Dari dia, saya tahu banyak hal. Misalnya tentang tempat pemberhentian seperti ini. Di sepanjang jalan tol rupanya, disediakan tempat pemberhentian. Ada yang berupa tempat pengisian bahan bakar, warung makan, bar, atau juga tempat pemberhentian untuk meminggirkan mobil saja. Jadi, ada satu bagian kecil di pinggir jalan untuk mengistirahatkan pengemudi. Jangan ditanya toilet yah, karena di semua tempat pengisian bahan bakar dan warung, selalu ada toilet gratis. Tidak seperti di Indonesia selalu dibayar meski di beberapa tempat kebersihannya dipertanyakan.
Tempat pemberhentian ini sudah diatur jaraknya yakni setiap 45 kilometer. Perhitungan ini muncul dari penilaian bahwa setelah mengemudi sepanjang 45 kilometer, pengemudi boleh jadi mulai capek. Ini untuk menghindari kecelakaan. Jalan tol memang bukan jalan pribadi. Jadi, satu kecelakaan biasanya dan selalu berakibat pada minimal dua belah pihak. Kalau pun satu orang yang mengalami kecelakaan, ini pun akan merugikan yang lainnya. Misalnya jalan jadi macet.
Sistem mengemudi di Italia berbanding terbalik dengan indonesia. Di sini jalannya di jalur sebelah kanan karena sopirnya ada di bagian kiri. Meski demikian, di jalan tol, saya juga melihat mobil dengan sopir di sebelah kanan seperti di Indonesia. Rupanya mobil seperti itu berasal dari Inggris. Jalan tol ini memang dilalui banyak wisatawan Eropa. Berbagai model plat mobil pun muncul. Untuk negara-negara Uni-Eropa mudah dihafal karena warnanya sama, putih-biru. Di luar itu, agak bervariasi misalnya seperti Swiss dan sebagainya. Dan, rupanya jalan tol A1 ini termasuk bagian dari Jalan Tol Eropa, Roma-Amsterdam dengan kode E35.
Bagus juga yah, jalan-jalan di Eropa. Melewati beberapa negara seperti melewati beberapa kota dalam satu pulau di Indonesia.
Pukul 11.00, kami tiba di kota Parma, kota tujuan kami. Lega rasanya setelah mengakhiri perjalanan panjang lewat darat pertama ini. Selamat datang di Parma dan terima kasih Roma.
PRM, 14/6/2016
Gordi