Mohon tunggu...
Rasull abidin
Rasull abidin Mohon Tunggu... Auditor - Sekelumit tentang kita

hidup itu indah

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Angin Tenggara

29 Agustus 2018   01:15 Diperbarui: 29 Agustus 2018   02:35 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Guguran peluh buruh-nelayan

menggenang menuju lautan lalu

menjelma buih,

dan diombang-ambing arus jaman,

lantaran luas samudera,

tak bisa merubah keadaan

Buruh-nelayan termangu,

dalam los-los pelelangan ikan

menanti asa,

yang ditambatkan pada suar.

dan bila senja meresah,

muramlah camar camar disampingnya

duh...perahu perahu datang tanpa suara,

nyalang matahari melebur pekat hari

kaki kakinya lunglai berjalan

tanda hari kian merentang,

dalam titian pergulatan

tangannya bimbang mencari pegangan,

dan bila lepas,

mereka telentang dalam pembangunan

duh...peradaban buruh-nelayan,digerus

bagai penyu kehilangan pesisir,

terlantar dari sekian peradaban

Kutatap awan, lingsir senja

menyinari lautan

Buih yang diombang ambing arus lautan,

menjadi isyarat pedoman haluan kapal

disinari kilau cahaya kesumba,

bila mereka ajukan pertanyaan, yang mulia..

jangan kau kesampingkan.

Gorontalo, 27 agustus 2018

Rasull abidin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun