Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita รจ bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tiga Pemimpin Dunia Bicara tentang Olahraga dan Kemanusiaan

8 Oktober 2016   04:50 Diperbarui: 8 Oktober 2016   04:52 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alessandro del Piero menekel bola dalam pertemuan internasional tentang olahrga dan iman di Vatikan, FOTO: tuttosport.com

Saat ini olahraga tidak tampak berkaitan dengan kemanusiaan. Padahal, pada mulanya olahraga itu lahir untuk memanusiakan manusia. Kata lainnya, untuk menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

Nilai kemanusiaan itu misalnya kesetiaan, saling hormat, saling menghargai, kesamaan martabat, kedamaian dan persaudaraan. Ini hanya sebagiannya saja. Yang lainnya bisa ditemukan lagi. Nilai-nilai ini hampir luntur pengaruhnya dalam dunia olahraga saat ini.

Kita ambil contoh seperti ini. Ketika sepak bola diwarnai permainan politik dan uang, olahraga makin jauh dari nilai kemanusiaan. Sepak bola dengan demikian bukan lagi menjadi kegiatan yang mengembangkan nilai kemanusiaan seperti kejujuran.

Pada akhirnya, dunia sepak bola hanyalah ajang merebut kuasa dan pengaruh, mengeruk untung secara ekonomi, dan menjajah kelompok yang lemah.

Indonesia kiranya masih berkutat dengan keadaan seperti ini. Lihat organisasi sepak bola kita PSSI. Dalam perjalanannya selalu saja diwarnai dengan konflik. Entah dengan pemerintah, bahkan dari pemerhati sepak bola seluruh dunia, FIFA.

Paus Fransiskus dan para pemain yang hadir dalam pertemuan internasional di Vatikan, FOTO: panorama.it
Paus Fransiskus dan para pemain yang hadir dalam pertemuan internasional di Vatikan, FOTO: panorama.it
PSSI tidak sendiri. Sepak bola Eropa seperti Italia juga menghadapi hal yang sama. Orang Italia kadang-kadang bosan melihat sepak bola yang diwarnai dengan permainan angka dan bisnis mafia sepak bola. Maka, pertandingan pun tidak seindah dulu kala saat sepak bola hanya sebagai ajang untuk mengolah jiwa dan raga.

Keadaan dunia olahraga seperti ini sudah saatnya harus diperbarui. Beruntunglah masih ada orang dan lembaga yang peduli untuk memperbaiki keadaan ini. Tidak tanggung-tanggung, tiga lembaga tinggi berlevel internasional turun tangan.

Ada Paus Fransiskus sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma, Ban Ki-moon sebagai Sekretaris Jenderal PBB dan Thomas Bach dari Ketua Komite Olimpiade Internasional.

Paus Fransiskus diapit oleh Ban Ki-moon di sebelah kanan dan Thomas Bach di sebelah kiri, FOTO: roma.corriere.it
Paus Fransiskus diapit oleh Ban Ki-moon di sebelah kanan dan Thomas Bach di sebelah kiri, FOTO: roma.corriere.it
Vatikan melalui lembaga kebudayaannya (Pontificio Consiglio della Cultura) menjadi sponsor utama pertemuan internasional tentang kaitan antara olahraga (lo sport) dan iman (la fede). Sponsor utama ini dilengkapi dengan sponsor pendukung utama yakni PBB dan KOI (Komite Olimpiade Internasional). Dua lembaga internasional ini kiranya menjadi pendukung yang menguatkan pentingnya pertemuan ini. Itulah sebabnya mereka mengistilahkan dua lembaga internasional ini sebagai โ€œspecial supporterโ€.

Pertemuan yang berlangsung di Aula Paulus VI di Vatikan ini berlangsung tanggal 6 dan 7 Oktober yang lalu. Tema yang diusung pun sangat aktual yakni Olahraga yang Melayani Manusia (Sport al servizio dellโ€™umanitร ).

Pertemuan ini mau menempatkan manusia sebagai pusat dari kegiatan berolahraga. Olahraga memang mesti menjawab kebutuhan manusia dan bukan sebaliknya. Olahraga bukan lembaga bisnis dan ajang perendahan martabat manusia.

para perwakilan olahraga cabang renang Italia dalam pertemuan di Vatikan, FOTO: federginnastica.it
para perwakilan olahraga cabang renang Italia dalam pertemuan di Vatikan, FOTO: federginnastica.it
Itulah sebabnya Thomas Bach dari Komite Olimpiade Internasional dalam pembukaan pertemuan ini mengatakan bahwa olahraga itu menyatukan, bukan memisahkan(serve unitร , non divisione).Di mana-mana dan kapan saja, olahraga tetap bertujuan untuk menyatukan manusia. Olahraga apa pun bentuknya tidak pernah menjadi ajang yang memisahkan sehingga membentuk kelompok yang saling berseteru.

Sepak bola misalnya terbentuk dari dua kesebelasan. Dua kesebelasan ini mesti bersatu agar bisa bermain di lapangan. Di dalam kesebelasan ini pun, kesebelas pemain mesti bersatu membentuk satu tim. Maka, sepak bola itu tetap menyatukan dan bukan memisahkan.

Bulu tangkis yang menjadi olahraga favorit untuk benua Asia juga mesti dilihat sebagai ajang bertemunya banyak orang. Sebagian besar peminatnya memang berasal dari Asia. Maklum karena pemain hebat dalam cabang ini sebagian besarnya dari Asia.

Meski bisa dikatakan bulu tangkis identik dengan orang Asia, cabang ini tetap menjadi olahraga internasional yang menarik banyak orang. Banyak penonton dan peminat dari benua lain misalnya Eropa. Jadi, bulu tangkis memang bukan sekadar ajang bertemunya para pemain hebat tetapi juga ajang bertemunya para penonton bulu tangkis.

Kardinal Ravasi berbincang dengan para hadirin, FOTO: tuttosport.com
Kardinal Ravasi berbincang dengan para hadirin, FOTO: tuttosport.com
Budaya bertemu inilah yang digarisbawahi oleh Kardinal Gianfranco Ravasi dari Lembaga Bidang Kebudayaan Vatikan. Dalam pertemuan itu, Kardinal asal Italia yang juga menjadi Guru Besar Kitab Suci dan menyukai dunia jurnalistik ini mengajak para hadirin untuk menyokong budaya bertemu dan berdialog(la cultura dellโ€™incontro).

Aspek ini kiranya penting. Pertemuan face to face itu amat penting. Pertemuan antara para penonton itu perlu dan mesti dikembangkan. Ajakan kardinal ini kiranya secara halus mengejek budaya penonton dewasa ini yang diwarnai dengan aksi anarkis. Padahal, menjadi pendukung itu penting dan perlu asal tidak menjadi pendukung fanatik yang bertindak anarkis.

Pertemuan antara manusia kiranya semakin memanusiakan manusia. Memang manusia itu yang menjadi pusat semua kegiatan olahraga. Dalam olahragaโ€”apa pun bentuknyaโ€”manusia dipandang sama dan sederajat. Olahraga tidak membeda-bedakan manusia dalam arti negatif. Ban Ki-moon pun dalam pertemuan itu menekankan aspek persamaan ini. Dia mengajak para hadirin untuk bersama-sama mempromosikan persamaan derajat antara manusiaย (insieme per promuovere la dignitร ).

Ban Ki-moon mempresentasikan buah pikirannya, FOTO: raisport.rai.it
Ban Ki-moon mempresentasikan buah pikirannya, FOTO: raisport.rai.it
Paus Fransiskus yang diberi kesempatan untuk berpidato di hadapan hadirin pun ikut berkontribusi melalui pesan-pesannya. Pertama-tama dia menegaskan olahraga sebagai aktivitas manusia. Katanya, olahraga adalah aktivitas manusia yang memperkaya aspek kehidupan seseorang, yang bisa membuat manusia berbahagia, laki-laki dan perempuan, di negara mana pun, dan dari agama apa pun.

Dari pesan awal ini dia membeikan beberapa pesan penting lainnya seperti menjauhkan olahraga dari korupsi dan manipulasi, dari kegiatan bisnis.Olahraga adalah kegiatan bersama dan untuk semua. Itulah sebabnya Paus Fransiskus juga mengajak hadirin untuk menjadikan olahraga sebagai kegiatan yang terbuka untuk semua, termasuk untuk orang miskin.

Olahraga di mata Paus Fransiskus juga menjadi ajang untuk mempromosikan nilai inklusif (keterbukaan). Dia menyanjung kegiatan olahraga dari orang-orang berkebutuhan khusus (disabili) seperti Paralimpico yang tahun ini dibuat di Brasil setelah Olimpiade.

Pertemuan internasional ini juga menjadi ajang bertemunya para atlet internasional dari berbagai cabang. Beberapa di antaranya adalah Alessandro De Piero (mantan pemain Juventus), Paul Lokoro (Pelari jarak jauh asal Sudan Selatan), Yael Arad (Pemain Judo wanita dari Israel), Igor Cassina (Pesenam Italia), Kirsty Coventry (Perenang wanita asal Zimbawe), Anna Shaffelhubuer (pemenang berbagai cabang di paralimpica), Damiano Tommasi (Pemain Italia), Daniele Garozzo (Pemain Anggar/pedang asal Italia), Bebe Vio (Pemain anggar perempuan asal Italia), dan masih banyak lainnya. ย 

Beberapa dari para atlet termasuk kaum disabili yang hadir dalam pertemuan di Vatikan, FOTO: paeseitaliapress.it
Beberapa dari para atlet termasuk kaum disabili yang hadir dalam pertemuan di Vatikan, FOTO: paeseitaliapress.it
Selain mereka yang berkecimpung di bidang atletik, hadir juga terutama perwakilan dari berbagai agama di dunia, dan banyak anak muda lainnya. Mereka membuat pertemuan ini dalam suasana senang, pesta, goyang, dan sebagainya. Jangan heran jika irama Viva la vida dari album Coldplay pun diputar untuk mengiringi pertemuan internasional tentang olahraga dan iman ini.

Semoga pertemuan ini membuka mata hati banyak orang untuk membuat olahraga makin memanusiakan manusia. Olahraga tetap menjadi budaya yang humanis dan bukan ajang persaingan bisnis, perendahan harkat, dan perebutan kekuasaan.

Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, didengar, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.

Salam hangat dan salam berpesta kompasianaval 2016 di Jakarta.

PRM, 8/10/2016

Gordi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun