Mohon tunggu...
Goris Lewoleba
Goris Lewoleba Mohon Tunggu... Konsultan - Alumni KSA X LEMHANNAS RI, Direktur KISPOL Presidium Pengurus Pusat ISKA, Wakil Ketua Umum DPN VOX POINT INDONESIA

-

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Calon Tunggal di Pilkada dan Resesi Demokrasi

9 Desember 2020   05:11 Diperbarui: 9 Desember 2020   10:07 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemudian, dalam konteks situasi masa kini, terutama terkait dengan Pilkada serentak di Indonesia, selain pandemi Covid-19 yang dapat memengaruhi partisipasi pemilih, sosok dan jumlah pasangan calon juga bisa memengaruhi tingkat partisipasi pemilih.

Kemudian muncul pertanyaan, bagaimana potensi partisipasi pemilih di Pilkada dengan calon tunggal? Pertanyaan ini menjadi amat penting karena hal itu akan dapat menjadi salah satu indikator untuk dapat mengukur sejauh mana terjadinya peningkatan mutu demokrasi secara elektoral atau sebaliknya dapat menjadi sumber soal terjadinya resesi demokrasi.

Hadirnya pasangan calon tunggal dalam Pilkada serentak merupakan suatu keniscayaan dalam dunia politik kontemporer. Pada Pilkada serentak Tahun 2020 ini, KPU mencatat bahwa terdapat 25 Pikada yang digelar dengan pasangan calon tunggal.

Dicatat pula bahwa, jumlah ini meningkat jika dibadingkan dengan Pilkada 2018 yang tercatat ada 13 daerah, di Pilkada 2017 ada 9 daerah, dan pada Pilkada 2015 hanya terdapat di 3 daerah.

Sehubungan dengan hal itu, maka sesuai dengan hasil jejak pendapat Kompas pada awal November 2020, terungkap bahwa, mayoritas responden (70,5 persen), berpendapat bahwa, pasangan calon tunggal berpotensi untuk menurunkan partisipasi pemilih dalam menggunakan hak suaranya.

Lebih lanjut dilaporkan bahwa, kehadiran pasangan calon tunggal juga menggerus minat masyarakat terhadap Pilkada, hal mana disebabkan karena tak ada ruang kontestasi antar-pasangan calon untuk berebut simpati pemilih.

Situasi seperti ini dapat menjadi semacam peringatan serius bahwa, kehadiran pasangan calon tunggal dalam hajatan Pilkada Serentak dapat menjadi faktor pemicu yang signifikan akan adanya resesi demokrasi.

Dikatakan denikian karena, tingkat partisipasi pemilih akan sangat rendah, dan hal itu pula akan dapat memengaruhi kualitas demokrasi itu sendiri.

Situasi seperti ini, yang oleh Eren Marsyukrilla (2020), dikatakan bahwa, hal seperti itu menjadi semakin serius, terlebih jika cara itu digunakan sebagai strategi politik untuk membajak proses demokrasi demi memenangkan pasangan calon tetentu.

Oleh karena itu, sudah menjadi rahasia umum bahwa, pasangan calon tunggal kerap kali hadir dengan memborong dukungan pencalonan dari partai politik pemilik kursi di DPRD.

Dalam fakta politik, enomena calon tunggal pada akhirnya juga menggambarkan kegagalan partai politik dalam melahirkan kader-kader untuk menjadi calon pemimpin di daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun