Dengan dibukannya (kembali) gereja ini, kebanggaan warga Carpi akan identitas sejarah mereka makin bertambah. Identitas sejarah bagi mereka tidak akan terhapus termasuk oleh gempa. Identitas itu mesti menyertai perjalanan hidup mereka. Maka benar yang dikatakn oleh Kardinal Pietro Parolin pada saat itu, โSeperti banyak drama kehidupan lainnya, yang bisa terjadi kapan saja dalam masyarakat kita, termasuk korban dan kesedihannya, gempa bumi bukanlah kata akhir.โ (Avvenire1/4/2017)
Kardinal yang menjabat sebagai Sekretaris Negara Vatikan ini memang datang untuk meresmikan dibukannya kembali gereja Katedral ini. Seperti diingatkan Parolin, proses restrukturasinya memakan waktu lama. Dalam waktu yang panjang itu, banyak orang memberikan kontribusinya. Parolin mengatakan bahwa pada saat-saat di mana kehidupan kita disentuh, banyak orang bisa tergerak untuk saling bantu. Di sinilah rasa solidaritas itu terbentuk dan menjadi nyata. Solidaritas itu akan menjadi jembatan kehidupan yang kokoh.
Jembatan ini kiranya amat penting bagi kehidupan warga Carpi. Parolin memang menyadari arti penting dari jembatan ini. Parolin melihat Gereja Katedral ini sebagai โjembatan dialog antara banyak identitas sosial, karena setiap orangโdengan peran dan usahanyaโmemberikan sesuatu yang berharga untuk kebaikan bersama.โ Peresmian ini menjadi jendela bagi terwujudnya proses rekonstruksi bagi gedung gereja dan pusat studi lainnya.
Betapa besar kiranya kegembiraan warga Carpi setelah bangkit dari kelumpuhan akibat gempa ini. Rasa itu akan kembali makin besar dengan kehadiran Paus Fransiskus hari ini. Paus dalam program kunjungannya akan menyapa semua warga yang menjadi korban gempa ini. Paus akan mengadakan Misa bersama umat di Piazza Martiri, alun-alun kota yang besar di kota Carpi. Lalu, akan ada dialog dengan banyak warga Carpi, pertemuan dengan anak-anak yang akan menerima Sakramen Krisma, pertemuan dengan para Rohaniwan dan Biarawan-Biarawati, makan siang bersama para siswa dan mahasiswa seminari bersama para Uskup di Emilia Romagna, dan terakhir akan berkunjung ke Desa Mirandola.
Kunjungan yang beraura kekeluargaanโseperti ditegaskan Monsinyur Cavinaโini memang menjadi momen indah juga bagi warga Mirandola. Di desa ini jumlah korbannya banyak (28 orang). Jangan heran jika kesedihan mereka amat besar. Kesedihan ini memang bukan kata akhir. Kesedihan ini bisa juga menjadi bintang kebangkian baru. Bintang inilah yang dibuat oleh warga Desa Mirandola pada 27 Mei tahun 2016 yang lalu.
โSaya selalu berusaha untuk menjadi pribadi yang optimis, meski saat itu rasanya sulit sekali, apalagi tepat setelah bapak saya meninggal, kata Andrea. Andrea kehilangan putranya Enea akibat tertimbun puing gedung toko mereka saat gempa itu (Avvenire 1/4/2017). Rasa optimis iniโbagi Andreโadalah keinginan yang ia ingin hidupi termasuk melalui tanda bintang itu. Bencana alam bagi Andre bukan lagi sebagai tanda akhir dari sebuah kehidupan tetapi sebagai awal dari kehidupan baru di mana tidak akan ada lagi kehidupan yang akan dicabut. Kehidupan ini adalah kehidupan kekal karena tidak akan ada lagi yang namanya kematian.
Bintang inilah yang akan diperlihatkan oleh warga Mirandola kepada Paus Fransiskus dalam kunjungan kali ini. Dengan bintang ini, mereka akan menunjukkan kepada Paus bahwa, gempa bumi bukanlah kata akhir tetapi tanda awal dari sebuah kehidupan baru. Betapa besar hararapan warga Carpi ini. Semoga dengan kunjungan Paus ini, harapan itu benar-benar terus menjadi bintang yang selalu bersinar.
Bintang ini mestinya menjadi milik warga Indonesia yang terkenal sebagai negeri gempa bumi itu. Mampukah kita bangkit seperti warga Carpi yang tetap optimis walau sempat lumpuh didera gempa bumi?
Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, didengar, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.