Beberapa kenangan sepak bola yang paling awal saya datang dari Piala Eropa 2008 di Swiss dan Austria, ketika saya yang saat itu masih berusia delapan tahun menyelesaikan album stiker Panini edisi Piala Euro 2008.Â
Nama-nama pemain seperti Cristiano Ronaldo, Fernando Torres, Lukas Podolski, David Villa memanglah pemain bintang pada saat itu, namun nama nama seperti Christoph Metzelder, Torsten Frings, John Heitinga adalah nama nama yang cukup berkesan karena telah membantu melengkapi buku album stiker saya.Â
Kini hampir 13 tahun berlalu, jutaan anak-anak di seluruh dunia akan mengoleksi stiker Piala Euro 2020 dalam album seperti yang dulu saya lakukan. Sebagai turnamen yang cukup bergengsi, tentu saja Piala Eropa menghadirkan euforia yang cukup dahsyat dari para khalayak pecinta sepak bola di seluruh dunia.Â
Dan ketika turnamen besar seperti Piala Eropa 2020 datang, salah satu cara yang sangat menyenangkan untuk melengkapi pengalaman menyaksikan turnamen ini adalah dengan mengumpulkan stiker dengan gambar dari para pemain. Tujuan adalah untuk mengisi album hingga penuh. Tetapi, stiker dijual dalam kemasan berisi enam stiker yang mana isinya acak.
Stiker Panini ini dipopulerkan Panini, sebuah perusahaan stiker asal Italia berbasis di Modena yang mengenalkan tradisi menempel dan mengumpulkan stiker dalam sebuah album.Â
Tradisi ini sudah dimulai sejak tahun 1970 ketika Panini memasarkan album stiker ini secara global pada edisi Piala Dunia 1970 di Mexico. Nama Panini sendiri diambil dari nama pendirinya, yakni Giuseppe Panini.Â
Album stiker ini adalah bagian dari fandom sepakbola yang sering kali memiliki nilai nostalgia bagi pendukung seperti saya. Fenomena mengumpulkan stiker panini ini cukup populer pada era Euro 2008, dimana stiker ini cukup mudah untuk dijumpai di warung-warung sekitar rumah dan di supermarket terdekat dengan harga yang bervariasi antara 2000-5000 rupiah untuk satu bungkus stikernya.Â
Terlebih, pada masa itu di daerah saya, ketika berhasil mengumpulkan seluruh stiker, album dapat ditukarkan dengan hadiah. Alhasil euforia untuk mengumpulkan stiker ini menjadi tinggi. Sebagai anak-anak pada masa itu, saya dan teman-teman saya bahkan rela untuk tidak jajan di sekolah demi dapat mampir untuk membeli beberapa bungkus stiker panini.Â
Keseruan dari mengumpulkan stiker panini ini salah satunya terletak di proses unboxing bungkusnya, ada feel tersendiri ketika kita merobek bungkusnya, lalu nyortir masing-masing stiker yang terdapat didalamnya sembari bergumam "Ini punya, ini juga punya, nah ini belom punya".Â
Kami terkadang dapat dengan mudah mendapatkan sepuluh salinan dari satu stiker, sementara stiker lain sangat sulit untuk didapatkan. Sehingga untuk mendapatkan stiker yang langka ini, triknya adalah dengan bertukar stiker dengan teman anda menggunakan istilah yang sering disebut 'Get! Get! Need!'.Â
Kalau diterjemahkan istilah ini jadi "Saya punya ini, punya ini, dan saya butuh stiker yang ini" yang digunakan sebagai panggilan untuk melakukan barter stiker antara satu dengan yang lain.Â
Biasanya, sore-sore anak anak berkumpul di lapangan sambil membawa buku mereka masing masing untuk melakukan transaksi tukar stiker ini. Dalam prosesnya, terkadang untuk satu buah stiker yang cukup sulit didapatkan perlu ditukar dengan sepuluh buah stiker.
Selain itu, salah satu sensasi lain dari mengoleksi ini adalah ketika proses menempelnya. Proses menempel stiker kedalam buku ini perlu konsentrasi dan kesabaran yang sangat tinggi agar stiker bisa tertempel dengan pas dan sempurna. Karena yang paling dihindari adalah ketika stiker yang tertempel miring atau ada bagian yang tidak tertempel sehingga stiker terkelupas atau tertekuk.
Sensasi lain yang didapatkan adalah, dengan mengoleksi stiker ini kita jadi lebih mengenal tim dan pemain yang bertanding. Dengan lebih mengenal ini, kita dapat insight yang lebih luas tentang tim-tim yang sering dianggap sebagai pemanis kompetisi ataupun nama-nama pemain yang kurang familiar sebelumnya. Sehingga kita pun dapat lebih menikmati euforia dari turnamen ini.
Era stiker panini ini sendiri mengalami masa jayanya pada Piala Dunia 2010 dan Piala Eropa. Saya sendiri berhasil mengumpulkan sekitar 70-80% stiker pada edisi Piala Dunia 2010 dan Piala Euro 2012. Setelah itu di Indonesia stiker panini menjadi sangat sulit untuk ditemukan, meskipun tradisi ini masih ada dan berlanjut di luar sana.Â
Meski kini sudah sulit untuk ditemukan, namun jika anda ingin kembali bernostalgia seperti saya, atau ingin mencoba memulai tradisi ini, anda bisa melakukannya secara virtual di aplikasi UEFA EURO 2020 Panini Virtual Sticker Album yang dapat diunduh di Play Store dan Apps Store atau mengakses dari link paninistickeralbum.uefa.com.Â
Meskipun menurut saya, feel yang didapatkan tidak se-wah jika menempelkannya secara fisik, tetapi mengumpulkan stiker panini digital ini sudah cukup mengobati kerinduan saya mengumpulkan album stiker panini seperti 13 tahun yang lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H