Laras keluar dari ruangan Yosi dan pergi menemui Toni. Saat berjalan menuju lobby, ternyata George sudah berada di lobby rumah sakit. Ternyata Laras sudah mengatur semuanya agar George dapat leluasa berbicara serius dengan Yosi. Hi George, sudah lama? kata Laras. Baru saja nyampai, ini saya bawain bakminya, kata George, buat elo kan? Kagak, buat Yosi. Yosi itu penggemar bakmi, di seantero bahkan di sudut metro ini dia tahu dimana bakmi yang enak, khususnya wilayah barat.Â
Tapi dia tidak pernah tuh, minta makan bakmi, selama kami jalan, kata George. Emang elo tanya dia mau makan apa? apa elo yang nentuin makan dimana? Yosi itu kagak pernah minta sama cowo, dia itu mah, sungkan makan duit cowo, dia itu merasa ada hutang nantinya kalau makan duitnya cowo, kagak bakalan dia minta walaupun dalam hatinya pengen makan bakmi, elo harus lebih paham sama dia. Ini gue kasih kode-kode ame elu, biar elo pada paham hidup ini, heheheh.Â
Gue sengaja ninggalin dia di ruangan George, sebenarnya gua tidak tega, tapi elo ada, elo jaga dia sampai besok. Elo mau jaga dia? iya dong, kata George, saya sudah bawa baju ganti, ada kamar mandi kan, saya juga sudah ijin besok tidak masuk kantor. Ada.... shower hot and cold ada di ruangannya, ada juga sofa, elo bisa tidur di sofa jangan aji mumpung elo, bisa-bisa ditendang Yosi elo, kalau tangan elo gerayangan, dia itu pernah belajar bela diri dan asal elo tahu, jangan pernah gelitikin dia, atau elo pegang bagian tubuhnya, dia itu orangnya tidak bisa disentuh, kalau bercanda jangan sampai bercanda sampai gelitikin dia, habis loe, putus langsung, kata Laras.Â
Ko bisa, gitu Ras? Iya, gue pernah coba, gelitikin dia, sampai dia mau pingsan, teriak-teriak, katanya sejak kecil begitu. Cerita temannya saat kecil ke gue, waktu itu pernah bertemu Yosi, temannya itu cerita, saat mereka main-main, namanya juga anak-anak, pernah digelitikin temannya cowo, ditendangnya temannya itu sampai ke jurang, marah besar dia, jadi emang sudah bawa lahir tubuhnya tidak sembarangan, hehehe. Yosi memang aneh bin ajaib, hehehe.Â
Gue kasih tahu rahasia dia samamu agar hubungan kalian awet, biasanya kakak dan abang dia cuman cium kening dan memeluk dia, dan setahu saya Praja juga tidak pernah sembarangan sama dia. Paling saat di bandara, kata Yosi, Praja mencium keningnya, itu saja, selain itu tidak pernah, karena itulah Yosi sayang banget sama Praja dan Praja juga sangat menjaga Yosi.
Terus bagaimana nanti saat menikah, tanya George? Otak elo sudah ngeres duluan, kata Laras. Itu cara elo dong, bagaimana biar dia saat elo sentuh tidak teriak-teriak, atau elo perlu konsultasi ke dokter. Pimpinan di kantor, tapi itu saja kagak bisa mikir gimana caranya. Elo jangan mikir menikah dulu, elo mikir bagaimana caranya agar Yosi mau menikah sama elo, ngapain terlalu jauh mikir kesana, sementara Yosi tidak mau menikah sama elo nanti. Gue sudah kenal banget Yosi, apalagi dia sudah sembuh, dia sudah mau terbang tinggi kayak rajawali tuh, kalau bisa besok dia sudah berangkat ke Norway.
Menurutmu, Yosi tidak pernah mikirin gue ya? Elo tanya diri elo sendiri, sudah sejauh mana pengorbanan elo sama dia, elo sudah merasa berkorban? atau elo hanya biasa-biasa aja diperlakukan sama Yosi? Apa kamu sudah diajaknya ke tempat-tempat sosialnya? Belum, kata George. Nah, itulah bahayanya, berarti elo belum klop dihatinya.Â
Duh, bagaimana ini? saya sudah bawa cincin yang saya beli bulan lalu, kata George. Laras tertawa terbahak-bahak. Elo kepedean, elo kira dengan segala apa yang elo miliki Yosi tunduk ame elo, jangan harap, kelihatan lembut tuh Yosi, tapi keras tuh wataknya, makanya dulu sangking kesalnya Praja, ditolak berkali-kali, Prajakan mengancam dia, sampai mau bunuh diri, tapi menurut gue sih, karena egonya Praja, malu dia ditolak, apalagi sekelas Praja ditolak sama gadis sederhana kayak Yosi, beuggghh, merasa dunia Praja runtuh. Tetapi memang Praja serius sampai meninggalkan kenangan terindah buat Yosi.Â
Ya sudah, sekarang aku serahkan samamu, hal-hal penting sudah saya sampaikan, jaga sikap elo, kalau bisa elo ajak dia merid, sekarang elo lamar dia, agar dia berhenti memikirkan lanjut studi ke Norway, kata Laras.Â
Oke, aku jadi deg-degkan, dengar penjelasanmu Ras, bingung gue bersikap, bagaimana nanti kalau gue refleks memeluk dia, duhhh, takut euyy. Elo doa dulu, biar iblis menjauh dari pikiran elo. Yosi itu tahu mana pelukan sayang dan mana pelukan nafsu, kutu buku kayak gitu, pastilah dia baca-baca, dia pintar teori tapi belum pernah praktek. Yang pasti elo jaga sikap, kalau dia butuh dia pasti meminta, percaya kata gue, dia apa adanya. Ya sudah, gue pergi dulu ketemu Toni ya, jaga Yosi baik-baik kata Laras. Siap bu bos, jawab George.Â
Laraspun pergi dan George menuju ruangan Yosi. Detak jantung George dan sikapnya semakin membuat dia gemetaran, tetapi dia berusaha menjaga seolah-olah tenang, sebelum membuka kamar Yosi, dia tarik nafas dulu. Dalam ruangan terlihat Yosi sudah tidur, mungkin karena dia letih juga dari tadi ngobrol dan melakukan pemeriksaan demi pemeriksaan. Yosi tidur dengan pulas dan tidak mengetahui kedatangan George.Â
Georgepun tidak berani mengganggu tidur Yosi, dia hanya duduk di sofa dan membiarkan Yosi tertidur pulas sambil bermain hp, fotoin Yosi. Â Setengah jam kemudian, suster masuk ruangan untuk mengukur tensi dan juga mengantarkan snack sore, akhirnya Yosipun terbangun dan sembari George berdiri dan memberikan senyum sama Yosi. Yosipun berkata, abang sudah datang? sudah lama? Belum kata George, masih baru. Bagaimana suster tensinya? tanya George. Bagus pak, normal 115/70, ibu Yosi mah, semangat dan ceria pak. Saya tinggal dulu ya pak, kata suster, sembari meninggalkan George dan Yosi.Â
Terima kasih suster, jawab Yosi dan George. Ini pesananmu dek, bakmi daging merah pakai kulit kriuk-kriuk. Kuahnya kayaknya sudah kurang hangat, soalnya tadi saya sampai kamu tidur pulas, tidak berani gangguin kamu. Ini, mau disuapin atau mau makan sendiri? tanya George. Makan sendiri saja bang, kan sudah sehat, kata Yosi. Tapi kalau saya suapin bisa dong, pinta George. Tidak ahh, lebih enak makan bakmi sendiri, bisa merasakan kelezatan bakminya, entar kalau abang suapin saya, tidak bisa gue menikmatinya.Â
So, abang juga makanlah, kita makan berdua, itu baru namanya mesra. Entar abang nyuapin saya, iler abang berjatuhan pula ke bakminya, jadi bertambah asin pula. Ya sudah kita makan bareng, kata George. Merekapun makan berdua dan George dengan inisiatif memimpin doa. Setelah selesai berdoa, Yosi, berkata, cakep bang. Kenapa? tanya George, cakep doa abang. Iya dong, gue sudah latihan di rumah, hehehe. Tidaklah, namanya doa kan otomatis dari apa yang dipikiran kita, yang penting adek senang dah.Â
Mereka berduapun menikmati makan bersama, sambil bercanda gurau, jika kedua insan ini bertemu, sama-sama suka bercanda dan tertawa, entah darimana saja bahan tertawaannya. Setelah mereka selesai makan, George menawarkan untuk minum jus, tetapi Yosi minta coffee. George kaget, kamu bisa minum kopi dek? Iya, tidak apa-apa tuh, tetapi jangan banyak. Tidak boleh ah, kata George. Dilarang keras sama dokter George, hehehe.Â
Ya sudah, pesan blackcurrant saja. Tidak ah, jus, menurut dokter George, setelah makan bakmi kita hanya bisa minum jus orange hangat atau lemonade hangat without sugar untuk membakar lemak, okey. Yosi tidak ada maag kan? No, adek sehat ko bang, abang mau beli apa saja bisa. Mau beli hatimu bisa, canda George? Bukannya abang sudah beli sekali? Mau beli hati Yosi berapa kali, hehehe? Iya ya, lupa abang, maklum faktor "U". Iya karena abang sudah "jelita", ko jelita? emang saya cewe? kata George. Kagaklah, emang Yosi jeruk makan jeruk, heheh, jelita itu "jelang lima puluh tahun", kata Yosi. Oalah dek-dek, banyaknya istilah zaman saiki, kata George. Benar toh, kan abang tinggal hitung jari biar "jelita", hehehe. Untung kamu tidak bilang jalangkung, apa tuh "jelangkung" "jelang engkong-engkong", heheh. Mereka berduapun tertawa lepas bersama.
Sudah ah bang, ketawa mulu, kita serius saja ngobrolnya, kata Yosi. Entar serius jantungmu loncat-loncat, susah saya menangkapnya nanti, heheh. Nyantai saja sayang, mari kita nikmatin, jarang-jarang kan kita bercanda di rumah sakit? baru kali ini kita ngedate di rumah sakit, yang buat jantung saya loncat-loncat gegara calon isteri eike, kagak ngobrol sakitnya apa, kata George.Â
Sakitnya tuh disini bang, kata Laras, makanya Tuhan, abang dan keluarga adek hadir disini dengan cinta kasih, Laras menepuk dadanya sebelah kiri. Tapi sekarang kan tidak sakit lagi, sudah kelar semua, kata Yosi. Puji Tuhan, kamu sudah sehat, berarti kita sudah bisa jalan-jalan, kata George. Kemana bang? tanya Yosi. Ke Norway, hehehe. Abang ngeledek gue atau ada sesuatu yang mau disampaikan? Ko tahu saya mau ke Norway? tanya Yosi. Tahu dong sayang, tapi ngapain lagi ke Norway? Bukannya sudah cukup satu saja gelar Masternya? kata George.Â
Yosipun menjelaskan bahwa sudah lama banget dia bercita-cita kuliah di luar, dan sudah pernah lulus di Ausi, tetapi karena Yosi anak gadis, tidak pernah lepas dari keluarganya, khususnya mamanya, bontot lagi, dan tidak ada keluarga tinggal disana, Yosipun dilarang mamanya untuk pergi, dan sekarang ada kesempatan, Yosi ingin mempergunakan kesempatan itu, selagi bumi masih berputar, matahari masih bersinar dia masih ingin terus belajar dan jika diberi kesempatan bekerja juga disana.Â
Masih banyak yang ingin dicapai Yosi, sebelum dia mencapai usia pensiun, targetnya dia ingin financial freedom dan dapat membantu orang-orang yang membutuhkan, khususnya dalam bidang pendidikan di daerah pedalaman. Tetapi sepertinya George kurang setuju, George malah mengajaknya menikah saja, setelah menikah tidak apa-apa lanjut kuliah, tetapi mereka jadi berada di dua negara.Â
Menurut saya sih Yos, biarlah anak kita melanjutkan cita-citamu, nanti kalau kita tinggal di dua negara, kapan kita cetak anak? hehehe. Memangnya siapa mau menikah sama abang? kata Yosi. What....? kata George. Kan, abang belum melamar saya, kepedean abang? hahaha. Ya sudah sekarang kamu duduk ya, saya nyalain dulu hp, saya mau buat rekaman, jika suatu hari kamu deny, ada bukti bahwa George sudah melamarmu. Ready ya. Apaah sih, sudah kayak pemain sinetron, kata Yosi.Â
Will you marry me? kata George, sambil mengeluarkan cincin yang sudah dipersiapkan dia sejak bulan lalu
Saya kan masih sakit bang, kata Yosi.
Will you marry me? kata George untuk yang kedua kalinya
Yosi diam, beberapa menit kemudian, saya bisa ke Norway kan?
Will you marry me? kata George untuk yang ketiga kali
Yosi diam, George tidak bercanda lagi, wajahnya sudah serius.
Will you marry me? Yosi, kekasih hatiku, yang kucintai hari ini, besok dan selamanya, hingga kematian memisahkanku darimu, will you marry me?
Yosi diam, sulit bagi dia memutuskan antara karir dan pernikahan.
Yosi, yang kucintai dari lubuk hatiku, will you marry me?
Setelah diam dan berfikir panjang Yosipun menjawab dengan serius juga.
Yes, I will
Yosi, will you marry me?
Yes, I will
George melingkarkan cincin ke tangan Yosi dan memeluk Yosi dengan begitu lama, tidak terasa ada tetasan air mata mengalir dibahu Yosi. Thank you Yos, terima kasih telah bersedia menjadi pendamping hidupku. Aku akan bertanggungjawab untukmu selama aku hidup, mengjagamu, mengasihimu dalam segala kekurangan dan kelebihanmu. Terima kasih Tuhan, akhirnya aku menemukannya.Â
Oh iya, untuk segala keputusanmu, kamu mau lanjut studimu, keputusannya ada samamu, saya memberikan kebebasan memilih Yos, yang terbaik menurutmu kerjakan, tetapi pertimbangkan untuk kita berdua dan kehidupan kita kelak, tetapi harapanku, kamu tinggal dirumah saja, jangan terlalu capek, kamukan sudah ada riwayat jantung, saya dapat memberikan apa yang kamu butuhkan, kamu bebas menggunakan segala yang kumiliki, toh juga saya bekerja untuk kehidupan keluarga kelak bukan? Saya percaya seorang Yosi dapat mengelola dan mengatur dengan baik, jika kamu bersedia sayang, jika memang harus berkarir keputusan ada samamu, saya tidak akan menghalanginya untuk kebahagiaanmu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H