Aksi 1000 lilin untuk Pak Ahok sudah terkenal hari-hari ini.Aksi ini muncul dari inisiatif warga Indonesia di berbagai daerah. Sayangnya, aksi ini menuai polemik. Aksi seperti ini rupanya belum jadi primadona di negeri ini. Suasana ramai sekaligus penolakan menunjukkan bahwa aksi 1000 lilin tidak serta merta menjadi wadah penyampaian pendapat.
Di Eropa, aksi 1000 lilin seperti ini juga ada. Gemparnya sama persis seperti di Indonesia. Muncul atas inisiatif pribadi dan kelompok. Tersebar di beberapa kota dan juga negara. Lihat misalnya Italia, Jerman, Spanyol, dan Prancis. ย
Beda dengan di Indonesia, aksi 1000 lilin di Eropa bertujuan untuk menyampaikan pesan damai. Pesan ini memang ada dalam aksi di Indonesia. Tetapi, bukan damai yang didapat oleh peserta. Di beberapa kota (Makasar dan Medan), malah terjadi penolakan. Ini berarti, perjuangan untuk mencapai suasana damai ini masih panjang untuk Indonesia.
Perjuangan seperti ini menjadi tugas bangsa Eropa juga. Panjangnya perjuangan ini disimbolkan dengan aksi aksi jalan kaki (la Caravana) dari Italia ke Spanyol.Jaraknya panjang dan menghabiskan beberapa hari, minggu, bahkan mungkin bulan. Aksi ini mirip dengan aksi 1000 lilin di Indonesia karena membawa pesan damai dan persaudaraan. ย
Seperti aksi jalan kaki ini, suasana damai tidak bisa diciptakan dengan jalan singkat. Damai mesti ditempuh dengan jalan panjang. Damai tidak cukup dicapai dengan dialog (singkat) seperti kata Wakil Ketua DPR Indonesia Fahri Hamzah. Pak Fahri sudah merasakan bagaimana sulitnya masuk kota Manado untuk melakukan beberapa aktivitas.
Italia tidak akan melupakan peristiwa ini. Orang Italia terbiasa melihat peristiwa serupa saat ini. Melihat situasi perang Siria dalam 6 tahun belakangan ini membuat orang Italia membuka mata dan hati terhadap sejarah mereka. Bagi orang Italia, sejarah mesti menjadi refleksi bagi masa sekarang. Mereka menganggap sejarah sebagai lebih dari sebuah pelajaran SD yang sekali dihafal lalu dilupakan. Corak ini juga yang menggerakkan orang Italia dalam aksi jalan kaki ini.
Orang-orang di 6 kota (Asti, Busto Arsizio, Bari, Padova, ParmadanRavenna) di Italia turut ambil bagian dalam aksi ini. Mereka dengan senang hati membuat simbol atas peristiwa yang terjadi di kota Guernica, di wilayah Basque Country, Spanyol bagian Selatan. Mereka ingat, kota Guernica saat itu betul-betul hancur lebur. Dalam kehancuran itu, tidak ada rasa damai. Bahkan mungkin tidak bisa untuk bersedih. Kata stres berat mungkin tepat untuk menggambarkan keadaan mereka yang selamat dari peristiwa itu.
Tepat 80 tahun yang lalu bom yang dikirim oleh pasukan perang Italia dan Jerman meledak di kota Guernica. Bom itu membunuh ratusan manusia, laki-laki, perempuan, dan anak-anak. Suasana yang betul-betul mengerikan dari sudut pandang kita saat ini. Saat itu mungkin ini hal biasa karena aksi perang berlangsung di mana-mana. Tetapi saat ini, kiranya itu mengerikan. Mengutip pernyataan Paus Fransiskus dalam homilinya minggu lalu, peristiwa sejarah mengerikan semacam ini membuat kita sadar akan buruknya keadaan saat itu. Jika saat ituโkata Pausโkejahatan seperti ini belum dinilai sebagai kejahatan besar, saat ini kita mesti menilainya sebagai kejahatan kemanusiaan yang amat besar.
Pasukan Italia dan Jerman saat itu, kiranya tidak mengindahkan kedua pesan ini. Misi mereka hanya satu yakni melawan Jenderal Francisco Franco (1892-1975). Francisco adalah dikator Spanyol yang berkuasa selama 36 tahun (1939-1975). Dia mengambil alih kekuasaan setelah memenangkan perang sipil di Spanyol pada 1939. Kekuasaannya sering dikenal dengan rezim franchismo atau falangismo. Kedua paham ini masih terkait dengan gerakan fascismo di Italia.
Selama menjadi penguasa, Francisco memegang beberapa peran penting antara lain menjadi Kepala Negara Spanyol selama 8 tahun (1/4/1939 โ 31/3/1947), Kepala Raja di Kerajaan Spanyol selama 28 tahun (31/3/1947 โ 20/10/1975), jabatan yang ia bawa sampai akhir hayatnya. Tidak puas dengan kekuasaan di 2 pos ini, dia juga pernah menjadi Kepala Pemerintahan selama 34 tahun (5/2/1939 โ 8/6/1973).
Perang yang berlangsung 3 tahun ini justru menjadi akhir hidup bagi ratusan warga di kota Guernica. Perang ini terjadi antara kelompok nasionalis (nacionales-Spanyol) dan kelompok republik (republicanos) yang setia pada pemerintah. Jenderal Francisco yang menjadi bagian dari kelompok nasionalis akhirnya menang.
Kemenangan ini bukan saja menjadi kekalahan bagi kelompok republik. Kemenangan ini mnandai mulainya zaman kedikatoran dari Jenderal Francisco. Dia menerapkan ideologinya berdasarkan semangat fasisme di Italia. Dan dengan ideologi ini dia mendapat bantuan dari pasukan fascismo Italia dan pasukan nazi Jerman. Dua kelompok inilah yang membantunya termasuk menghancurkan kota Guernica.
Dari peristiwa ini muncul pelajaran bagi kita: perang tidak akan pernah jadi solusi dari sebuah masalah. Pelajaran inilah yang mau disampaikan oleh kelompok La Carovana dalam aksi jalan kaki ini. Gerakan Rete di Cooperazione educativa-Cโรจ speranza se accade@ berada di balik aksi ini. Gerakan ini sudah berusaha untuk menyukseskan acara ini sejak 2015 yang lalu.
Sejak saat itu, Gerakan ini mengajak sekitar 8000 pelajar di banyak sekolah di Italia untuk mempromosikan pesan perdamaian ini. Mereka berdiskusi, membicarakan, melukiskan perang di dalam pelajaran sekolah. Diskusi ini bertujuan agar mereka memahami dan berusaha melampaui kekejaman perang itu. Pada akhirnya, mereka juga membuat tulisan atau buah pikiran, atau juga lukisan di sekitar lingkungan mereka untuk menyampaikan pesan damai, menolak perang dan aksi kekerasan.
Mereka kiranya paham bahwa Perang Sipil di Spanyol ini amat kejam. Mereka tidak sendiri. Pelukis kondang dari Spanyol Pablo Picasso pada 1937 juga membuat sebuah lukisan tentang peristiwa ini. Picasso adalah pelukis dan pemahat terkenal yang namanya sudah mendunia. Dia juga tidak tinggal diam dengan aksi kejam di negerinya ini.
Melalui lukisannya itu, pelukis yang lahir di kota Malaga-Spanyol pada 25 ottobre 1881 ini melukiskan drama perang ini. Picasso memang meninggal di Mougins-Prancis pada 8 aprile 1973, tetapi ingatannya akan perang ini amat tajam. Ia hidup pada masa perang ini. Itulah sebabnya, lukisannya juga menggambarkan situasi chaos pada saat itu.
Picasso melukiskan Kuda itu di bawah sebuah lampu pelita. Lampu itu melambangkan ketenangan keluarga Spanyol yang akhirnya terusik oleh prang sipil itu. Kuda itu memang pada akirnya tidak tenang. Kuda itu dibagi-bagikan menurut bagiannya seperti rakyat Spanyol yang terpecah-pecah.
Suasana tenang ini kiranya menjadi kerinduan kita di Indonesia ini. Inilah ciri khas bangsa kita. Maka, mari kita jauhkan gambaran serpihan dan perpecahan seperti dalam lukisan Picasso. Aksi 1000 lilin bukan untuk memecah tetapi sekadar tanda solidaritas dan penyampaian pendapat saja.
Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, didengar, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.
PRM, 15/5/2017
Gordi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H