dari meja makan bisa memandang ke arah danau
Kami menikmati pemandangan indah di pinggir danau ini sambil menunggu datangnya makanan ini. Mata saya tak jemu melihat danau dan gunung di depan mata itu. Desiran ombak kecil mampu memusatkan perhatian dan pendengaran saya. Demikian juga dengan suara turis Jerman dan Austria yang dengan susah payah menyebut menu makanan Italia dengan bahasa Italia berlogat Jerman.
Rasa lapar kami rupanya belum terobati dengan cepat. Kami harus menunggu lebih lama lagi. Setelah 30 menit baru muncul. Kami langsung memulai melahapnya. Rasa lapar harus ditebus dengan makanan enak ini. Setelahnya, kami bergegas memesan menu kedua. Yang ini tidak terlalu lama. Tidak lebih dari 10 menit.
bunga indah berwarna-warni ini membuat pemandangan di satu sisi restoran lebih cantik dan menarik
Saya tidak sempat membuat foto makanannya karena bagi saya, saat makan lebih penting dari makanan itu sendiri. Maka, saya memutuskan untuk menyimpan kamera di saku saat makan berlangsung. Ini bagus bagi saya tetapi kurang bagusnya karena saya tidak bisa melihat lagi makanan itu dalam file foto. Tapi tak apa-apa. Bagi saya, saat makan siang inilah yang terus kami kenang dan bukan fotonya. Maka, foto-foto saya ambil dari bagian restoran dan gunung serta danau saja.
Lama jeda tunggu makanan tadi membuat saya mencari-cari mengapa demikian? Rupanya restoran di pinggir danau ini buka hanya 2 jam saja. Dari pukul 12.00 sampai 14.00. ini yang tertulis di menu restoran. Tentu saja jika ada tamu selain jam buka tersebut, bisa dilayani juga. Ini hanya sebagai patokan. Saya jadi tahu, kalau kami memang harus menunggu lama. Kami tiba pukul 12.40 di restoran ini. Berarti restoran baru saja mulai beroperasi untuk hari ini.
di meja seberang ada turis-turis Jerman yang baru tiba
Saya coba tanya-tanya kepada seorang sahabat saya tentang ini. Sahabat yang berasal dari satu kota dekat provinsi Trentino ini menjelaskan alasannya. Katanya, di daerah
wisata seperti ini, warga hanya makan dua kali sehari. Mereka bangun sejak jam 10 pagi, lalu sarapan. Lalu, tidak mungkin makan tengah hari. Mereka pindahkan makan siang ke sore hari. Dari pukul 16.00 ke atas. Malamnya tidak makan lagi. Hanya minum saja untuk yang hobi minum kopi. Lalu, tidur larut malam. Jadi, jangan tanya sarapan di sini karena warga tidak mengenal sarapan.
Meski demikian, restoran ini menyediakan 4 jenis menu sekaligus. Ini untuk memberi kepuasan kepada pelanggan. Pelanggan bisa memilih termasuk memilih menu yang seharusnya bisa dinikmati pada pagi dan malam hari. Ada antipasti (makanan pembuka), primo piatti(biasanya berupa makanan berkabrohidrat untuk menyumbang tenaga), secondi piatti (di sini termasuk minuman juga), dan dessert (makanan pencuci mulut).
dari dalam tenda bisa langsung melihat ke luar danau dan gunung di seberang sana
Setelah menikmati 2 hidangan ini, kami menikmati sekali lagi pemandangan indah di pinggir danau ini. Mungkin esok lusa kami tidak makan di sini karena kami akan menyiapkan sendiri makanan siang dan malam serta sarapan.
Pengalaman siang ini tetap kami ingat. Bukan sekadar makan. Kami berbicara banyak hal sehingga traktir ini menjadi berharga. Bahkan, kami juga bertanya pada pelayan cewek tadi tentang negara asalnya. Kami sebelumnya berdebat jika dia orang Jerman. Bahasa Italianya menunjukkan dia bukan orang Italia.Â
Tetapi masalahnya dari mana? Di sini banyak tamu dari Jerman. Apakah dia dari Jerman? Rupanya tidak. Dia rupanya dari Moldaviko atau Moldava. Logatnya sedikit seperti orang Jerman. Entah mengapa. Mungkin karena terbiasa melayani orang Jerman di restoran ini.
mejanya masih kosong, belum terisi taplak meja
Terima kasih untuk kedua sahabat kami. Terima kasih untuk para pelayan restoran. Sampai jumpa di tulisan selanjutnya tentang petualangan ini.
Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.
Lihat Travel Story Selengkapnya