Sabda Begawan Wiyasa "Akan terjadi malapetaka dahsyat hancurnya generasi para raja juga para satria berguguran di perang besar nantinya. Pedih perih nurani, Yudhistira, memaknai ramalan mahaguru, Begawan Wiyasa. Lampu panggung berubah adegan berganti.
Dua sahabat jurnalis sedang menyaksikan tontonan itu. Salah satu dari kedunya membaca pesan singkat di telepon genggamnya, lantas "Kawan aku pamit."
"Ada apa rupanya?"
"Besok kita bahas pertunjukan ini di kantor."
"Alamak. Mau kemana rupanya."
"Antar si cantik ke dokter, flu katanya."
"Salam baik buat cantikmu ya."
"Sampai jumpa besok. Sip." Bersalaman.
Scenography view.; Panorama keindahan Indraprasta megapolis Panca Pandawa, menggelar upacara Rajasuya, sekaligus penobatan, Yudhistira, sebagai maharaja, meskipun tetap dalam pengawasan persaingan pemerintahan, Hastinapura Kurawa.
Scenography view.; Kembali berubah menjadi panorama interior megah Hastinapura Kurawa. Musik opera teater membahana, riuh keindahan pertunjukan.
Entrance.; Para tetamu. Muncul maharaja utama, Yudhistira, tokoh sentral di antara para tetamu memenuhi undangan sepupunya, di Hastinapura Kurawa, untuk bermain dadu.
Sengkuni, sang diplomasi ulung berpihak pada Kurawa, terkekeh-kekeh di sudut lain pertemuan itu, sebagai  pembuka adegan permainan dadu, Yudhistira versus Duryudana, masing-masing bersama tim penasihatnya. Sengkuni, bertindak sebagai pelempar dadu.
Jangan memanggil takdir
kalau belum mampu membaca
kitab kehidupan sebelum kejadian
Makin tinggi semakin beriman
sebagaimana seharusnya,
tak sekadar suguhan teh hangat
lantas berlalu seumur jagung.
Eh halah! Gong!
Kiai Semar pergi dari bumi
menuju kahyangan sembari
senyum di antara menangis
menutup dongeng langit
untuk sementara waktu.
***