Sang  Nenek
Â
Memandang nuansa pinggiran trotoar,
Tenda plastik bertebaran
Bagai sapuan kuas,
Menghias jalanan
merenda sisa-sisa asa yang terbuang,
Menghitung jemari sebanyak pejalan kaki
wajahnya yang mendung di balik kain kerudung.
Â
Garis senyumnya tak lagi mau beraturan,
Hitam legam jejak langkah kehidupan
Duduk meringkuk di ujung keranjang,
ditegakkannya sandaran angan-angan
bertahan melewati berjuta keresahan
beban derita kian kelam menghujam
Â
Aduh....nenekku yang renta bersuara..
Tarikan nafasnya seolah keluar raga,
Adakah sejatinya rasa kemanusian
masihkah engkau meratapi kehidupan
Â
Aduh....nenekku renta duduk terkulai,
rupanya merah tetaplah merah
gemetar kakinya berpijak serempak
semusim ini dia sandarkan angan
Â
Aduh...nenekku kumpulan terbuang
Mencari sepiring makan di buaian jalan,
terhimpit laju roda kehidupan
Dan terhempas bagai debu jalanan
Â
Aku hanya membisu memandangmu
Merobohkan puncak kesombonganku,
melemparkan ke-aku-anku...!!
tempias tamparan matanya menembus jiwaku,
Nenekku Renta...
Bertahan di trotoar,
Semangat hidupmu menjawab kodrat alam,
engkau peluk erat selimut kegelisahan,
dan nyenyak mendengkur berbantal perih penderitaan.
Â
Â
Rasull abidin, 30 Jan 2012
Surabaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H