"Kenapa celananya begitu," Kolidin bertanya pada pria baju hitam yang setia berdiri di sampingnya. Pria baju hitam, hanya tersenyum dan mengangguk - angguk.Â
Kolidin kembali menatap lukisan itu. Dia lalu berujar 'Eh kasihan e'. Bocah laki - laki dalam lukisan itu memang terlihat kusut, lusuh dan kotor. Namun, ada senyum dan matanya bersinar.Â
Dia memegang dua wadah dari ayaman daun kelapa di kiri dan kanan. Dia Berdiri dan sedikit bersandar pada sebuah tiang. Pada tiang itu bergantung uang kertas pecahan Rp. 1.000, gambar Kapitan Pattimura memegang parang.Â
Momen itu, membuat Yohanes Wale, pria baju hitam, bertopi hitam, kembali tergiang akan kisah masa lalunya sebagai anak kampung di Desa Tarawaja, Kecamatan Soa, Kabupaten Ngada, di era 1980 an.Â
'Kepada Siapa Aku Mengadu', karya Yohanes Wale, menampilkan kotradiksi antara kenyataan dan impian. "Ini berangkat dari pengalamannya di kampung saya, di Tarawaja, Soa," kata Wale.Â
"Saya pergi kuliah di Bali, saya pulang ke kampung saya masih menemukan anak - anak yang seperti ini, kaum marginal, yang terpinggirkan," imbuhnya.Â
Di masanya, Wale dan anak - anak kampung Tarawaja, harus 'dipaksa' bekerja karena kemiskinan. Dampaknya banyak yang putus sekolah.Â
Kata Wale, anak - anak di kampungnya, punya bakat dan kemampuan, namun harus berjibaku dengan urusan perut. "Bahkan harus jadi tukang punggung keluarga," kata Wale.Â
Di sisi lain, banyak program - program pemerintah yang tidak menjawab kebutuhan masyarakat di kampungnya. "Kalau situasinya seperti ini, anak - anak mau mengadu ke siapa," ujar alumni Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) ini.Â
Yohanes membuat lukisan 'Kepada Siapa Aku Mengadu' dibuat Yohanes Wale pada 2006, saat masih mahasiswa. Saat ini Wale, mengajar di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negri 1 Soa, Kabupaten Ngada.Â
Wale hadir di Ende, ikut dalam Pameran Seni Rupa, bertajuk 'Bebas Terbatas' yang diselenggarakan oleh UPTD Taman Budaya Nusa Tenggara Timur (NTT).Â