paling menyedihkan lagi, jika pulang kampung, satu kampung dapat bertanya, kapan menikah, jangan pilih-pilih, tidak usah terlalu tinggi pendidikan, tidak usah terlalu tinggi karir, apalagi yang kamu cari, sudah cukuplah itu. Setelah itu meminta untuk ditraktir makan karena biasanya perantau jika pulang kampung dianggap sudah mapan dan banyak duitnya. Sudah menyampaikan perkataan yang negatif, minta traktir pula kan, gimana ya?
Perempuan Batak pada umumnya seorang yang mandiri dan berpendidikan, bahkan tidak jarang ditemukan perempuan Batak itu suka belajar ke jenjang pendidikan yang tinggi. Sekalipun dia seroang ibu, jika ada kesempatan diberikan mungkin akan belajar juga sampai jenjang doktor. Pada umumnya orang Batak itu lebih mengutamakan pendidikan daripada sekedar makan. Tidak apa-apa makan ikan asin, garam asalkan anaknya sekolah tinggi semua.Â
Dalam sebuah judul lagu "Anakkon hi do hamoraon di au"Â (anakku adalah harta berharga bagiku) mengisahkan bahwa anak adalah harta paling berharga, diusakan semampunya menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang tinggi, setidaknya sampai Sarjana, berharap kehidupan anaknya jauh lebih baik dari kehidupannnya kelak.
Jadi jika ada komentar orang Batak terhadap perempuan Batak yang sudah usia dewasa, berpindidikan tinggi dan mapan, mengatakan tidak usah tinggi-tinggi sekolahnya, toh nanti ke dapur juga, mungkin karena didasari bahwa pendidikan itu sangat penting. Sehingga tertanam dalam dirinya bahwa pendidikan dapat mengusahakan hidup menjadi lebih baik dan mandiri, karena banyak ditemukan perempuan Batak yang mandiri dan mapan.Â
Bisa jadi salah satu faktor yang membuat pria menjadi minder karena mandirinya seorang perempuan. Sudah cantik, mandiri dan berpendidikan tinggi membuat para pria minder juga, hanya dari kalangan yang sama atau "selevel" dengan perempuan tersebut yang berani mendekatinya, demikian juga sebaliknya.Â
Namun namanya jodoh kita juga tidak tahu. Pada dasarnya perempuan dewasa yang jomblo jauh lebih berat pergumulannya tentang hidupnya dan kapan dia menikah dibandingkan para netizen yang bersuara dan menanyakan tentang "kapan menikah".?Â
Sebuah lagu karya Dakka Hutagalung Dakka Hutagulung, musisi kenamaan Batak, merupakan pencipta orisinal dari lagu bertajuk "Didia Rokkap Hi" (Dimana jodohku). Lirik lagu ini mengungkapkan isi hati terdalam dari seorang yang masih belum dipertemukan dengan jodohnya.
Aha ma namarsigor-gor ni roham; Ale inang pangintubu; (Apa yang ada dalam pikiran dan hatimu mama)
 Umbaen sai marsak ho; Umbaen sai tangis ho (mengapa engaku bersedih  hati dan menangis?)
Ganup arion di nabuni; Paboa ma jolo tu au anakhonmonÂ
(setiap hari mama bersedih di tempat tersembunyi; sampaikanlah kepadaku anakmu ini mama)
Pos roham naoloanku do sude (yakinlah mama, aku akan menurut semua permintaanmu)
Tung manang aha nidokmi (apapun yang mama katakan)
Unang sai marsak ho (jangan sedih mama)
Unang sai tangis ho (jangan menangis)
Aha do ulaning alana (apakah penyebabnya)
Paboa ma jolo tu au anakhonmon (sampaikanlah kepadaku)
Lului da inang nimmu tu au (mama meminta untuk aku cari jodohku)
Dang na so olo au inang  (bukan aku tidak mau mama)
Alai di dia rongkaphi (tetapi dimana jodohku?)
Di dia rongkaphi (dimana jodohku)
Nunga tung loja au mangalului (akupun sudah capek mencarinya)
Dang jumpang au na hot di au (tidak bertemu juga dengan yang tepat)
So pambahenan na humurang (bukan karena sikap yang tidak baik)
Alai boasa ikkon sirang (tetapi mengapa berpisah dengan dia)
Ooh-ooh
Molo tung sapata ma na sorop (Jika memang ini hukuman yang hinggap)
Mambaen bogashi gabe tarborot (membuat jodohku terhambat)
Sapata ni ise on oppung (Hukuman siapakah ini para leluhur?)
Ooh mula jadi nabolon (ohhh....para leluhur)
 Paboa ma tu au (sampaikanlah kepadaku)
Paboa ma tu au (sampaikanlah kepadaku)
Didia rongkaphi (dimana jodohku)
Didia rongkaphi (dimana jodohku)
Ini adalah lirik lagu yang sangat menyedihkan, bukan dia tidak mau menikah, namun dia belum bertemu dengan jodonya. Sampai dia mengatakan apakah ini hukuman para leluhur? jika ini hukuman para leluhur, hukuman siapa? Sampaikanlah kepadaku, bukan aku tidak mau menikah, akupun telah mencari, namun belum bertemu. Dia juga berusaha membuat mamanya bahagia, berusaha mengikuti seluruh perkataan mamanya namun belum bertemu juga.Â
Lirik lagu ini tidak hanya sebatas lirik lagu, namun inilah ungkapan hati mereka yang belum bertemu dengan jodohnya. Terkadang sebagai netizen sangat mudah menyalahkan dan menjadi hakim bagi sesamanya.Â
Akhir-akhir ini memang banyak ditemukan pria dan perempuan yang belum menikah? apakah yang melatarbelakanginya? Apakah karena kesibukan pekerjaan? atau mencari yang lebih mapan? Merujuk terhadap lagu di atas bukan karena dia tidak mau, namun pernah menjalin hubungan tetapi berpisah.Â
Jodoh dan kematian dua perjalanan hidup yang menjadi misteri Ilahi. Tidak satupun dari kita yang tahu, kapan, siapa dan bagaimana cara bertemu dengan jodoh dan cara kita dipanggil menghadap sang Pencipta. Yang dapat kita kerjakan bagi mereka yang sudah dewasa umurnya dan belum menikah adalah berdoa.Â
Berdoalah bagi mereka agar mereka bertemu dengan jodoh yang sepadan dengan mereka bukan menjadi hakim, karena kata-kata negatif yang dikeluarkan terhadap merekapun sudah menambah beban mereka. Jika tidak mampu membantu atau mendoakan, diamlah, jangan memberikan kalimat yang menambah beban.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H