Setelah 3 jam berpetualang di 3 jalan tol berbeda, kami tiba juga di tempat tujuan kami. Jarum jam menunjukkan pukul 12.30 waktu setempat. Pertanda jam makan siang.
Setelah memarkir mobil dan menurunkan barang-barang, kami menuju restoran terdekat.
Di restoran inilah, kedua sahabat kami mentraktir kami berempat yang tiba siang ini. Rasa-rasanya kurang enak juga, belum apa-apa sudah ditraktir. Padahal, tidak ada makan siang gratis. Jadi, sebenarnya memang siapa yang bekerja, dia yang berhak makan.
Hotel sekaligus restoran bernama Lago Park Hotel Molveno ini letaknya tidak jauh dari rumah kami. Hanya sejengkal saja. Dipisahkan oleh jalan yang ada di tengah. Tetapi, jalan ini sama sekali tidak membuat relasi kami dengan mereka renggang. Malahan, dengan jalanan ini, relasi itu makin kuat.
Kami berenam pun menuju ke sana untuk santap siang. Sama-sama lelah. Lelah dari perjalanan dan lelah bekerja. Tetapi, sebetulnya alasan pastinya adalah jam makan siang. Tubuh kami terbiasa untuk makan pada jam sekian.
Di luar memang pemandangannya bagus. Berhadapan dengan danau yang luas itu. Lalu, ada juga pemandangan indah ke gunung-gunung yang ada di depan mata. Rasa-rasanya kita kecil dibanding gunung dan danau ini. Memang nyatanya demikian.
Selang 5 menit, datang seorang pelayan cewek. Dia membawa daftar menu. Kami membaca daftar menu itu lalu memesan padanya. Kami sepakat untuk memesan 2 piring dari 4 piring yang tersedia. Dua piring maksudnya dua jenis makanan. Orang Italia mengenal istilah piring pertama, kedua, sampai ketiga (buah-buahan) bahkan keempat (makanan pencuci mulut seperti kue tar atau la torta). Kami memilih piring pertama dan kedua.
Piring ketiga juga demikian, banyak menunya. Dari yang banyak ini, kami memilih dua saja. Kami bertiga memilih ikan khas danau dan tiga lainnya memilih daging dengan masakan khas Trentino. Semuanya serba khas daerah Trentino. Piring keempat berupa buah-buahan. Kami tidak mengambil piring ini karena di rumah kami ada buah. Lebih baik makan yang ada daripada harus membeli di restoran.
Rasa lapar kami rupanya belum terobati dengan cepat. Kami harus menunggu lebih lama lagi. Setelah 30 menit baru muncul. Kami langsung memulai melahapnya. Rasa lapar harus ditebus dengan makanan enak ini. Setelahnya, kami bergegas memesan menu kedua. Yang ini tidak terlalu lama. Tidak lebih dari 10 menit.
Lama jeda tunggu makanan tadi membuat saya mencari-cari mengapa demikian? Rupanya restoran di pinggir danau ini buka hanya 2 jam saja. Dari pukul 12.00 sampai 14.00. ini yang tertulis di menu restoran. Tentu saja jika ada tamu selain jam buka tersebut, bisa dilayani juga. Ini hanya sebagai patokan. Saya jadi tahu, kalau kami memang harus menunggu lama. Kami tiba pukul 12.40 di restoran ini. Berarti restoran baru saja mulai beroperasi untuk hari ini.
Meski demikian, restoran ini menyediakan 4 jenis menu sekaligus. Ini untuk memberi kepuasan kepada pelanggan. Pelanggan bisa memilih termasuk memilih menu yang seharusnya bisa dinikmati pada pagi dan malam hari. Ada antipasti (makanan pembuka), primo piatti(biasanya berupa makanan berkabrohidrat untuk menyumbang tenaga), secondi piatti (di sini termasuk minuman juga), dan dessert (makanan pencuci mulut).
Pengalaman siang ini tetap kami ingat. Bukan sekadar makan. Kami berbicara banyak hal sehingga traktir ini menjadi berharga. Bahkan, kami juga bertanya pada pelayan cewek tadi tentang negara asalnya. Kami sebelumnya berdebat jika dia orang Jerman. Bahasa Italianya menunjukkan dia bukan orang Italia.Â
Tetapi masalahnya dari mana? Di sini banyak tamu dari Jerman. Apakah dia dari Jerman? Rupanya tidak. Dia rupanya dari Moldaviko atau Moldava. Logatnya sedikit seperti orang Jerman. Entah mengapa. Mungkin karena terbiasa melayani orang Jerman di restoran ini.
Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.
MLV, 1/7/2016
Gordi
Tulisan terkait:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H