Distrik Kantor Kepolisian Negara. Tepi Barat, perbatasan luar kota.
"Laksanakan."
"Lakukan manufer prima dengan tertib, fokus pada target."
"Siap!"
Komandan satuan khusus kepolisian serta satu prajurit, terluka tembak, dalam satu daya tempur operasi khusus, dikabarkan, komandan kritis. Prajurit, pahlawan negeri, baru selesai di makamkan, dengan upacara resmi Kepolisian Negara.
**
Rumah pensiunan pegawai jawatan, sederhana, pinggir kota. Bapak, tegas, tak kenal mundur selangkahpun, mengabdi untuk negerinya. "Tenang Bapak. Hanya doa kehadirat-Nya, untuk keselamatan, kekuatan, anak kita. Dia prajurit Kepolisian Negara, penerima tanda jasa bintang teladan. Tuhan Maha Gaib. Maha Penyembuh, pemilik hidup jagat ini." Suara Ibu sabar, tulus suara cintanya, membuat Bapak selalu kuat, bertahan dalam cuaca apapun, lurus budi. Memutih rambut keduanya kini, dalam cinta putih itu.
Aku, si bungsu, perempuan satu-satunya dari tiga lelaki kakakku. Duduk berhadapan dengan keduanya di ruang tamu, setelah membuatkan wedang sereh gula aren plus sedikit jahe, kesukaan Bapak.
Belum pernah aku melihat Bapak, manusia karang sekuat badai, terguncang menerima kabar tentang kejadian, perihal kakak di Kepolisian, dalam tugas untuk negara. Tali kasih di antara kami terikat amat kuat, keluarga, anak cucu, semesta keluarga ini, membuat Bapak sangat khawair pada kata, kehilangan.
**
"Siap Jenderal."