Di sana sini,
lidah-lidah panjang menyemai menumbuhkan nyala api,
dan setiap kubaca cuaca,
gerimis airmata turun dari dinding langit,
suara lidah berapi gemeretak, melumat udara
mengobar emosi lalu saling piting di jagat raya
malam gerimis, suaramu berisi nyala api dan tanah
ladang tempatmu bertapa berkecipak lenguh,
lalu langitmu roboh beribu kali,
tapi lidah-lidah panjang menjalar di tubuh-tubuh telanjang.
Aku lihat kau menari, di mimbar - mimbar,
dikerumunan pasar, diperempatan
dan diantara kaki kanak kanak tak bersandal
Lidah-lidah panjang negeriku subur, tumbuh disana sini,
membakar tubuh-tubuh telanjang.
apa memang ini kiblat perang ?
lidah-lidah yang di julur menjelma hura-hara
dan keluar dari mulutmu yang tercemar.
Gorontalo, 11 Nop 2018
Rasull abidin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H