Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita è bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Kecenderungan (Buruk) Para Remaja Italia Saat Ini

5 Februari 2017   06:58 Diperbarui: 6 Februari 2017   05:17 1150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kecenderungan buruk remaja FOTO: meteoweb.eu

Masalah merokok kini menjadi bahaya serius. Bukan saja karena jumlah penyakit makin besar tetapi juga karena jumlah perokok bertambah. Bahkan, penambahannya justru pada kalangan remaja.

Remaja di Eropa dan di Italia sedang menghadapi gejala ini. Lembaga peneliti khusus tentang kehidupan remaja Espad (the European School Survey Project on Alcohol and Other Drugs) menaruh perhatian serius pada bidang ini.

Baru-baru ini, Espad mengeluarkan laporannya tentang gejala merokok di kalangan remaja Eropa. Dari sekitar 96.000 siswa di 35 negara Eropa yang diteliti, sebagian besarnya pernah merokok. Di Eropa—menurut Espad—2 dari 3 siswa pernah merokok. Jumlah ini memang tergolong menurun dari penelitian sebelumnya. Turunnya dari 21% ke 12%. Ini berarti, jumlah perokok remaja sebelumnya lebih banyak lagi.

Di Italia, meski ada aturan dilarang merokok untuk siswa di bawah umur 18 tahun, lebih dari setengahnya (58%) pernah merokok. Lagi-lagi, jumlah ini menurun dari jumlah perokok remaja pada 1995 yang lalu (64%). Dibanding dengan negara Eropa lainnya, Italia malah cenderung berlawanan arus.

Masih remaja, sudah mulai merokok FOTO: bukurestifm.ro
Masih remaja, sudah mulai merokok FOTO: bukurestifm.ro
Jumlah ini memang bukan angka tetap. Dalam penelitiannya, Espad melaporkan bahwa, kurang dari ¼ dari perokok remaja adalah perokok baru atau ‘fumatore corrente’. Artinya, mereka baru saja mulai merokok. Munculnya para perokok baru ini membuat peneliti makin kaget. Mereka kok masih mau merokok padahal jumlah korban merokok makin besar. Merokok sering menjadi penyebab tumor di bagian jantung—menurut Estad—dan penyakit lainnya seperti masalah di bagian gigi dan penuaan pada rambut dan bulu-bulu tubuh.

Masalah ini bukan hal baru sebenarnya. Para ahli sudah mulai menemukan gejala ini sejak abad yang lalu. Saat itu juga, di Italia sudah gencar larangan merokok. Bahkan, setiap perusahaan rokok wajib melabeli tulisan ‘Merokok bisa Membunuh’ dalam setiap bungkusan. Iklan-iklan untuk promosi rokok pun diperketat.

PBB melalui lembaga bidang kesehatannya—dalam bahasa Italia disingkat OMS L'Organizzazione mondiale della sanità atau WHO World Health Organization dalam bahasa Inggris—mengusulkan untuk menaikkan harga rokok. Di Norwegia misalnya sebungkus rokok bernilai 13 Euro (Rp 195.000) dan di Iceland sekitar 8 Euro (Rp 120.000).

Harga rokok yang tinggi memang berpengaruh pada jumlah perokok. Jumlah perokok remaja di Norwegia pun tergolong sedikit untuk Eropa, berada di urutan kedua dari terakhir.

Menarik melihat sejarah jumlah perokok di Italia. Pada tahun 40’an sampai 50’an, gejala merokok di Italia bukanlah hal tabu. Beda dengan sekarang. Dulu, merokok—kata orang Italia—seperti sebuah cara menyapa saat bertemu. Jika sekarang, menyapa bisa disampaikan lewat gerak tubuh atau bersuara, dulu rupanya dengan merokok bareng. Maka, kesannya pun berbeda. Anda menyapa jika Anda merokok dengan teman Anda.

Cantik dan ganteng tetapi merokok, FOTO: brescia.corriere.it
Cantik dan ganteng tetapi merokok, FOTO: brescia.corriere.it
Selain cara tadi, saat itu juga muncul nasihat kurang bijaksana. Katanya, merokok bisa menurunkan berat badan. Daripada sibuk makan permen penurun berat badan atau mempraktikkan diet tubuh, Anda cukup merokok setiap hari. Anda akan ramping dengan sendirinya. Nasihat kurang bijaksana ini makin terkenal dengan iklan di TV hitam-putih saat itu.

Dari iklan TV pun, gejala merokok seolah-olah menjadi tradisi. Di mana-mana orang merokok: di tempat belanja, stasiun kereta, di bioskop, rumah sakit, ruang tunggu, bar, restoran, dan tempat umum lainnya.

Dari sini, merokok pun menjadi hal biasa. Apalagi para pembawa acara di TV (seperti MC) juga membaca berita sambil merokok. Gejala ini juga membenamkan istilah perokok pasif yang kita kenal saat ini. Istilah ini tidak ada dalam kamus pikiran mereka saat itu. Wong di mana-mana orang merokok. Sebagian besar adalah perokok aktif sehingga tidak perlu muncul istilah perokok pasif.

Menurut penelitian WHO, iklan TV dan film masih menjadi sarana promosi rokok yang ampuh. Di Jerman, 5 dari 6 film yang masuk kategori top ten dari segi jumlah penonton selama 2010-2013 adalah film yang menyelip adegan merokok. Di Prancis sekitar 5 dari 7 film, sedangkan di Italia hampir 100% alias 4 dari 4 film.

Di AS, adegan merokok masih tergolong banyak. WHO menilai adegan ini sebagai cara untuk melampaui pelarangan promosi penjualan tembakau. Bahkan sekitar 44% dari total film Hollywood menyelip adegan merokok. Ini juga termasuk cara untuk menarik penonton.

Yah batang rokok itu, FOTO: greenme.it
Yah batang rokok itu, FOTO: greenme.it
Ada 2 kemungkinan untuk menghindari adegan merokok dalam film seperti ini. Pertama, dengan memberi peringatan kepada penonton misalnya film ini mengandung adegan merokok, dilarang untuk remaja bawah 18 tahun. Kedua, meminta penegasan dari para pembuat film agar menghindari adegan merokok dalam jumlah besar. Atau cukup dengan membuat ritme cepat agar penonton tidak menaruh perhatian yang lebih. Cara kedua ini ditentang oleh para pembuat film lantaran bisa memengaruhi pemasaran film.

Di Italia, cara pencegahan merokok pada kalangan remaja sebenarnya sudah mulai pada belasan tahun lalu. Mulai dari tahun 2005, saat Italia melarang merokok di tempat-tempat umum seperti bar, restoran, dan ruang tunggu. Lalu pada 2008, muncul proyek ‘No smoking, be happy’.

Proyek yang diprakarsai oleh Yayasan ‘Fondazione Veronesi’ dan mendapat dukungan dari Menteri Pendidikan Italia ini ingin mencapai target di kalangan remaja SMP dan SMA. Melalui program ini, para guru wajib menjelasan kepada para siswa tentang bahaya merokok bagi kesehatan mereka dan juga masyarakat sekitar.

Selain itu, ada juga program ‘peer education’ yang menyediakan pendidik khusus seperti psikolog atau konselor. Pendidik ini menjadi semacam ‘dokter untuk penyakit merokok’ bagi kalangan remaja. Remaja yang bermasalah akan berurusan dengannya. Jika setelah bertemu dengan ‘dokter khusus’ ini, tidak ada perubahan, siswa tersebut dianjurkan untuk menggunakan rokok elektrik. Rokok ini hanya berupa asap buatan beraroma zat tertentu. Rokok elektrik ini hanya diizinkan bagi siswa yang tidak bisa berhenti merokok.

Orang tua mesti turun tangan mendidik anaknya, FOTO: acasa.ro
Orang tua mesti turun tangan mendidik anaknya, FOTO: acasa.ro

Aturan pencegahan semacam ini sudah saatnya menjadi rambu bagi para remaja. Namun, cukupkah ini? Dari penelitian di atas, remaja Italia rupanya justru cenderung merokok. Ini berarti mesti ada upaya lain. Orang tua kiranya bisa berpartisipasi dalam bidang ini.

Ini penting bagi kehidupan bersama selanjutnya. Jika saat remaja saja sudah mulai merokok, bukan tidak mungkin jumlah perokok aktif nanti makin besar. Ini berarti jumlah biaya kesehatan dan korban merokok pun bertambah.

Bagaimana dengan Indonesia? Apakah sudah ada peraturan untuk para remaja yang merokok? Semoga pada saatnya, aturan pun mesti dibuat, sebelum terlambat.

Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, didengar, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.

PRM, 5/2/2017

Gordi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun