Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita è bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Melihat Panorama Alam dari Kereta Gantung

13 Juli 2016   05:52 Diperbarui: 13 Juli 2016   12:03 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kereta gantungnya terbuka, asyik menikmati alamnya

Kereta gantung bukan sekadar moda rekreasi. Kereta gantung juga membantu memahami alam. Maksudnya, membantu melihat dan menghormati indahnya alam.

Hampir 11 tahun lalu, saya melihat langsung kereta gantung di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Kali pertama melihatnya. Hanya kaget dan takjub waktu itu. Tidak menikmatinya. Maklum, ongkos di saku tidak cukup. “Biarlah saya menikmatinya dengan cara memandangnya saja untuk saat ini,” kata saya waktu itu.

Mata saya pun seperti mata anak kampung yang baru masuk kota. Memang saya waktu itu baru melihatnya pertama kali. Beruntung juga tidak menaikinya. Sebab, saya punya kesempatan untuk melihat, bagaimana cara masuknya, bagaimana cara kerjanya, dan bagaimana yang lain. Tidak semuanya terjawab. Hanya beberapa yang jelas terjawab. Maklum, saya hanya memandang dari jauh. Seperti dari bumi ke udara dengan ketinggian kira-kira 20-an meter.

Sembilan tahun kemudian baru saya bisa menikmatinya. Memang rupanya nikmat sekali. Bukan dengan lidah dan tenggorokan tentu saja. Tetapi dengan mata dan gerak tubuh. Sensasi dua indera inilah yang dominan.

Sensasi ini juga yang membuat perbedaan cara menilainya. Kalau di Jakarta, kereta gantungnya hampir berjalan rata. Seingat saya, di TMII, jalurnya pun hanya mengitari kompleks untuk melihat Indonesia mini berupa replika pulau dan lautan.

kereta gantungnya terbuka, asyik menikmati alamnya
kereta gantungnya terbuka, asyik menikmati alamnya
Sensasi seperti ini tidak saya dapatkan. Tidak ada lagi jalan rata. Yang ada hanya kemiringan yang membuat rasa was-was juga. Benar kata teman saya, kalau tidak kuat melihat dari ketinggian akan repot juga. Pada mulanya selalu seperti ini.

Tahun lalu, saya mencobanya untuk pertama kali. Tidak ingat berapa derajat kemiringan jalur kereta itu. yang jelas miring sekali. Dari daerah yang tinggi ke puncak gunung di kota Andalo, Trentino, Italia Utara. Rasa-rasanya seperti mau lompat dari udara. Untunglah selalu ada pengamannya.

Jalur pertama kira-kira dari ketinggian 1500-an sampai 1783 meter dpl. Lama tempuh kira-kira 20-30 menit. Jalur kedua dari ketinggian tersebut sampai 2125 meter dpl. Bayangkan betapa derajat kira-kira kemiringannya. Yang jelas tidak seperti segitiga siku-siku.

Menarik menikmati perjalanan dengan kereta gantung ini. Tentu saja yang pertama kali dilihat adalah pemandangannya. Ada gunung, salju, pepohonan pinus, rumah penduduk dan kota dari kejauhan, jalur permainan ski-salju di gunung, dan sebagainya. Juga melihat puncak-puncak tertinggi. Selain itu, bisa juga melihat danau.

model kereta gantung di jalur pertama, melintas di antara pohon cemara
model kereta gantung di jalur pertama, melintas di antara pohon cemara
Untuk jalur pertama, keretanya besar dan dilengkapi dengan ruang tertutup. Ada jendela yang bisa dibuka kacanya. Bisa memuat 6 orang. Di sini tidak terlalu was-was sebab kita berada di dalam ruang tertutup. Jalur kedua yang cukup seru. Tidak ada ruang tertutup. Yang ada hanya berupa kursi panjang untuk 2 orang. Bagian depan terbuka. Hanya ada sandaran dan pijakan kaki. Di sini rasa was-was itu muncul. Apalagi, kemiringan gunungnya kelihatan sekali.

Kita bisa melihat kereta yang di depan dan di belakang kita. Bisa menyaksikan gesekannya saat berjalan di setiap tiang penyangga kabel kereta. Bisa melihat aksi para penumpangnya. Sensasi inilah yang bisa saya lihat dan rasakan.

Tahun ini seperti tahun lalu, saya menikmatinya lagi. Hanya saja di tempat yang berbeda yakni di Molveno, Trentino, Italia Utara. Sudut kemiringan dan ketinggian tempatnya juga berbeda. Tahun ini, jalur pertama justru yang tingkat kemiringannya tinggi. Ada tebing terjal dan batu beruncing di bawahnya. Jika terjadi kecelakaan memang, harapan untuk selamat kecil sekali.

Selain tebing terjal ini, di jalur pertama ini juga kita bisa melihat Danau Molveno yang indah itu. Hanya saja butuh keberanian juga untuk melihatnya. Beberapa teman sengaja memilih tempat duduk membelakangi danau agar tidak melihat rasa terjalnya.

stasiun akhir dari jalur pertama
stasiun akhir dari jalur pertama
Jalur kedua cukup bagus. Tidak terlalu miring. Di bawahnya hanya ada rerumputan indah. Sedangkan pemandangan alamnya berupa deretan gunung tinggi bersalju dan berbatu. Indah melihatnya karena berlawanan dengan matahari sore yang bersinar tepat di celah-celah puncak gunung itu. Sedangkan hamparan rerumputan menjadi tempat yang baik untuk peliharaan seperti sapi dan kambing.

Kenyamanannya juga bervariasi. Di jalur pertama, keretanya tertutup dan berisi maksimal 6 orang. Kereta di jalur kedua hanya untuk 2 orang dan terbuka. Sensainya berbeda tentu saja antara jalur pertama dan jalur berikutnya. Dari ketinggiannya saja berbeda. Jalur pertama dari 865 meter dpl sampai 1367. Lalu masuk ke jalur berikutnya sampai ketinggian 1525 meter dpl. Tampak sekali sudut kemiringannya berbeda jauh.

Naik kereta gantung bagi saya seperti naik pesawat yang terbang rendah. Kita bisa melihat benda-benda, tetumbuhan, alam, manusia, dan hal lainnya di bawah kita dengan jelas. Kalau pesawat, pergerakannya cepat sehingga sensai menikmati alamnya kurang terasa. Kereta gantung tidak demikian. Kereta gantung justru menjadi pos yang strategis untuk menikmati semuanya. Jangan heran jika, bukan saja danau yang bisa dinikmati panoramanya tetapi juga gunung.

Sungguh sensasi yang membekas sebagai pengalaman yang tak terlupakan. Beruntunglah mereka yang bisa menikmati pengalaman ini sejak kecil seperti beberapa anak kecil yang kami jumpai dalam dua kali petualangan ini. Anak kecil memang sebnarnya dilarang tetapi kalau dengan orang tua atau orang dewasa diizinkan.

di belakang ada gunung, salju, dan mentari, indahnya alam
di belakang ada gunung, salju, dan mentari, indahnya alam
Keindahan alam dan panorama langi-langit serta danau ini jauh lebih besar dari ongkos yang kita keluarkan. Tahun ini misalnya, ongkosnya tidak semahal nilai panorama alam yang indah. Jalur pertama sekali jalan (one way ticket, owt) hanya 8 euro. Pergi-pulang (return ticket, rt), pp, jalur pertama hanya 12 euro. Jadi hemat 4 euro. Jalur kedua hanya 4,50 euro. Pp jalur kedua hanya 6,50. Hemat 3,50 euro. Sedangkan kalau dari jalur pertama sampai jalur kedua, sekali jalan, owt, 11,50 euro. Dari jalur pertama ke jalur kedua, rt, hanya 15,50 euro.

Kalau dirupiahkan, harga ini memang besar. Saya kira kalau di Indonesia harganya juga sesuai kemampuan masyarakat. Yang jelas ada potongan untuk anak-anak, remaja, dan mahasiswa. Bahkan, anak bawah 12 tahun digratiskan. Tahun lalu, kami juga dapat gratis. Satu dari sahabat saya mempunyai kenalan dengan pengelola kereta gantung itu. Kenalannya itu memberi dia 20 buah tiket untuk kami sekalian sebagai promosi awal musim panas. Tiket gratis ini seperti tiket berbayar lainnya hanya saja tidak tertera besar ongkosnya. Jadi, kalau dimasukkan mesin pengesahan tiket (validasi tiket), keluar angka 0,00 euro.

kereta di jalur kedua bisa diisi 4 orang maksimal, tetapi lebih asyik berdua
kereta di jalur kedua bisa diisi 4 orang maksimal, tetapi lebih asyik berdua
Inilah sensai naik kereta gantung ke gunung-gunung di Italia. Orang tertentu mungkin melihat ini sebagai kesempatan rekreasi belaka atau mempersingkat jalan. Tetapi bagi orang yang cinta alam, kesempatan ini menjadi hal yang bagus untuk menikmati betapa indahnya alam. Karya tangan manusia yang menciptakan kereta gantung ini justru disempurnakan dengan karya-Nya berupa alam yang tiada tara itu.

Rasa-rasanya mustahil manusia menciptakan alam yang indah itu. Setelah tiba di atas puncak yang dituju, memandang ke bawah, rasa-rasanya kok indah sekali. Rasa dingin menggigil di atas puncak hilang sekejap saat kita melihat indahnya deretan puncak gunung, bebatuan bersalju, dan pemandangan ke dataran rendah di sekitarnya.

Naik kereta gantung ini memang bukan sekadar menikmati keretanya tetapi yang paling utama adalah mnikmati alamnya. Kereta itu hanya sesaat dan sarana pembantu saja. Yang paling lama dan membekas di hati kiranya pemandangan alam yang tiada tara itu.

Semoga suatu saat saya kembali menikmatinya.

Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.

Tulisan terkait dari urutan terakhir:

MLV, 13/7/2016

Gordi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun