Wajahmu yang sebundar bulan
kutatap lekat-lekat,
aku khawatir gumpalan awan
mengiring angin
memporakporandakan menjadi getir,
seperti lantak kotamu.
yang di permak disana-sini,
lalu mengubur sejarahnya sendiri
kutatap lentik indah matamu,
ada resahku disitu,
angin kemarau
menebar musim bimbang,
aku tak ingin lentikmu
dihujam virus kepalsuan
dan gelap debu-debu jaman.
rindu bertebaran dikotamu,
menjelajahi lorong
lalu singgah pada bingkai jendela
Ia ragu,
Ialu menatap wajahku
apakah ia masih mengenaliku.
Makassar, 25 agustus 2018
Rasull abidin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2HBeri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!