Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita è bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Mari Menghargai Makanan Sisa  

4 Februari 2016   04:19 Diperbarui: 26 November 2016   16:21 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber: Shutterstock dalam female.kompas.com"][/caption]

Beberapa waktu lalu, saya kaget bukan main ketika jendela dapur kami diketuk seseorang. Di pagi yang gelap kala saya menyiapkan sarapan, tamu tak diundang itu datang. Saat musim gugur dan dingin, memang matahari terbit agak siang.

Pagi itu bukan saja gelap tetapi juga gerimis. Jarum jam menunjukkan pukul 6.20 pagi. Saya menyiapkan la moka untuk kopi sementara susu sedang dipanaskan. Setelah mengisi tepung kopi dalam moka, saya menyalakan api dan meletakkan moka di atas tungku api. Lalu, saya menunggu hingga kopi itu mendidih. Saat itulah saya mendengar bunyi misterius itu.

Bunyi itu rupanya datang dari jendela dapur kami. Saya keget tentu saja. Ada apa pagi-pagi seperti ini mengetuk di jendela? Mengapa tidak datang lewat pintu saja? Demikian dua pertanyaan yang muncul dalam hati saya. Karena ketukannya makin keras, saya membuka jendela. Saya melihat seseorang di luar sana. Dia menyuruh saya membuka pintu dan memasukkan beberapa jenis makanan. Rupanya dia yang menakutkan saya ini membawa sesuatu yang berharga bagi kami. Saya keluar menuju mobilnya. Dia memberi kami tiga tempayan kue kering dan pizza. Tentu saja semuanya ini gratis sebab mereka juga menerimanya dengan gratis. Saya tanya padanya sebelum dia menutup pintu mobilnya.

“Dari mana makanan ini, kok banyak sekali?”

“Semalam ada pertemuan dan ini sisa makanannya,” jawabnya.

“Kami tidak bisa memakan semuanya dan tentu saja kami tidak mau membuang makanan enak seperti ini.”

“Terima kasih,” balas saya sambil melambaikan tangan.

Pagi itu, kami menikmati makanan sisa itu. Dicampur dengan menu harian kami susu atau kopi. Kami tidak mengonsumsi biskuit dan roti harian kami dan menggantinya dengan makanan sisa ini. Makanan ini hanya sisa dari semalam tetapi kami masih bisa menikmatinya pagi ini. Saya mengambil sepotong pizza dan dua bagian kecil kue kering. Kata teman saya yang asli Italia, pizza sebenarnya tidak dokonsumsi pada pagi hari. Tetapi mengapa kami memakannya?

Kami makan karena kami mendapatkannya dari seorang penderma dadakan pagi tadi. Daripada menghabiskan kue kering dan roti yang ada di lemari lebih baik mengonsumsi makanan yang sudah ada ini. Lagi pula, kalau kami menunda mengonsumsinya, boleh jadi makanan ini akan basi dan tidak bisa dikonsumsi lagi.

Penderma dadakan ini memberi kami contoh bagaimana menghargai makanan. Makanan layaknya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup kita. Tubuh kita memerlukan makanan setiap hari. Kita boleh bersyukur karena alam menyediakan makanan bagi kita. Tinggal kita mencarinya dengan mengolah bahan yang ada. Hasilnya pun muncul berbagai jenis makanan sesuai keadaan alam dan kondisi sosial kita. Alam menyediakan makanan untuk semua manusia. Jika ada yang kurang, itu berarti ada yang mengambil lebih atau merampas jatah orang lain.

Salah satu masalah akut saat ini adalah kelaparan. Siapa yang tidak percaya jika kelaparan masih menjadi bahaya akut di dunia ini? Lihat saja di berbagai belahan benua masih ada orang yang meninggal karena lapar atau kelaparan. Kelaparan yang disebabkan oleh kondisi sosial dan ekonomi. Ada yang lapar karena miskin, tidak bisa membeli makan. Ada yang lapar karena dibuat lapar oleh sesamanya. Yang kuat merampas hak makanan kaum lemah. Jadilah ketidakseimbangan.

Menarik melihat laporan sebuah lembaga di Italia tentang perilaku orang Italia. Dalam laporan itu disebutkan bahwa orang Italia membuang makanan senilai 8,4 juta Euro per tahun. Kalau dirata-ratakan, setiap keluarga membuang 6,7 Euro per minggu dan 650 gram makanan. Biaya ini besar. Bayangkan jumlah sebesar ini kiranya bisa menghidupi jutaan manusia lainnya di muka bumi ini. Di bagian lain, manusia membutuhkan makanan sedangkan di sini manusia membuang makanan. Betapa bumi ini ditindas oleh penghuninya. Laporannya bisa dikutip di sini dalam bahasa Italia.

Menarik juga meneliti siapa pelaku dan apa motifnya. Di atas disebutkan tadi, pelakunya adalah keluarga. Itu kiranya terlalu umum. Penelitian lain rupanya menyebutkan 3 pelaku utama yakni supermarket besar (36%), restoran (18%) dan rumah tangga (15%). Tentu ada juga pelaku lainnya misalnya rumah sakit dan sekolah. Lalu mengapa mereka membuang makanan ini? Di sini juga ada banyak alasan. Saya mengutip dua alasan utama dan menjadi kebiasaan buruk manusia yakni membeli terlalu banyak dan tidak tahu mengawetkannya. Ada juga motif lain seperti memasaknya berlebihan dan kedaluwarsa.

[caption caption="Jangan membuang makanan sisa. Sumber: repstatic.it"]

[/caption]

Penderma yang berbaik hati tadi mengingatkan saya untuk tidak membuang makanan sisa. Ada juga pelajaran lainnya yakni menghargai makanan. Saya ingat pesan bapak saya yang selalu ia ulang-ulang pada kami yakni jangan membuat beras dan nasi menangis kala dia lihat kami menjatuhkan butiran beras dan remah-remah nasi. Mungkin beras dan nasi tidak akan menangis karena tidak punya air mata tetapi banyak orang yang menangis karena tidak mendapatkan beras dan nasi.

Sudahkah Anda menghargai makanan yang Anda terima dari alam ini setiap hari? Apakah Anda pernah membuang makanan sisa Anda? Apakah Anda pernah membayangkan keluarga yang lapar di berbagai belahan dunia ini? Biarlah ini menjadi bahan refleksi dan dijawab dengan berbuat saja tanpa perlu berkata-kata.

 

PRM, 4/2/2016

Gordi

*FOTO dari sini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun