Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita è bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Pengungsi dari Afganistan yang Menjadi Tukang Jahit Sukses di Kota Roma, Italia

14 Agustus 2016   19:34 Diperbarui: 14 Agustus 2016   19:50 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi pengungsi tidak identik dengan menjadi pengemis. Ada pengungsi yang tidak sekolah tetapi berhasil menjadi makmur di negeri orang. Itulah yang dialami oleh Samin, seorang pemuda Afganistan yang kini tinggal di kota Roma, Italia.

Samin berhasil melewati liku-liku hidupnya yang panjang. Dari Afganistan ke Italia. Tak sedikit tantangan yang ia hadapi dalam perjalanan panjang ini sebelum akhirnya berlabuh di kota Roma, ibu kota negara Italia.

Penggalan hidup Samin menyiratkan sejarah pengungsi yang berhasil di negeri orang. Samin adalah satu dari sekian banyak pengungsi yang berlabuh di Italia. Berharap menjadi rakyat yang makmur, aman, dan damai dalam hidup.

Masa lalu Samin penuh warna warni. Tak jarang menjadi deretan warna yang indah jika dipandang dari awal sampai akhir. Samin lahir dan hidup di kota Mazar-i-Sharif, Afganistan. Kota ini adalah kota terbesar ketiga di Afganistan. Penduduknya sekitar 693.000 orang pada 2015 yang lalu.

Kota Mazar-i-Sharif terkenal karena Masjid Biru-nya. Tingkat kepopulerannya ini tidak terlepas dari arti nama kota ini. Dalam bahasa Afganistan, Mazar-i-Sharif berarti bangsawan (nobile) atau juga tempat kudus (santuario). Masjid Biru (Blue Mosque) ini didedikasikan untuk Ali Ibn Abi Talib yang merupakan keturunan keempat dalam sistem Calliffa atau Khalifah. Kuburan orang penting ini diyakini berada dalam Masjid ini.

Samin lahir dan hidup di kota ini. Masa kecilnya menjadi kenangan indah. Sayangnya kenangan ini menjadi kacau balau karena perang. Perang ini melibatkan rakyat Afganistan dan pasukan Taliban. Lalu datang pasukan dengan iming-iming pasukan damai dari Amerika Serikat. Pada akhirnya, penduduk Afganistan tidak aman hidupnya.

Samin adalah satu di antara penduduk yang tidak aman ini. Situasi ini menghinggapi kota Mazar-i-Sharif tempat Samin menghabiskan masa kecilnya. Samin melihat ke depan dan menemukan awan hitam dalam hidupnya. Seperti awan hitam pertanda akan turun hujan, awan hitam dalam hidup Samin menjadi tanda negatif tentang masa depannya.

Keinginan untuk mengungsi pun muncul dalam benak Samin dan banyak warga Afganistan lainnya. Menurut Samin, masa depannya akan hancur jika awan hitam masa depan ini terus menghantuinya. Ia ingin menghindar dari awan hitam ini. Maka, ia pun berusaha mengungsi.

Langkah pertama yang ia usahakan adalah keluar dari bangsanya, Afganistan. Dia berhasil mendapat visa agar bisa masuk Turki. Dari Afganistan ke Turki tidak gampang. Tetapi, dengan visa yang ia peroleh, ia bisa masuk Turki.

Salah satu akses menuju Turki adalah melewati negara Iran lalu Irak kemudian Syria dan akhirnya masuk Turki. Iran saat itu sedang dilanda perang. Maka, opsi yang harus dia buat adalah menghindari negara Iran. Keberuntungan berpihak pada Saman. Dia berhasil sampai di Turki tanpa melewati Iran.

Perjalanan Samin belum selesai. Rencananya dia akan berjalan terus sampai kedamaian hidup itu ia peroleh. Perjalanan seperti tentu saja panjang dan tak tentu. Perjalanan ini pun oleh sebagian orang disebut perjalanan keliling dunia. Saman memang berjalan tak tentu. Dalam benaknya hanya ada niat untuk berjalan dari Timur ke Barat atau dari Utara ke Selatan dari dunia ini.

Di wilayah Turki, Samin berhenti berbulan-bulan. Selama itu, dia juga terus bergerak melewati banyak daerah di Turki. Kadang-kadang dia membuat beberapa usaha kecil agar ia memperoleh uang. Tanpa uang, perjalanannya tidak akan berhasil.

Samin memang beruntung karena dia mempunyai keahlian dalam bidang jahit menjahit pakaian. Di negerinya, Afganstan, keahlian ini menjadi salah satu unggulan. Kata Samin, di negerinya setiap mama akan menyuruh anaknya untuk belajar satu keahlian langsung di pusatnya.Seperti keahlian menjahit yang ia miliki saat ini. Ia peroleh dari pamannya yang memiliki toko jahit. Keahlian ini rupanya bermanfaat bagi masa depan Samin. Benar yang dikatakan para mama di Afganistan, kegiatan ini akan bermanfaat bagi masa depan anak-anak.

Perjalanan Samin sempat terhenti di Pelabuhan Patrasso, Yunani. Usaha kecil yang ia buat di beberapa kota di wilayah Turki rupanya menjadi bekal perjalanannya sampai di Yunani. Perjalanan ini memang tidak begitu bermasalah bagi Samin. Yunani meski pun jauh, berbatasan langsung dengan Turki. Tinggal melangkah melewati Lautan Aegean yang berada di antara dua negara ini.

Di Yunani, Samin harus berhenti 40 hari. Waktu yang tidak sedikit. Lebih dari sebulan. Padahal, jika tidak berhenti, ia bisa sampai di Italia. Atau jika ia bisa memprediksi waktu ini, dia bisa melanjutkan usahanya dlaam bidang menjahit pakaian. Apa boleh buat dia harus rela berhenti di pelabuhan ini.

Untuk sampai Italia memang tidak mudah. Banyak pemeriksaan yang dibuat. Italia tidak menerima begitu pengungsi yang masuk dari Yunani. Bahkan, sebelum masuk Italia pun, di Yunani sendiri sudah ada pemeriksaan. Samin terpaksa diberhentikan karena harus ikut dalam pemeriksaan yang ketat ini. Di sini rupanya ada kelompok yang membawa narkoba dan sejenisnya. Mau tidak mau, Samin juga harus diperiksa meski ia tidak membawa barang haram ini.

Setelah 40 hari di Pelabuhan Patrasso, Yunani, Samin akhirnya berlabuh menuju Italia. Dia mendarat di kota Venezia. Samin seolah-olah mengalami keberuntungan sama seperti saat dia di Turki. Di Venezia, Samin luput dari pemeriksaan ketat sang polisi Italia. Di tangannya hanya ada sebotol acqua, satu buah balpoin dan sebuah pemantik api.

Tiga benda ini kiranya tidak berhubungan dengan perjalanannya tetapi anehnya menjadi selamat. Entah polisi melihat benda ini seperti benda yang dimiliki juga oleh pelancong Italia sendiri di kota Italia. Misalnya pemantik untuk merokok dan acqua untuk minum.

Samin memang butuh air juga. Untuk sesaat, dia terpanan dan tanpa berkata-kata karena kagumnya melihat keindahan kota Venezia.

“Saya diam terpana melihat keindahan ini,”kata Samin dalam bahasa Italia meniru ucapannya saat itu kepada koran La Repubblica.

Venezia memang indah di mata Samin. Keindahannya membuat Samin berhenti sejenak. Dia pun menjadi haus di kota di atas air ini. Sayangnya, dia tidak bisa mengambil air. Dia tidak punya uang untuk membeli air. Akhirnya, dia dibantu oleh para turis untuk membelikan air dari mesin yang menjual banyak minuman. Mesin ini, kata Samin lagi, tidak ada di Afganistan sana.

Samin tidak berhenti di sini. Tujuan akhirnya adalah Roma. Dan, dengan kereta api, dia menyusuri Italia dari Utara (Venezia) ke arah Utara sampai di Italia Tengah (Roma).

Di Roma, Samin berkomitmen mengubah hidupnya. Dia mulai dengan meminta suaka sambil menetap di sebuah rumah penampungan il Centro Enea. Di sini juga dia mulai belajar bahasa Italia. Bahasa yang menurutnya sulit dan tidak mungkin bisa dikuasai dengan baik.

Dengan segala cara, dia berhasil. Dia ingat jasa baik gurunya yang membawakan jus setiap kali pelajaran. Jus itu mungkin kecil nilainya, kata Samin, tetapi cukup untuk mereka yang sedang belajar banyak hal di Italia ini.

Dari rasa cukup ini, Samin ingin memiliki yang lebih. Katanya, hidup di Italia tanpa pekerjaan adalah mustahil. Dia pun mengikuti kursus dan pelatihan untuk menjadi pekerja di hotel. Akhirnya dia bisa bekerja di hotel yang cukup besar di kota Roma. Ini adalah sebuah anugerah baginya yang adalah orang asing dan baru tiba di Italia.

Anugerah besar akhirnya tiba di hadapan Samin. Dari temannya, dia mendapat informasi tentang proyek LAB: Stat up your business.Melalui proyek ini, dia ingin melanjutkan impiannya menjadi tukang jahit. Proyeknya pun dia mulai dengan bantuan biaya dari Fondo Europeo per i Rifugati,semacam dana dari Uni Eropa atau Benua Eropa untuk para pengungsi.

Bukan hanya itu. Dia juga mendapat penghargaan dari International Training Centredari International Labour Organization. Penghargaan ini dia dapat setelah mempresentasikan proyeknya untuk menjadi Tukang Jahit profesional. Dengan berbagai pertimbangan, proyek ini pun berjalan lancar dan akhirnya sampai pada pembukaannya secara resmi.

Dia namai usahanya dengan sebutan Sartoria d’Eco. Atau Tukang Jahit Eco. Entah nama Eco ini dia ambil dari mana. Dia tidak menjelaskannya secara rinci. Yang jelas, dalam pembukaan usahanya ini, banyak temannya sesama pengungsi dan juga teman Italia yang hadir.

Samin datang dari negeri perang dan kini menetap dalam damai di Italia. Dari hanya seorang tukang jahit kecilan menjadi tukang jahit profesional. Dari modal benang dan jarum, sebotol acqua, balpoin, dan pemantik, menjadi wirausaha di Italia. DariMazar-i-Sharifsampaidi Roma. Perjalanan yang indah dan berhasil.

Samin kini menjadi teladan sekaligus panutan bagi kaum imigran. Sejarah hidupnya kiranya menjadi inspirasi bagi imigran lainnya. Imigran kini mendapat berita baru bukan saja tentang para imigran pengemis tetapi juga para imigran yang berhasil.

Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, didengar, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.

PRM, 14/8/2016

Gordi

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun