Jarak yang jauh (2000 tahun) antara keduanya seolah-olah menjadi dekat. Peristiwa yang lama itu seolah-olah baru terjadi kemarin. Ini terjadi karenaโtegas Pastor Cantalamessaโsejarah kehidupan kita tidak lepas dari penderitaan dan tangisan karena kekejaman dunia. Kekejaman ini juga yang selalu dikenang setiap kali kita mengadakan upacara Jalan Salib pada setiap Jumat Agung dalam tradisi Gereja Katolik.
Di balik sisa bangunan kuno di Koloseo Roma, kekejaman yang dialami Yesus itu terus direfleksikan dan dikenangkan. Paus Fransiskus berada di tempat ini untuk kesekian kalinya sejak 2013 yang lalu. Perayaan Jalan Salib di Koloseo Roma ini memang punya sejarah yang menarik sesuai perjalanan pastoral dari beberapa Paus dalam Gereja Katolik Roma.
Dalam perjalanan selanjutnya, tradisi Jalan Salib di Koloseo ini mengalami pasang surut. Dari tahun 1750, tradisi ini berjalan sampai pada masa persatuan Italia atau dikenal sebagai lโUnitร dellโItalia (17 Maret 1861). Usia tradisi ini lebih dari 1 abad. Munculnya persatuan Italia ini rupanya mengaburkan tradisi Jalan Salib. Salib yang dipasang dan ke-14 pemberhentian yang sudah terpaku di kompleks Koloseo pun ikut hilang jejaknya. Salib dibawa kembali ke dalam Vatikan sebab sejak saat itu, para Paus juga melanjutkan tradisi Jalan Salib dalam lingkungan negara Vatikan.
Tradisi Jalan salib di Koloseo muncul lagi pada zaman Paus Yohanes XXIII, tepatnya pada 1959. Sayang, tradisi ini bak bunga di musim panas, cepat layu. Hanya beberapa tahun saja lalu hilang lagi. Paus Paulus VI pada 1965 menghidupkan kembali tradisi yang sempat padam ini. Pada tahun yang sama, acara Jalan Salib pun mulai disiarkan melalui program eurovisionedari RAI Italia. Program ini dikembangkan sayapnya dengan mondivisione pada tahun 1977. Sejak saat ini, dunia pun bisa menikmati tradisi ini melalui layar kaca yang tersebar di berbagai penjuru.
Dengan siaran ini, tradisi Jalan Salib ini pun mulai dikenal oleh banyak orang. Para partisipan pun ikut bertambah. Bukan terbatas pada warga Roma dan Italia tetapi juga para turis dari berbagai negara. Dengan situasi ini, Paus Yohanes Paulus II menyadari bahwa penulis meditasi pun hendaknya dipercayakan kepada berbagai kalangan.
Dari pilihan ini, bisa dilihat bahwa tradisi Jalan Salib ini mengalami perkembangan yang amat bagus. Munculnya berbagai tokoh yang menulis meditasi membuat upacara Jalan Salib ini menjadi milik semua orang. Seperti Koloseo Roma yang terbuka bagi semua orang, upacara Jalan Salib ini pun tidak tertutup hanya untuk negara Vatikan saja. Yesus dulu menghidupi poenderitaannya di Yerusalem dan sekitarnya. Saat ini, penderitaan Yesus itu dipindahkan di berbagai tempat termasuk di Koloseo Roma. Dengan tradisi Jalan Salib ini, Yesus pun tampak seperti disalibkan di Koloseo Roma.
Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, didengar, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.
PRM, 15/4/2017
Gordi