Namun demikian, kita tetap optimis karena adanya kekuatan masif dan terukur dari dua ormas Islam besar dan legendaris yaitu NU dan Muhammadiyah, termasuk semua elemen masyarakat lain di luar keduanya itu, serta harmonisasi potensi kekuatan TNI dan Polri yang senantiasa setia menjaga dan mempertahankan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika. NKRI harga mati!
Dengan demikian, maka agenda pihak lain yang sedang berupaya untuk merebut kekuasaan, kemudian akan mengganti ideologi negara yaitu Pancasila dengan ideologi lain, merupakan hal yang utopis, tetapi tetap harus diwaspadai. Situasi seperti ini dapat dipahami sebagai dampak dari transisi politik yang kerap terjadi di suatu negara berkembang.
Terkait dengan masa transisi demokrasi, maka dengan meminjam Samuel Huntington, dalam The Third Wave: Democratization in the Late Twentieth Century (1991), mengatakan bahwa masa transisi demokrasi memang menyakitkan.
Ditegaskan juga bahwa membangun demokrasi tidak saja membangun lembaga-lembaga atau struktur politik, tetapi juga membangun budaya politik yang beradab. Bahkan tidak mustahil, transisi politik dapat mengakibatkan perang saudara, seperti di Suriah, setelah "musim semi" di Timur Tengah pada tahun 2011.
Sehubungan dengan hal itu, J.Kristiadi (2019), mengatakan bahwa menjelang tutup tahun 2019, telah muncul titik terang yang menerangi redupnya semangat melakukan penataan kehidupan bersama.
Kegembiraan dan Harapan tersebut adalah tekad Presiden Joko Widodo menerbitkan Undang-Undang "sapu jagat", Omnisbus Law. Prioritasnya adalah penataan aturan bidang ekonomi, khususnya memangkas dan menyempurnakan regulasi yang menghambat investasi serta perpajakan.
Kebijakan ini menjadi amat penting, karena politik dan demokrasi tanpa peningkatan kesejahteraan rakyat akan semakin kehilangan maknanya.
Sebagaimana diketahui bahwa pemilihan Presiden dan Pemberantasan Korupsi merupakan isu paling melekat dalam memori publik pada tahun 2019. Sedangkan menjaga kualitas demokrasi dan memperkuat komitmen antikorupsi akan menjadi dua agenda panggung politik Indonesia ke depan, paling tidak ketika memasuki tahun 2020.
Jejak pendapat Kompas pada Minggu yang lalu juga telah menegaskan bahwa stabilitas politik di Tanah Air relatif positif dan kondusif. Dikatakan demikian karena, 64,9 % masyarakat mempunyai persepsi yang positif terhadap kondisi politik di Tanah Air, meski tensi politik nasional sempat naik ketika terjadi penolakan selama dua hari hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Namun demikian, situasi politik menjadi relatif stabil setelah Joko Widodo dan Ma'ruf Amin dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden 2019-2024 pada tanggal 20 Oktober 2019.
Kemudian, situasi politik nasional dinilai menjadi semakin kondusif ketika Partai Gerindra bergabung sebagai partai pendukung pemerintah dan politisinya menduduki dua kursi menteri pada Kabinet Indonesia Maju.