Mohon tunggu...
Taruli Basa
Taruli Basa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Auroraindonet.com

Penulis buku 12 Aktivitas Menyenangkan Penerbit Grasindo, buku IMAGO DEI (Segambar dan serupa dengan Allah) tentang perjalanan missi ke daerah, buku mata pelajaran TK, penulis narasi, cerita pendek dan juga puisi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Merindu

1 Desember 2021   22:05 Diperbarui: 1 Desember 2021   23:41 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap hari sejak kepergianmu, seperti sulit bagiku untuk bergerak melangkah mama. Setiap yang aku pegang, teringat denganmu, setiap apa yang kumasak, kumakan, kulakukan, teringat akanmu, mama tiada hari tanpamu dalam hidupku. Saat saya belum tiba di rumah baik karena pertemuan pelayanan atau karena pekerjaan, handphoneku setiap jam sudah berdering, menanyakan, sudah dimana?, masih belum nyampa ma, kadang jawabku belum selesai rapatnya ma, macet ma, setiap jam hingga tiba dirumah, telponku selalu berdering tak henti, hingga kadang teman-temanku bertanya, siapa? Mama saya, jawabku. Enak ya kamu punya mama yang sangat peduli. Iya jawabku, mama saya setiap hari seperti itu, jika saya belum tiba di rumah jam tujuh malam paling lama. 

Sejak kecil, hingga dewasa, engkau selalu menemaniku, menjagaku, kelahiranku menjadikanmu bahagia, kelahiran setiap anak-anakmu membuatmu bahagia. 

Perjuanganmu terhadap kami anak-anakmu tidak pernah berhenti, bahkan hingga kepada pemilihan jodohpun engkau sangat andil dalam hidup kami mama. 

Mama engkau seorang yang demokratis, saat diberikan masukan oleh anak-anakmu, engkau menerima, saat mama memberikan kami nasehat kami juga mendengarkan dan imanmu kuat sekalipun badai menerpa dan telah puluhan tahun di tinggal papa. Engkau dapat memberikan kami pendidikan yang tinggi, kami sangat bersyukur terlahir dari rahimmu mama. 

Engkau telah meninggalkan kenangan manis disetiap hidup anak-anakmu. Ada banyak anak-anak keluarga yang tinggal di rumah kita saat itu untuk bersekolah, tetapi engkau menganggap mereka adalah anak kandungmu sendiri, engkau memperlakukan mereka sama dengan kami. Rumah kita, sebagai tempat perkumpulan dari keluarga mama dan bapak. 

Setelah kami dewasa, sendirianmu tinggal di kampung tetapi karena penyakitmu yang telah lima tahun engkau derita, dan selama itu juga engkau tinggal bersama kami anak-anakmu di kota metro. 

Kami anak-anakmu berusaha memberikan yang terbaik selama mama hidup, walaupun kami masih kurang banyak baiknya dan tidak sebanding dengan kebaikan mama dalam hidup kami. 

Ketika memutuskan untuk memilih pekerjaan freelance, aku berusaha untuk fokus menjagamu. Ada satu hal yang tidak dapat aku lupakan hingga saat ini, yang saya sesali karena ketidakpekaanku adalah pelukanmu yang terakhir. 

Dua minggu sebelum kami membawa mama ke RSCM, engkau telah memberikanku tanda bahwa engkau akan pergi, tetapi aku tidak peka mama, aku bodoh, aku kesal dengan dirku, saya kira karena engkau merasakan sakitnya karena penyakitmu, sampai engkau memelukku dengan berlinang air mata selama puluhan menit, dan saya menjawab mama, mama sudah ya, kalau sebentar lagi kita berobat, mama pasti sembuh, kataku. Tetapi mama terus diam tidak mengatakan apa-apa.

Aku tidak tahu apa artinya, setelah kepergianmu baru aku menyadari, engkau telah memberikan tanda perpisahan kepadaku. Mama maafkan aku, karena aku terlalu bersemangat memotivasimu untuk sembuh, sehingga saya menepiskan bahwa itu adalah salam perpisahan. 

Walaupun kaka telah mengingatkanku, bahwa waktu mama tinggal beberapa hari lagi, karena dia sudah melihat tanda-tanda kepergianmu. 

Tanda-tanda kepergianmu sama seperti tanda-tanda kepergian almarhum abang ipar, tetapi saya menepiskan dan memarahinya mama, aku tidak rela, bahkan hingga saat inipun air mataku tidak pernah berhenti saat mengingatmu, begitu melekatnya aku denganmu, seperti lem perekat dengan kertas. Saat kertas dipisahkan dari lem, akan sobek, demikian juga hatiku, koyak hingga ada luka. Luka ini begitu dalam. Perjuangan selama lima tahun, mama meninggalkan kenangan yang banyak untukku, aku terluka karena berpisah selamanya, walau aku tahu bahwa aku tidak boleh terlalu lama larut dalam luka ini. Aku selalu mencoba dan mencoba, tetapi aku masih gagal. 

Kala itu, di tempat tidur ,mama berbaring dengan infus, aku selalu menjagamu tanpa memperdulikan diriku sendiri. Saya sudah bertekad tidak akan pernah tidur sebelum pagi menjelang, itu karena aku takut kehilanganmu mama di malam hari. 

Engkau terkadang menyuruhku untuk tidur, tetapi saya selalu menjawab, masih ada yang harus kukerjakan mama, saya berpura-pura sibuk dengan laptop sambil berkata, mama tidurlah ya, aku tidak apa-apa ko. 

Kerjaanku masih banyak, padahal saya nonton drakor agar mataku melotot dan terjaga hingga pagi. Terkadang saya masak, bolu kukus dipagi jam dua dini hari, agar saat engkau terbangun pagi-pagi dapat makan bolu hangat-hangat atau si kaka yang akan menyediakan sarapanmu di pagi hari. Engkau tidak mau dijaga oleh suster, harus tangan anak-anakmu yang merawatmu mama, engkau memang sunggu luar biasa. 

Sepanjang sejarah disitulah saya merasakan tidak tidur berhari-hari, tetapi saya tidak pernah sakit dan tidak pernah badannya berat, karena aku sayang banget samamu mama, sepertinya cintaku melebihi dari apapun. 

Walau aku tahu, aku memiliki banyak kesalahan yang mungkin hingga engkau pergi kepada Allah Bapa di sorga, aku belum dapat membuat hatimu bahagia, aku belum dapat memberikan apa yang mama rindukan selama ini, tetapi kehendak kita bukanlah kehendak Bapa di sorga.

Mama ada banyak hal yang kami ingat darimu, salah satunya...kedisiplinanmu yang tidak ada mengalahkan dalam segala hal. 

Setiap jam lima pagi engkau telah bangun dan berdoa, jalan pagi, dikala sehat, sarapan harus jam tujuh pagi tidak boleh lewat, minum teh manis, minuman kesukaanmu, jam sembilan pagi minum jus, dan mulai menelpon teman-teman lansiamu dan keluarga-keluarga di kampung hingga sore, jam sepuluh pagi makan snack, jam dua belas makan siang, jam tiga sore minum susu, jam empat makan snack sore, jam enam makan malam, sebelum tidur engkau selalu membaca Alkitab dan menyanyikan lagu Buku Ende sebanyak tiga hingga empat lagu, setelah itu jam sembilan malam engkau pun tidur. 

Ketika engkau merasakan sakit, suaramu akan memanggilku, ambilkan bawang putih dulu nak, atau iriskan dulu kunyit untuk mama makan. 

Setiap hari kamarku harum mama, harum bawang putih, harum minyak-minyakmu untuk mengurutmu setiap malam, aku rindu dengan semua ini. Terkadang di saat kami ada waktu weekend, kami membawamu ke twenty one setelah itu kita makan di resto. 

Engkau sangat senang ngemall, suka makan di resto, suka nonton, saat dimana aku bersamamu menonton berdua, engkau selalu berkata, kalau bisa adalah waktumu menemani mama nonton setidaknya dua kali seminggu dan hal itupun saya usahakan mama. Mengenangmu membuatku mengingat semua kenangan itu bersama. 

Di saat engkau operasi kanker hati, pertama sekali engkau dioperasi di usia tujuh puluhan, engkau sangat takut mama, sanking takutmu, yang harusnya keluarga tidak dapat masuk ruang ICU, perawatpun mengijinkanku untuk masuk agar engkau tenang, padahal kami semua ada di luar menunggu mama pulih. 

Saat malam hari tinggal saya sendirian menunggumu di ruang ICU, tidur bersama keluarga pasien lainnya di ruang tunggu, aku menikmati semuanya mama, aku tidak pernah sakit menjalani semua pengobatanmu, entah saya tidur di lantai, di sofa, di kursi, di luar, melihat kematian para pasien yang tiba-tiba, yang mengganggu emosiku juga, kadang merasakan takut melihat kematian di RS, semua saya alami saat menjagamu. Engkau akan bangga, dan wajahmu akan bersinar tersenyunm saat saya menyuapimu memberikanmu maka, melayanimu. Bahagiamu sumringah ketika orang-orang berkat, baik banget anaknya ya bu, engkau tersenyum bahagia.

Mama, aku merindukanmu, nasehat-nasehatmu selalu kami ingat, teladanmu telah menguatkan kami untuk terus melangkah, walaupun ada luka karena kepergianmu. 

Kebodohanku terjadi, ketika aku selalu mengingatmu, cintamu begitu dalam untukku mama, air mataku tidak dapat berhenti jika mengingatmu. 

Di saat kepergianmu,  untuk kesekian kalinya kami bolak-balik RS dan IGD, kaka, abang dan adik kami semua bergantian menjagamu di IGD, kami bergiliran tidur. Aku memang tidak pernah peka, karena saat engkau di IGD, samar-sama saya sudah melihat ada berpakaian putih di ujung tempat tidurmu berdiri seperti malaikat, tetapi aku menepiskan dan menganggap bahwa itu adalah dokter dan saat itupun kakak sudah menyampaikan, jika ada mama lihat yang berpakaian putih mengajak mama pergi, taruh kepala mama sebelah kanan ya mama, tetap kepala mama disebelaha kanan, jangan kekiri. 

Mamaku menganggukkan kepalanya. Kamipun pulang ke rumah dan giliran jaga mama saat itu adik kami. Setelah jam dua pagi dini hari, aku ingin ke RS, aku terbangun, ingin cepat-cepat pergi, tetapi aku tidak dapat melawan kantukku karena sudah hampir dua minggu tidurku hanya terhitung jam. Di saat itu, kakakupun terbangun, dia menyampaikan, agar aku merelakan mama pergi. 

Dia menunggumu agar kamu merelakan mama pergi, mama itu sudah sakit, relakanlah kepergian mama. Aku menangis, harus ikhlas dek,kata kakaku,  saat jam tiga pagi, aku masih gelisah dan akupun berdoa pada jam empat pagi sambil menangis, jadilah Tuhan kehendakMu kepada mama kami, karena sebelumnya saya komunikasi dengan pendeta kami, mengatakan, kamu harus merelakan mama, agar mama pergi dengan ikhlas. Pagi jam enampun kami terima kabar, bahwa mama kami sudah pergi. 

Sekalipun mama telah pergi, tetapi kenangannya masih selalu ada di dalam hati ini. Kita mengetahui bahwa perpisahan yang paling menyakitkan itu adalah perpisahan dengan orang yang sangat kita cintai, berpisah karena kematian, karena kita tidak dapat lagi bertemu dengannya. 

Selagi orangtua kita masih hidup, hargai, cintai, kasihi dan perhatikanlah orangtua kita, agar kita jangan menyesal ketika mereka telah pergi bahwa kita belum berbuat apa-apa untuk mereka. Harta yang paling berharga dalam kehidupan orangtua adalah anak-anak yang berbakti dan menyangani orangtuanya. 

Berbahagialah kita, jika dalam hidup orangtua kita, diberikan kesempatan untuk merawat, menjaga dan memperhatikan orangtua kita, karena itu adalah berkat yang tidak ternilai harganya. Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu ditanah yang diberikan Tuhan Allahmu kepadamu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun