Ibunya tidak menjawab. Dia terus mengepulkan asap rokoknya. Untuk mengelabuhi Renata yang sedang bersemangat masuk sekolah, dia mengajak Renata untuk masuk ke pendopo supermarket. Renata ikut. Di situ, mereka melanjutkan penungguan yang tidak tentu ini. Kadang ada yang memberi 1 atau 2 logam euro. Ada pula yang tidak memberi. Ada yang hanya menyapa saja.
Renata meminta lagi,
“Ibu, aku ingin sekolah,” sambil memeluk erat ibunya.
“Ta,” kata Ibunya sambil membalas pelukan anaknya, “kita kembali ke rumah sekarang.”
“Kalau memang kamu mau sekolah, aku menelepon kakakmu untuk membayarkan uang muka agar kamu bisa masuk kelas lagi.”
Renata tidak puas,
“Betul, Ibu mau telepon Kak Giovana?” tanyanya dengan mimik serius.
“Ya betul,” balas ibunya sambil mengelus rambut Renata.
“Tapi kita harus kembali ke rumah sekarang.”
“Okelah Ibu, kita kembali sekarang.”
Renata dan Ibunya pelan-pelan keluar dari halaman parkir supermarket itu menuju rumah mereka. Renata senang dengan permintaan ibunya. Dia pun membayangkan betapa lebih senang lagi jika ia bisa bergabung dengan teman sebayanya. Renata nantinya bukan lagi menjadi pendengar suara tetapi ikut berteriak horeeee bersama teman sebayanya.