Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita è bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aksi 1000 Lilin ala Eropa

15 Mei 2017   06:29 Diperbarui: 15 Mei 2017   13:10 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aksi 1000 lilin untuk Pak Ahok sudah terkenal hari-hari ini.Aksi ini muncul dari inisiatif warga Indonesia di berbagai daerah. Sayangnya, aksi ini menuai polemik. Aksi seperti ini rupanya belum jadi primadona di negeri ini. Suasana ramai sekaligus penolakan menunjukkan bahwa aksi 1000 lilin tidak serta merta menjadi wadah penyampaian pendapat.

Di Eropa, aksi 1000 lilin seperti ini juga ada. Gemparnya sama persis seperti di Indonesia. Muncul atas inisiatif pribadi dan kelompok. Tersebar di beberapa kota dan juga negara. Lihat misalnya Italia, Jerman, Spanyol, dan Prancis.  

Beda dengan di Indonesia, aksi 1000 lilin di Eropa bertujuan untuk menyampaikan pesan damai. Pesan ini memang ada dalam aksi di Indonesia. Tetapi, bukan damai yang didapat oleh peserta. Di beberapa kota (Makasar dan Medan), malah terjadi penolakan. Ini berarti, perjuangan untuk mencapai suasana damai ini masih panjang untuk Indonesia.

Perjuangan seperti ini menjadi tugas bangsa Eropa juga. Panjangnya perjuangan ini disimbolkan dengan aksi aksi jalan kaki (la Caravana) dari Italia ke Spanyol.Jaraknya panjang dan menghabiskan beberapa hari, minggu, bahkan mungkin bulan. Aksi ini mirip dengan aksi 1000 lilin di Indonesia karena membawa pesan damai dan persaudaraan.  

Seperti aksi jalan kaki ini, suasana damai tidak bisa diciptakan dengan jalan singkat. Damai mesti ditempuh dengan jalan panjang. Damai tidak cukup dicapai dengan dialog (singkat) seperti kata Wakil Ketua DPR Indonesia Fahri Hamzah. Pak Fahri sudah merasakan bagaimana sulitnya masuk kota Manado untuk melakukan beberapa aktivitas.

Lukisan Guernica dari Picasso, FOTO: pinterest.com
Lukisan Guernica dari Picasso, FOTO: pinterest.com
Seperti penolakan terhadap Pak Fahri, perjalanan panjang di Eropa ini juga bertujuan untuk mengingat peristiwa nas yang terjadi 80 tahun (26 April 1937) yang lalu. Saat itu, bentrokan terjadi di mana-mana. Tidak seperti peristiwa penolakan di Manado, peristiwa nas ini diperankan oleh 3 negara kuat saat itu yakni Italia, Jerman, dan Spanyol.

Italia tidak akan melupakan peristiwa ini. Orang Italia terbiasa melihat peristiwa serupa saat ini. Melihat situasi perang Siria dalam 6 tahun belakangan ini membuat orang Italia membuka mata dan hati terhadap sejarah mereka. Bagi orang Italia, sejarah mesti menjadi refleksi bagi masa sekarang. Mereka menganggap sejarah sebagai lebih dari sebuah pelajaran SD yang sekali dihafal lalu dilupakan. Corak ini juga yang menggerakkan orang Italia dalam aksi jalan kaki ini.

Orang-orang di 6 kota (Asti, Busto Arsizio, Bari, Padova, ParmadanRavenna) di Italia turut ambil bagian dalam aksi ini. Mereka dengan senang hati membuat simbol atas peristiwa yang terjadi di kota Guernica, di wilayah Basque Country, Spanyol bagian Selatan. Mereka ingat, kota Guernica saat itu betul-betul hancur lebur. Dalam kehancuran itu, tidak ada rasa damai. Bahkan mungkin tidak bisa untuk bersedih. Kata stres berat mungkin tepat untuk menggambarkan keadaan mereka yang selamat dari peristiwa itu.

Tepat 80 tahun yang lalu bom yang dikirim oleh pasukan perang Italia dan Jerman meledak di kota Guernica. Bom itu membunuh ratusan manusia, laki-laki, perempuan, dan anak-anak. Suasana yang betul-betul mengerikan dari sudut pandang kita saat ini. Saat itu mungkin ini hal biasa karena aksi perang berlangsung di mana-mana. Tetapi saat ini, kiranya itu mengerikan. Mengutip pernyataan Paus Fransiskus dalam homilinya minggu lalu, peristiwa sejarah mengerikan semacam ini membuat kita sadar akan buruknya keadaan saat itu. Jika saat itu—kata Paus—kejahatan seperti ini belum dinilai sebagai kejahatan besar, saat ini kita mesti menilainya sebagai kejahatan kemanusiaan yang amat besar.

Lukisan Guernica, FOTO: artribune.com
Lukisan Guernica, FOTO: artribune.com
Tampaknya para peserta aksi jalan kaki la Carovana paham akan hal ini. Mereka kiranya sadar bahwa betapa jahatnya aksi pasukan Italia dan Jerman saat itu. Aksi ini pun mau dilawan dengan pesan damai dan persaudaraan. Dalam perjalanan ini, kedua pesan ini akan menjadi gemaan harian.

Pasukan Italia dan Jerman saat itu, kiranya tidak mengindahkan kedua pesan ini. Misi mereka hanya satu yakni melawan Jenderal Francisco Franco (1892-1975). Francisco adalah dikator Spanyol yang berkuasa selama 36 tahun (1939-1975). Dia mengambil alih kekuasaan setelah memenangkan perang sipil di Spanyol pada 1939. Kekuasaannya sering dikenal dengan rezim franchismo atau falangismo. Kedua paham ini masih terkait dengan gerakan fascismo di Italia.

Selama menjadi penguasa, Francisco memegang beberapa peran penting antara lain menjadi Kepala Negara Spanyol selama 8 tahun (1/4/1939 – 31/3/1947), Kepala Raja di Kerajaan Spanyol selama 28 tahun (31/3/1947 – 20/10/1975), jabatan yang ia bawa sampai akhir hayatnya. Tidak puas dengan kekuasaan di 2 pos ini, dia juga pernah menjadi Kepala Pemerintahan selama 34 tahun (5/2/1939 – 8/6/1973).

Jenderal Francisco Franco, FOTO: fotolibra.com
Jenderal Francisco Franco, FOTO: fotolibra.com
Jenderal Francisco memang terkenal dengan kehebatannya baik dalam perang maupun dalam berpolitik. Intriknya ini menjadi bumbu mulusnya karier politik dan militernya. Meski licik, Jenderal Francisco sebenarnya tidak bisa melindungi warganya dari serangan lawan. Ia memang pada akhirnya menang dalam Perang Sipil (17 Juli 1936 – 1 Aprile 1939) ini.

Perang yang berlangsung 3 tahun ini justru menjadi akhir hidup bagi ratusan warga di kota Guernica. Perang ini terjadi antara kelompok nasionalis (nacionales-Spanyol) dan kelompok republik (republicanos) yang setia pada pemerintah. Jenderal Francisco yang menjadi bagian dari kelompok nasionalis akhirnya menang.

Kemenangan ini bukan saja menjadi kekalahan bagi kelompok republik. Kemenangan ini mnandai mulainya zaman kedikatoran dari Jenderal Francisco. Dia menerapkan ideologinya berdasarkan semangat fasisme di Italia. Dan dengan ideologi ini dia mendapat bantuan dari pasukan fascismo Italia dan pasukan nazi Jerman. Dua kelompok inilah yang membantunya termasuk menghancurkan kota Guernica.

Dari peristiwa ini muncul pelajaran bagi kita: perang tidak akan pernah jadi solusi dari sebuah masalah. Pelajaran inilah yang mau disampaikan oleh kelompok La Carovana dalam aksi jalan kaki ini. Gerakan Rete di Cooperazione educativa-C’è speranza se accade@ berada di balik aksi ini. Gerakan ini sudah berusaha untuk menyukseskan acara ini sejak 2015 yang lalu.

Sejak saat itu, Gerakan ini mengajak sekitar 8000 pelajar di banyak sekolah di Italia untuk mempromosikan pesan perdamaian ini. Mereka berdiskusi, membicarakan, melukiskan perang di dalam pelajaran sekolah. Diskusi ini bertujuan agar mereka memahami dan berusaha melampaui kekejaman perang itu. Pada akhirnya, mereka juga membuat tulisan atau buah pikiran, atau juga lukisan di sekitar lingkungan mereka untuk menyampaikan pesan damai, menolak perang dan aksi kekerasan.

Mereka kiranya paham bahwa Perang Sipil di Spanyol ini amat kejam. Mereka tidak sendiri. Pelukis kondang dari Spanyol Pablo Picasso pada 1937 juga membuat sebuah lukisan tentang peristiwa ini. Picasso adalah pelukis dan pemahat terkenal yang namanya sudah mendunia. Dia juga tidak tinggal diam dengan aksi kejam di negerinya ini.

Melalui lukisannya itu, pelukis yang lahir di kota Malaga-Spanyol pada 25 ottobre 1881 ini melukiskan drama perang ini. Picasso memang meninggal di Mougins-Prancis pada 8 aprile 1973, tetapi ingatannya akan perang ini amat tajam. Ia hidup pada masa perang ini. Itulah sebabnya, lukisannya juga menggambarkan situasi chaos pada saat itu.

Guernica, FOTO: pinterest.com
Guernica, FOTO: pinterest.com
Lukisannya yang berjudul Guernica ini ia buat di Prancis kini disimpan di Museo Reina Sofia,di kotaMadrid.Lukisan ini berukuran besar dan berupa lukisan dinding. Di tengah suasana chaos itu, Picasso meletakkan gambar Kuda. Kuda adalah simbol kekuatan dalam perang. Dengan Kuda, kepala pasukan bisa bergerak ke mana-mana. Dan, dengan Kuda juga ia berlari menghindari musuh. Di atas Kuda juga, kepala pasukan bisa mati.

Picasso melukiskan Kuda itu di bawah sebuah lampu pelita. Lampu itu melambangkan ketenangan keluarga Spanyol yang akhirnya terusik oleh prang sipil itu. Kuda itu memang pada akirnya tidak tenang. Kuda itu dibagi-bagikan menurut bagiannya seperti rakyat Spanyol yang terpecah-pecah.

Suasana tenang ini kiranya menjadi kerinduan kita di Indonesia ini. Inilah ciri khas bangsa kita. Maka, mari kita jauhkan gambaran serpihan dan perpecahan seperti dalam lukisan Picasso. Aksi 1000 lilin bukan untuk memecah tetapi sekadar tanda solidaritas dan penyampaian pendapat saja.

Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, didengar, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.

PRM, 15/5/2017

Gordi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun