Mohon tunggu...
Gpl4all Debian
Gpl4all Debian Mohon Tunggu... wiraswasta -

gpl4all is my nickname and i've been using it as an online personality since i've found Linux and Open Source Software movement back in 1994.\r\n\r\ni am Indonesian, stay in Jakarta, have my own business, and an IT consultant.

Selanjutnya

Tutup

Politik

IT Digunakan dan Diperalat pada Pilpres 2014

19 Juli 2014   09:43 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:54 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Datum 20140718 113055

“I became a journalist because I did not want to rely on newspapers for information.” ― Christopher Hitchens


Pemilu presiden 2014 merupakan pemilu pertama kali yang begitu masif memanfaatkan sarana Teknologi Informasi dan Telekomunikasi, ditambah dengan begitu besarnya partisipasi banyak pihak diluar penyelenggara pemilu yang ikut memanfaatkannya dengan berbagai tujuan dan motif, dan apapun tujuan serta motif itu akhirnya mendorong saya untuk menilai semuanya itu telah membuat sarana Teknologi Informasi dan Telekomunikasi telah dilacurkan (maaf, saya tidak menemukan istilah yang lebih halus dari ini untuk menggambarkannya).Berikut adalah cerita yang melatarbelakangi saya menilai seperti itu.

Yang paling pertama akan saya telaah adalah Quick Count (selanjutnya saya singkat QC). Statistik yang menjadi salah satu bidang ilmu pengetahuan yang dimanfaatkan QC bukanlah ilmu yang saya senangi, ada beberapa alasan tapi yang paling utama adalah karena saya tidak senang berjudi, dan judi tidak lain adalah proses yang melibatkan probabilitas, dimana itu merupakan bagian dari Statistik, sehingga karena tidak menyukai saya tidak menguasainya juga. Harap tidak salah paham juga, saya tidak menyamakan Statistik dengan judi, ini hanya untuk memberikan gambaran kenapa saya pribadi tidak suka dan menguasai Statistik. Selain Statistik, di sisi lain, QC juga harus memanfaatkan Teknologi Informasi dan Telekomunikasi, ini seuatu keniscayaan, boleh dibilang hampir tidak ada aspek kehidupan kita dewasa ini yang bisa lepas dari peran Teknologi dan Informasi.

Dalam beberapa kali pemilu yang diselenggarakan di Indonesia, QC telah digunakan dan ternyata sejauh ini, sebelum Pilpres 2014, hasil QC rata-rata mendekati hasil pemilu yang resmi, dan hal ini menjadi penyebab semakin banyaknya lembaga survey yang mengadakan QC maupun survey, jajak pendapat, polling dan sejenis tumbuh dengan subur sampai berkisar sekitar lima puluhan dan memiliki organisasi yang memayunginya. Belakangan survey dan QC sangat di'dewa'kan salah satunya karena masyarakat cukup banyak yang sangat antusias untuk mengetahui siapa yang kira-kira lebih disenangi dan kemungkinan untuk terpilihnya lebih besar (masa pra Pilpres), dan siapa yang kira-kira akhirnya yang akan menjadi Presiden terpilih dalam Pilpres 2014.

Di sisi lain, perhatian kita tentu tidak bisa lepas dari hukum ekonomi, dimana ada kebutuhan, maka disitu akan muncul peluang untuk usaha, dan dengan usaha yang 'baik', maka akan ada reward berupa keuntungan. QC tidak bisa dilepaskan dari faktor ekonomi, silahkan cari sendiri berapa biaya untuk mengadakan 1 polling, jajak pendapat, dan lain lain, sampai sebuah QC.

Cukup sudah latar belakang umum mengenai QC, mari kita mulai dengan peranan Teknologi Informasi dan Telekomunikasi (selanjutnya saya singkat TI, tanpa T satu lagi agar terhindar dari upaya mempelesetkan).

“It is a capital mistake to theorize before one has data. Insensibly one begins to twist facts to suit theories, instead of theories to suit facts.” ― Arthur Conan Doyle, Sherlock Holmes


Saya akan mencoba menggambarkan SARANA yang memungkinkan QC dilaksanakan sebagai berikut:


  1. Prosedur Pelaksanaan Kegiatan dan Pengoperasian System QC
  2. Pengumpul data di lapangan yang kerap disebut relawan (walaupun mestinya berbayar)
  3. Sarana komunikasi untuk mengirimkan data yang terkumpul di lapangan ke pusat Pusat pengumpulan data yang mampu menampung data, menyimpannya
  4. Pusat pengumpulan data yang merupakan integrasi antara sistem Komunikasi berupa jaringan data, SMS, dan operator yang menerima data lewat telepon dan memasukkan datanya ke dalam sistem penyimpanan yang merupakan domain Teknologi Informasi
  5. System terpadu berupa integrasi Software, Hardware, dan Operator yang menempatkan data pada tempat yang benar sebagai proses agar data tersebut dapat diterjemahkan dan dimengerti oleh publik
  6. Sarana Telekomunikasi (yang terlihat oleh publik adalah di telivisi, media cetak, media elektronik, radio, dan sebagainya) sebagai alat untuk menyebarluaskan data yang telah dikumpulkan dan diolah sehingga menjadi informasi yang layak dikonsumsi publik


Dan 'PROCESS FLOW' sebuah QC sejauh yang saya ketahui sebagai berikut:


  1. Pengumpulan data: 'relawan' yang disebar di beberapa TPS 'sample' melaksanakan kegiatan pengumpulan data setelah perhitungan suara selesai, bentuknya (dalam gambaran saya) bisa 2, yaitu:
  2. Data yang dikumpulkan oleh 'relawan' diteruskan ke pusat pengumpulan data dengan berbagai sarana Telekomunikasi yang tersedia, mulai dari pengiriman data, suara, maupun SMS
  3. Data tersimpan dalam system penyimpanan (dalam bentuk digital seharusnya, dan sebagian sumber data dalam bentuk manual berupa catatan tangan atas data yang diterima lewat telepon, dan dalam list sms yang ada di telepon genggam)
  4. Secara periodik dan otomatis (tanpa campur tangan manusia) ada sebuah system TI yang membaca semua data yang masuk, melakukan proses perhitungan (komputasi), dan memberikan 'bentuk' sehingga siap saji sebagai INFORMASI yang di tampilkan dan transmisikan ke dalam system yang memanfaatkan sarana Telekomunikasi (telivisi, media online, radio, dan sebagainya).
  5. INFORMASI inilah yang kemudian menyebar luas dan diterima publik dalam waktu yang relatif sangat singkat lewat berbagai media.


Sejauh ini semuanya terlihat biasa-biasa saja, dan yang saya jabarkan diatas hanyalah penjelasan logis dari sebuah QC yang memanfaatkan Teknologi Informasi dan Telekomunikasi secara umum. Yang menjadi pertanyaan bagi saya dan mungkin juga beberapa orang lain adalah:


Apakah benar semua QC yang dilaksanakan berkaitan dengan Pilpres 2014 berjalan sesuai dengan gambaran umum seperti yang saya jabarkan di atas? Dan apabila salah satu dari beberapa sarana dan atau proses tersebut tidak sesuai atau memang tidak ada, patutkah suatu proses QC harus dinilai sebagai suatu proses yang CACAT?



Mari kita mulai dengan ungkapan yang pernah saya tulis di tulisan saya yang lain:


Garbage in, garbage out (GIGO) in the field of computer science or information and communications technology refers to the fact that computers, since they operate by logical processes, will unquestioningly process unintended, even nonsensical, input data (“garbage in”) and produce undesired, often nonsensical, output (“garbage out”).


Ungkapan di atas merupakan gambaran dari salah satu prinsip dasar pemrosesan data untuk menghasilkan sebuah informasi yang benar dan bisa memberikan gambaran yang benar berdasarkan kenyataan. Dalam konteks QC, data yang benar adalah data yang dikumpulkan dari setiap TPS yang menjadi sampel, yang di transmisikan ke pusat pengumpulan data TANPA ADA SEDIKITPUN PERUBAHAN, kemudian diproses dengan sebuah program yang menggunakan algoritma yang benar dan teruji sehingga pada akhirnya menghasilkan informasi yang benar dan layak dipercaya oleh publik, dan keseluruhan proses dan kegiatan yang berkaitan dengannya dapat diuji dan dievaluasi secara bertanggung jawab oleh pihak yang melaksanakan kegiatan QC tersebut.

Menimbang hal di atas dan berdasarkan pengalaman saya sebagai praktisi IT selama 24 tahun, --di berbagai industri, terutama di industri perbankan dan telekomunikasi yang sangat mengedepankan integritas dalam pengumpulan dan pemrosesan data-- saya harus dengan jujur menilai bahwa QC yang dilaksanakan pada Pilpres 2014 tidak mematuhi prinsip dasar pemrosesan data yang pada akhirnya menghasilkan informasi yang tidak bisa dipertanggung jawabkan dan tidak layak menjadi konsumsi publik, dan yang sangat disayangkan, hasil dari QC yang tidak bisa dipertanggung jawabkan tersebut ternyata telah menjadi dasar bagi pihak tertentu (sengaja ataupun tidak mau mengaku sengaja) untuk membentuk opini rakyat Indonesia yang konsep berpikirnya sangat sederhana dan pada dasarnya masih belum dewasa dalam berdemokrasi, dan pada akhirnya merusak esensi dari sebuah proses demokrasi yang bersih dan dapat dipertanggung-jawabkan.

Tulisan mengenail CACAT QC ini akan sangat panjang bila saya lanjutkan sehingga saya harus menghentikannya agar bisa melanjutkan ke hal lain yang juga menodai proses Pilpres 2014, yaitu munculnya berbagai tayangan media online yang diakui sebagai parsitisipasi aktif dan inisiatif masyarakat yang percaya hasil QC sama dengan hasil yang resmi yang akan diumumkan oleh KPU pada tanggal 22 Juli 2014 mendatang, dan mereka mendirikan media online berupa web dan tulisan di media sosial yang menayangkan hasil perhitungan suara yang disebutkan sebagai Real Count, walaupun KPI telah sekian lama melarang penyiaran informasi tersebut.

Agar mudah saya ambil 2 site dan 1 page di Facebook sebagai contoh:


Apapun tujuan mereka yang melakukan ini buat saya tidak penting, yang jelas hasilnya adalah bertambahnya kebingungan rakyat Indonesia, sekali lagi maaf yang memang belum cukup dewasa berdemokrasi, dan ironisnya para pembuat web site dengan pengakuan melakukan perhitungan nyata berdasarkan data dari KPU juga menggambarkan bagaimana lebih tidak dewasanya mereka dalam berdemokrasi: tidak mengerti bagaimana mekanisme Pilpres 2014 yang telah ditetapkan Undang Undang dengan kewenangan penuh berada di tangan KPU dan rakyat tinggal mengikutinya sesuai dengan hak dan kewajibannya.

Alasan saya menilai mereka lebih tidak dewasa ditambah lagi dengan kenyataan seharusnya mereka memiliki pengetahuan lebih tinggi dari kebanyakan rakyat Indonesia pada umumnya (bahkan kawalpemilu dikabarkan dibuat oleh pemenang olimpiade 'something', dan beberapa note di FB page mereka ditulis oleh Profesor, Phd lulusan luar negeri pulak), buktinya mereka bisa mengerti sedikit soal IT, dan memanfaatkannya. Hanya sayang sekali mereka juga lupa satu prinsip dasar yang saya sebutkan di atas: "Garbage In, Garbage Out", kenapa?

Jawabannya sederhana: TIDAK ADA YANG VERIFIKASI DATA YANG MASUK, PROSES YANG BERJALAN, SERTA INFORMASI YANG DISEBARKAN.

“Withholding information is the essence of tyranny. Control of the flow of information is the tool of the dictatorship.” ― Bruce Coville


Saya bukan seorang yang sangat mengerti IT, saya bahkan tidak menyelesaikan pendidikan saya S1 di jurusan Tehnik Komputer Bina Nusantara, hanya kuliah selama 4 semester, kemudian terpaksa bekerja, masuk ke industri yang begitu kompetitif dengan bekerja keras sambil belajar tanpa bimbingan apapun atau siapapun karena era saya bukanlah era internet yang memudahkan orang belajar dan mendapatkan informasi apa saja. Tapi saya punya keyakinan, lebih dari 20 tahun saya menekuni dunia IT dengan autodidak tidak akan membuat saya kecut berhadapan dengan para akedemisi, karena saya menghadapi kondisi real, dunia IT yang sangat kompleks yang bukan sekedar teori dan coba-coba di lab.

Jangan kecewa karena saya tidak membahas masalah teknis berkaitan dengan QC, web hitung-hitung suara tersebut, karena buat saya menjadi tidak berharga karena mereka tidak paham apa esensi mendasar data processing dan lebih menyedihkan mereka tidak paham proses demokrasi sehingga memang tidak pantas dinilai berharga. PS: bila ada yang tersinggung atas tulisan saya yang bernada keras, atau menganggap keras, saya mohon maaf, saya memang orang yang tidak bisa bermanis-manis. Saya hanya bisa bermanis-manis saat saya debugging atau tracing, tentunya dengan keyboard IBM Model 1391401 buatan tahun 1987, atau motret di pedalaman yang penuh kedamaian.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberkati kita semua sehingga apapun yang telah kita lalui, kita bisa mendapatkan hasil yang baik tanggal 22 Juli 2014 nanti dan menyambutnya dengan penuh suka cita, lapang dada, dan damai!

Tulisan ini merupakan copy artikel yang sama di blog pribadi saya: http://bit.ly/gpl4all silahkan mengunjungin blog tersebut kalau ingin tau siapa manusia bermulut tanjam yang tidak tidak pernah bersuara di dunia IT selama ini (saya lebih suka menjadi aktifis Open Source underground di dunia maya).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun