Mohon tunggu...
Oris Goti
Oris Goti Mohon Tunggu... Jurnalis - Anak Kampung Asal Watujaji, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur.

Menyukai jurnalistik, fotografi, pariwisata, budaya olahraga dan musik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Sihir Sambo", Kisah Loper Dekap 50 Eksemplar Koran

9 November 2022   02:02 Diperbarui: 9 November 2022   03:26 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ferdy Sambo saat hendak menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan | Sumber Foto: Kompas.com. 

50 Eksemplar koran masih dalam dekapannya. Belasan tahun menjadi loper koran, baru kali ini Son, pemuda 27 tahun, ragu dan takut meneriakkan headline atau berita hangat lainnya.

Son berdiri di tepi jalan. Udara masih sejuk. Pemuda penyandang disabilitas ini, terlihat rapi mengenakan kaos oblong dipadu celana panjang jeans  dan sepatu kets. Serba hitam.

Namun ia nampak tak tenang. Bola matanya, melirik kiri dan kanan. Rupanya Son sedang mengamati motor dan mobil polisi yang hilir mudik di hadapannya. 

Di seberang jalan, para pedagang menggelar sayuran dan sembako. Son masih terpaku. 50 eksemplar koran masih dalam dekapannya.

Padahal tempat dia berdiri, di jalan Ahmad Yani, depan Pasar Tingkat, Kota Maumere, bukan tempat yang asing baginya. Setiap hari Son menjual koran di seputaran Pasar Tingkat dan di tepi Jl. Ahmad Yani.

Son ragu dan takut meneriakkan kata Sambo atau berita Sambo, sebab di hadapannya ada mobil dan motor Polres Sikka hilir mudik. 

Padahal sejak berangkat dari Kantor Biro Surat Kabar Pos Kupang di Madawat, Son sangat yakin 50 eksemplar koran yang dibawanya ludes terjual.

Bulan lalu di Maumere, ada peristiwa yang cukup menghebohkan. Sekelompok mahasiswa Institut Filsafat dan Teologi (IFTK) Ledalero, diinterogasi dan dibuntuti oleh sejumlah aparat Polres Sikka.

Anggota Polisi ini menduga sekolompok mahasiswa tersebut meneriaki 'Sambo' saat mereka lewat di hadapan para mahasiswanya.

Beberapa jam kemudian, pihak kampus lalu mendatangi Polres Sikka. Kapolres Sikka akhirnya menyatakan permohonan maaf kepada segenap keluarga besar IFTK Ledalero. (kompas.com).

Son ragu dan takut, jangan - jangan ada polisi yang mendatanginya ketika mendengar teriakkan Sambo atau Berita Sambo.

Kebuntuan Son akhirnya pecah, ketika rekannya lopernya datang dan langsung teriakkan Sambo, Berita Sambo. Son sontak ikut teriakkan Sambo, Berita Sambo.

50 eksemplar koran yang sudah hangat karena terus didekap, satu demi satu berkibar diselingi teriakkan Son yang melengking.

Son sumringah, 50 eksemplar koran yang dibawanya ludes terjual. Dia bisa pulang lebih awal. "Aduh tadi saya takut berteriak Sambo karena ada polisi lalu lalang," kata Son.

"Setelah saya teriak, orang ternyata rame datang beli. Mereka juga ikut teriak, Sambo, Sambo," imbuhnya.

'Ajudan Todong Ferdy Sambo' headline Surat Kabar Pos Kupang, memuat foto master Putri Chandrawathi, istri Ferdy Sambo, yang diapit empat petugas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Putri Chandrawathi tampak mengenakan baju tahanan nomor 69 sementara satu di antara petugas, melepaskan borgol dari tangan Putri Chandrawathi.

Headline Surat Kabar Pos Kupang mengulas sidang perdana kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. 

Sidang dimaksud berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin 17 Oktober 2022, dengan agenda pembacaan dakwaan kepada Ferdy Sambo, Putri Chandrawathi, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf.

Kasus pembunuhan Brigadir J memang sangat menarik perhatian publik.

Terdakwa Ferdy Sambo, bisa dibilang menjadi magnet utama dalam kasus ini, mengingat Ferdy Sambo adalah jendral bintang dua, menjabat sebagai Kadiv Propam Polri, 'Polisinya polisi'.

Ferdy yang dicopot dari jabatannya karena terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir J, juga dilihat sebagai sosok ayah, suami, kepala keluarga, sehingga kasus ini disorot dari berbagai sisi.

Selain itu, kasus ini awalnya berbelit - belit karena skenario kronologi rekayasa yang dirancang Ferdy Sambo yang juga melibatkan beberapa oknum anggota Polri.

Belajar dari Tragedi Duren Tiga, Mari Mulai 'Ragu' pada Chronos, 

Salah satu hal yang menyita perhatian saya dalam 'Tragedi Duren Tiga' adalah kronologi rekayasa. 

Tragedi Duren Tiga, tewasnya, Brigadir J di rumah dinas Kadiv Propam Polri, Jakarta Selatan, 8 Juli 2022.

Begitu mudahnya kronologi palsu itu, menembus hingga ke mata pembaca.

Untung saja ada yang kritis. Ragu pada urutan waktu. Memaksimalkan panca indra dan akal membandingkan fakta dan rekayasa.

Mari mulai ragu. Ragu yang dimaksudkan bukan status psikis. 

Adakah di antara kita 'yang jari - jarinya suka menari' mulai bertanya - tanya jangan - jangan kronologi kasus ini - itu  yang pernah saya terima dulu dan disuguhkan ke pembaca itu benar atau rekayasa?

Yakinlah tidak ada kejahatan yang tak terungkap, tidak ada bangkai yang tak tercium. Apalagi berubah jadi wangi? Kalau ada itu manipulasi dan tak bertahan lama.

Kronologi adalah hal penting dari pengungkapan kasus. Kata kronologi berasal dari kata chronos yang artinya waktu. 

Dalam konteks ini, saya tidak hendak menguraikan Kronologi dalam bingkai disiplin ilmu. Ada kata logi, dari kata logos yang artinya ilmu.

Secara sederhana kronologi bisa diartikan urutan waktu dalam sebuah kejadian, peristiwa. 

Saya kira kita 'yang jari - jarinya suka menari' tidak asing dengan kronologi. Dari siapa kita sering menerima kronologi suatu kasus, peristiwa?

Kembali soal ragu. Sekali lagi, ragu di sini bukan status psikis. Tapi ragu sebagai sebuah metode.

Dalam bingkai pemikiran Rene Descartes, ragu itu metode mencapai kebenaran dengan pembuktian rasional.

Jadi jangan terjebak pada sesat pikir genetic, dianggap benar karena siapa, yang mengucapkan atau ada embel - embel pangkat dan jabatan yang melekat atau otoritas.

Tidak pula sesat pikir overgenelisir, semua kronologi hasil rekayasa karena adanya Tragedi Duren Tiga. 

Ragu sebagai sebuah motode mencapai kebenaran, tentu tidak akan puas dengan retorika bual. Mutlak, melalui jalan pembuktian rasional.

'Jari - jari yang suka menari' tentu tidak akan puas dengan sajian kronologi mentah apalagi rekayasa.

Observasi, investigasi, memaksimalkan panca indera, akal, merekam data dan fakta. Bagaimana kerja - kerja ini berjalan jika tidak 'ragu'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun