Tidak berhenti di sini, tindakan anak-anak ini juga berujung pada kewajiban yang harus dipenuhi oleh orang tua mereka, yakni membayar biaya pelanggaran alias โmultaโ masing-masing sebesar 500 euro (sekitar Rp. 4.500.000). Biaya ini terhitung besar untuk kesalahan kecil ini. Tetapi, biaya ini ditetapkan sesuai dengan kerugian dari tindakan itu. Biaya untuk mengembalikan warna semula juga cukup besar.
Di Italia, kesadaran seperti ini masih kuat. Untuk kasus yang baru saja terjadi, orang tua dari keenam anak tidak keberatan. Mereka tidak menolak untuk membayar denda dan merelakan anak-anak mereka diperiksa di Pengadilan Anak. Mereka pun sepenuhnya menyadari kesalahan anak-anak mereka.
Kesadaran seperti ini yang pernah saya dengar dari salah satu orang tua dari anak-anak di Kota Parma. Suatu sore, saya menjumpai sang Mama yang sedang mengantar anak laki-lakinya yang berusia sekitar 16-17 tahun. Rumahnya agak jauh dari tempat kegiatan kami. Setelah dia bertanya tentang berakhirnya kegiatan, dia pamit pulang.
Saat dia kembali untuk menjemput sang anak, saya pun bertanya padanya. Mengapa Anda tidak membiarkan putra Anda pulang bersama temannya, dia sudah besar. Jawabannya mengejutkan saya. Gordiโkatanyaโdia belum cukup umur untuk pulang sendiri. Dia tampak besar fisiknya tetapi secara hukum masih di bawah umur.
โDi bawah umur?โ lanjut saya.
โKalau terjadi sesuatu dalam perjalanan pulang, saya yang kena hukuman dari polisi. Saya akan dinilai tidak bertanggung jawab pada anak saya,โ sambungnya.
Andai orang tua di Indonesia juga memiliki kesadaran seperti ini, betapa indahnya melihat pendidikan yang lengkap, di rumah dan di sekolah. Dengan sistem ini, orang tua pun ikut pusing seperti para guru di sekolah dalam mendidik anak-anak (didikan) mereka.
Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, didengar, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.
PRM, 1/2/2017
Gordi