Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita รจ bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pak Tjipta, Petualang yang Gemar Menulis

19 Mei 2016   02:47 Diperbarui: 19 Mei 2016   03:16 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perantau seperti ini adalah orang yang punya jiwa petualang dan pribadi yang tangguh. Hati, pikiran, dan fisik mereka teruji. Jika Anda berhasil tiba, bekerja, dan hidup di perantau, Anda adalah orang yang kuat. Anda adalah orang yang berhasil melampaui ketidakmampuan Anda sendiri. Bayangkan mengarungi lautan dan samudera. Ketakutan dan ketidakmampuan menghadang. Badai masa depan terus menerjang. Seolah-olah masa depan itu tidak ada. Seolah-olah laut itu terlalu besar dan samudera itu terlalu dalam untuk dilalui. Seolah-olah terbang di udara itu hal yang mustahil. Tetapi begitu Anda berhasil melampauinya, Anda adalah orang berhasil. Anda melewati langkah pertama yang berat dalam perkembangan hidup Anda.

Sebagai perantau, Pak Tjipta tentu punya banyak pengalaman. Terbang dari satu tempat ke tempat lainnya adalah sesuatu yang luar biasa. Atau juga berpindah tempat tinggal dari satu pulau ke pulau lainnya adalah hal yang indah. Ini tentu saja perpindahan yang tidak mudah. Akan banyak kesulitan yang dihadapi. Justru dalam kesulitan inilah, keindahan hidup itu muncul.

Pak Tjipta, sudah makan garam dalam hal ini. Dan tentu saja untuk mencapai hal seperti ini, Pak Tjipta sudah melakukan banyak perjalanan. Maka, sebagai perantau yang sering berjalanโ€”terutama di masa tuanya iniโ€”saya menyebut Pak Tjipta lebih dari sekadar perantau. Pak Tjipta justru cocok sebagai petualang. Perantau boleh dan bisa saja berhenti di suatu tempat jika ia merasa nyaman dan kehidupannya terjamin. Sedangkan, petualang adalah dia yang tidak pernah berhenti di suatu tempat. Petualang adalah dia yang terus berjalan.

Saya mengenal Pak Tjipta sebagai petualang ketika tahun lalu, dia mengatakan kepada saya bahwa dia akan berkunjung ke Italia. Dan memang, rencana itu sudah jadi nyata. Pak Tjipta datang dan mengunjungi beberapa kota di Italia. Saat itu, kami berjanji kalau bisa akan bertemu. Saya pun senang mendengarnya. Ini bentuk persahabatan yang bagus. Tidak berhenti di dunia maya tetapi berlanjut ke dunia nyata. Namun, sayang sekali waktu itu, kami tidak bertemu. Kebetulan saat Pak Tjipta di Italia, saya sedang mengikuti sebuah kegiatan yang tidak bisa saya tinggalkan. Saya berada di kota Bologna selama sebulan penuh. Dan persis pada bulan-bulan itu Pak Tjipta ada di Italia. Saya memang menyesal tetapi saya tetap berterima kasih karena saya bisa mengikuti petualangannya lewat tulisan yang ia bagikan di kompasiana. Pengalaman perjalanan itu dia bagikan di kompasiana. Saya puas membacanya.

Sebagai perantau, saya ingin membaca tulisan seperti ini. Pak Tjipta tidak segan-segan membagikan pengalamannya sebagai perantau. Dia akan mengabarkan kepada para kompasianer tentang kehidupannya di Australia. Tentang suka-duka warga di sana, tentang perkembangan kehidupan sosial dan ekonomi, bahkan politik dan sebagainya. Tulisan Pak Tjipta pun menyentuh sisi yang penting dari kehidupan para perantau. Misalnya bagaimana mendapatkan pekerjaan di Australia, bagaimana sopan santun orang Australia, bagaimana orang Australia memandang masa lalunya. Katanya dalam sebuah tulisan, orang Australia membutuhkan satu abad untuk meminta maaf.

Bukan hanya itu, Pak Tjipta juga mengabarkan tentang kiprah orang Indonesia yang berhasil secara ekonomi di Australia. Dari pengusaha warung kecil ke restoran besar. Tentang mahasiswa yang kuliah sambil bekerja membersihkan mobil. Sungguh pengalaman perantau yang memaknai hidupnya sebagai sebuah anugerah. Perantau kiranya tahu bersyukut atas anugerah hidup yang ia terima dalam perantauannya. Banyak orang yang membantunya. Banyak pertemuan yang dibuatnya. Banyak orang dijumpainya.

Inilah dunia perantau. Dunia yang menantang sekaligus indah untuk diselami. Di perantauanlah, kita belajar untuk melihat perbedaan yang indah di dunia ini. Perbedaan yang bukan membeda-bedakan tetapi menjadi kekayaan. Dengan demikian, perbedaan itu membantu kita untuk terus menerus memelihara keindahan hidup ini. Pak Tjipta, dari Australia juga membagikan pengalaman hidup di dunia perenta seperti ini. Dia pernah membagikan beberapa tulisan tentang budaya di Australia. Budaya yang muncul antara orang asli Australia dan juga budaya yang lahir dari komunitas para perantau. Misalnya bagaimana budaya Australia membentuk model pendidikan yang dikembangkan saat ini. Sungguh saya berterima kasih kepada Pak Tjipta untuk semua yang dia bagikan di kompasiana ini.

Mengakhiri tulisan ini, saya mengucapkan SELAMAT ULANG TAHUN kepada Pak Tjipta di usianya yang ke 73 pada 21 Mei nanti.

PRM, 18/5/2016

Gordi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun