Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita è bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Gaung Safer Internet Day 2017 di Kalangan Remaja Italia

9 Februari 2017   20:40 Diperbarui: 10 Februari 2017   03:24 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kenalilah identitas kita di dunia maya FOTO: saferinternet.org.uk

Akibat dari pendapat ini, masih banyak anak dan remaja di Italia yang belum tahu syarat menjadi penjelajah di dunia maya. Aturan tentang batas umur masih diabaikan. Masih ada kasus penipuan umur anak. Polisi dan beberapa lembaga lainnya masih menyusun peraturan agar aturan diterapkan dengan baik. Harapannya, tidak ada lagi yang memanipulasi umur anak saat masuk dan membuat akun di dunia maya.

Di Italia, masih jelas peraturan tentang berselancar di dunia maya. Batas bawah umur adalah 14 tahun. Jadi, anak-anak yang belum genap 14 tahun, tidak diperkenankan menjelajah di internet.

Hadirnya berbagai jenis teknologi canggih dan mudah dipakai saat ini membuat godaan untuk mengabaikan peraturan ini makin besar. Ponsel pintar misalnya mudah didapatkan. Orang tua pun tak segan-segan memberikan hadiah pada anak-anak 13 tahun ke bawah. Masalah ini masih diperparah lagi dengan ketidaktahuan orang tua dalam mendidik anak-anak mereka berselancar di dunia maya.

Jadilah Pembaru FOTO: saferinternet.org.uk
Jadilah Pembaru FOTO: saferinternet.org.uk
Situasi ini membuat korban cyberbullismo pada anak-anak di bawah umur makin besar. Menurut pihak kepolisian Italia la Polizia postale jumlah kasus yang terjadi pada 2016 yang lalu sebanyak 235. Sebagian besar korbannya adalah para remaja. Bahkan, 31 orang di antaranya masih berusia anak-anak.

Kejadian ini di satu sisi menjadi dampak dari ketidaktahuan orang tua. Menurut pihak kepolisian, sekitar 81% orang tua mempunyai pengetahuan yang minim tentang relasi anak dan dunia maya. Sementara dari pihak sekolah juga ada kesulitan. Sekitar 49% kepala sekolah mengatakan sulit mengawasi pergerakan anak-anak didik mereka di dunia maya.

Banyaknya kasus ini tentu membuat banyak pihak menjadi resah dan gelisah. Agar keluar dari rasa ini, mereka pun membuat satu solusi baru berupa program un nodo blu atau simpul baru. Program ini resmi berlaku sejak 7 Februari kemarin. Dengan adanya simpul ini, orang tua, sekolah, dan kepolisian bisa bersatu mengawasi anak-anak di dunia maya.

Jauh sebelum Nodo blu sebenarnya sudah ada program lainnya. Di salah satu sekolah menengah atas Istituto tecnico Galilei-Costa di Lecce (Italia Selatan), lahir program MaBasta akronim dari Movimento anti Bullismo animato da studenti adolescenti (gerakan anti bulying yang diprakarsai oleh siswa-i SMA).

Program ini sudah berkembang bahkan di halaman facebook sudah ada 23 ribu jumlah like. Karena banyaknya siswa dan orang tua yang berbagi di halaman facebook ini, pihak sekolah pun membuat situs web Sbam, Stop Bullying Adopt Music. Situs yang dikelola oleh pelajar SMA bersama guru mereka ini dikunjungi banyak orang. Sekitar 80 sekolah pernah masuk dan berbagi cerita di sini. Saat ini, program ini pun bukan saja sebatas di facebook dan situs tetapi lahir juga dalam bentuk start up. Lahirnya media terakhir ini menjadi bukti bahwa program ini mesti berkembang sesuai keadaan pelajar saat ini.

Anak-anak belum cukup umur FOTO: saferinternet.org.uk
Anak-anak belum cukup umur FOTO: saferinternet.org.uk
Dunia maya makin maju, tantangannya juga makin besar. Bagi yang berpengetahuan cukup tentang dunia maya, tidak ada masalah berarti. Sedangkan bagi yang gagap tekonologi, dunia maya justru menjadi momok yang menakutkan serta membahayakan.

Isu-isu ‘hoax’ di Indonesia bisa jadi terjadi sebagai salah satu akibat dari kekurangpahaman warga dalam berinteraksi di dunia maya. Pendapat ini tidak menghapus pendapat lain yang mengatakan isu ‘hoax’ lahir dari kurangnya kepekaan literasi warga. Ini juga kiranya menjadi satu masukan.

Sayangnya Indonesia belum mempunyai penelitian yang serius tentang isu-isu semacam ini. Keadaan ini juga melahirkan situasi sensitif akan satu perubahan di dunia maya. Bahkan, tak jarang bahaya radikalisme yang tertutup. Sebaiknya warga Indonesia paham tentang perkembangan dunia maya dengan baik. Dan lebih penting lagi, bukan soal paham tetapi mesti beretika dengan baik juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun