Mohon tunggu...
Goresan Pena
Goresan Pena Mohon Tunggu... -

Salam kenal Semua

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Anak yang Malang Itu Meregang Nyawa Kala Fajar Menyingsing

2 Mei 2011   11:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:09 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Penjualan buku dua bulan ini kurang bagus. Bagaimana kalau kita sudahi saja penjualan buku? Rak-rak buku itu bisa kita ganti dengan meja kursi untuk pengunjung café. Itu pasti lebih menguntungkan,” keluh si lelaki.

“Berhenti jualan buku? Tidak, John. Aku tidak mau. Bukankah itu bagian dari idealismeku yang kita sepakati bersama. Café ini bukan sekedar tempat menghibur diri tapi mencedaskan juga,” si perempuan bersungut tidak setuju.

“Tapi fakta bicara lain, Alin. Buku-buku itu hanya nenenuhi café kita,” kali ini si lelaki coba meyakinkan si perempuan dengan mengatupkan kedua tangannya di pipi si perempuan. Didekatkan muka si lelaki pada muka si perempuan.

“Kita mesti bersabar, sayang.” Si perempuan tak mau kalah. Di dekatkan bibirnya dengan bibir si lelaki. Matanya mengerjap menggoda. Si lelaki menahan nafas. Bibir mereka sudah tak berjarak. Maka, terjadi lah apa yang diinginkan si perempuan dan si lelaki, di ruangan dengan penerangan yang minimalis itu.

Aku ketuk saja pintu ruangan. Mereka tergeragap. Buru-buru membetulkan letak pakaian. Ketika pintu dibuka si lelaki tak mendapati siapa-siapa. Berdiri bulu roma keduanya. Mereka semakin bergidik saat pintu sudah menganga terbuka ketukan masih terdengar.

Aku terkekeh-kekeh meninggalkan lelaki dan perempuan yang ketakutan itu. Kini aku telah sampai di parkiran café. Mahasiswi berleher jenjang yang tadi berdebat tentang tuhan telah bersiap di mobilnya. Tiba-tiba mahasiswa berambut kribo lawan berdebatnya menghampiri. “Jalan pulangmu melawati kos-ku, bisakah aku menumpang mobil yang cantik ini?” Tanya mahasiswa berambut kribo. Ia lempar senyum termanisnya.

“E…Masuk lah!”

Mobil melaju membelah jalanan kota yang basah. Aku duduk di jok belakang mobil itu. Dua orang yang tadi sengit berdebat kini terlihat hangat menikmati lagu-lagu jazz yang diputar dalam mobil. Tanpa terasa kepalaku mengangguk-angguk mengikuti nada-nada syahdu yang menelusup ruang dengarku.

Sampai di kos. Tak disangka mahasiswa berambut kribo merayu mahasiswi berleher jenjang.

“Hujan makin deras. Tak baik mengemudi dalam cuaca seburuk ini. Mampirlah di kos-ku,” tawar mahasiswa berambut kribo dengan jantung berdegup kencang.

“Em..boleh deh.” Mahasiswi berleher jenjang menjawab dingin, sedingin udara malam itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun