"Sesuaikan dengan manufer prima Kepolisian Negara. Terpeta akurat. Infanteri, penerjunan Elang Malam Operasi Sunyi. Koordinasi perdetik dengan pusat pengendali Kapal Induk."
"Siap Jenderal."
"Satu Untuk Jiwa Negeri!"
"Satu Untuk Jiwa Negeri! Siap Jenderal!" Tiga Komandan Pasukan Khusus, per-keahlian, pamit menuju tugas.
**
Rumah Sakit, malam. Baru selesai transfusi untuk adiknya. "Tuhan, selamatkan jiwanya, keteladannya masih diperlukan negerinya." Tak jauh dari ruangan itu, lantas sekilat sosok masuk ruang tunggu UGD.
"Papa? Pak De..." Suara itu, segera memeluk keduanya. Anakku bersama ibunya.
"Ilahi, senantiasa ada untuknya. Doa..." Tersendat suara keduanya berselingan.
"Kalian pulang. Papa, di sini sampai tiga jam kedepan. Semoga dia bisa melewati masa kritisnya. Aku sekaligus pamit, untuk nanti langsung menyusul tugas. Papa di Kapal Induk ya. Doakan..." Pada keduanya penuh cinta.
**
Bendera negeri dalam kotak kaca terlipat sebagaimana aslinya, ada di antara foto Bapak, segaris bersisian dengan foto ibu, di tengahnya foto almarhum kakak kedua, Perwira Kepolisian Negara, gugur dalam tugas. Agak kesamping kiri, foto kakak sulung berpakaian lengkap perwira tinggi, bersama keluarganya, di samping agak ke kanan foto kakakku ketiga, tokoh gerakan seniman peduli pendidikan luar-sekolah untuk negerinya.