Mohon tunggu...
Goris Lewoleba
Goris Lewoleba Mohon Tunggu... Konsultan - Alumni KSA X LEMHANNAS RI, Direktur KISPOL Presidium Pengurus Pusat ISKA, Wakil Ketua Umum DPN VOX POINT INDONESIA

-

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Silau KPU Menembus Mata KPK

11 Januari 2020   17:13 Diperbarui: 15 Januari 2020   17:30 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, dan Ketua KPU Arief Budiman dalam konferensi pers penetapan tersangka Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Kamis (9/1/2020).(KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D)

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka dengan meminjam Y.F. Lakahija (2009), mengatakan bahwa, hal yang menjadi akar masalah dalam soal ini adalah tarikan magnetis budaya korup.

Ditegaskannya, bahwa korupsi yang membudaya membuat kita pesimis akan terwujudnya good governance.

Dalam menghadapi situasi ini, para pemangku kepentingan sebaiknya sadar dan percaya akan suatu situasi yang oleh Hlderlin, seorang penyair Jerman, menyebutnya sebagai suatu adagium yang berbunyi : Wo aber Gefahr ist, wachst das Rettende auch ("Dimana ada bahaya, di situ muncul yang menyelamatkan")

Lalu, siapa yang menyelamatkan ketika muncul tanda bahaya dimana seseorang silau melihat godaan akan korupsi ? Jawabanya adalah "Suara Hati"

Terkait dengan hal tersebut di atas, maka siapapun baik dalam posisi di grass root maupun Pejabat Negara seperti Komisioner KPU, janganlah hendaknya meninggalkan Sura Hati, yang mengenal betul suatu perbuatan kita itu baik atau buruk, boleh atau tidak boleh suatu perbuatan itu dilakukan.

Sehubungan dengan kepatuhan akan Suara Hati, maka Erich Fromm dalam bukunya The Art of Loving (2017), membagi Suara Hati menjadi dua, yaitu : Suara Hati Otoriter dan Suara Hati Humanistik.

Mereka yang memiliki Suara Hati Otoriter, berbuat baik karena desakan dari luar. sebaliknya, mereka yang memiliki Suara Hati Humanistik melakukan perbuatan baik, karena murni sebagai dorongan pribadi, dengan semboyan, " Saya melakukan apa yang harus saya lakukan".

Dengan pandangan yang demikian, maka siapapun, tak terkecuali Komisioner KPU, melalui Bimbingan Suara Hati Humanistik, tidak pernah akan silau melihat godaan suap di depan mata.

Jika godaan itu membuat Silau KPU, apalagi Silau itu sampai menembus Mata KPK, maka sudah pasti siapapun tanpa kecuali, akan berurusan dengan OTT KPK.

Goris Lewoleba
Alumni KSA X LEMHANNAS RI, Direktur KISPOL Presidium Pengurus Pusat ISKA, Dewan Pakar VOX POINT INDONESIA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun