Mohon tunggu...
Taufan S. Chandranegara
Taufan S. Chandranegara Mohon Tunggu... Buruh - Gong Semangat

Kenek dan Supir Angkot

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Interpolasi

16 Agustus 2024   15:28 Diperbarui: 16 Agustus 2024   15:29 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Akupun mempertimbangkan keraguan. Sama persis kita. Untuk siapa sebenarnya target tontonan tersebut, publik macam apa, mau kemana, mau ngapain, alamak. Kalau sumber datanya macam itu, tak laik terbit naik cetak sebagai berita utama di top media macam kita."

Telepon berdering, membaca pesan singkat. "Kabar dari Sekretaris Redaksi (SekRed), instruksi PemRed. Segera rapat RedPel, kawan-kawan sudah menunggu. Cabut!"

"Sip." Barengan bergegas ke kantor jurnalis.

Kantor. Rapat RedPel. Hadir lengkap, suasana agak tegang, meski tidak horor. "Kalian dapat apa. Ikan teri atau kakap." Suara RedPel alias komandan pemberitaan, bergetar.

"Teri tampaknya." Suara masing-masing jurnalis. SekRed, mencatat semua data.

"Oke, kita jumpa satu jam lagi. Menunggu hasil pleno PemRed dengan direktur bidang usaha." Suara SekRed.

"Rapat redaksi selesai." RedPel bergegas, semua bergegas. Selanjutanya waktu berjalan lebih cepat. Final; teks untuk artikel utama, karya seni itu, ditolak terbit; praduga sementara terindikasi keterlibatan the invisible hand.

"Kembali ke desk liputan masing-masing, tugas sesuai catatan tadi." SekRed, suasana mendadak ringan. RedPel, tersenyum lebar, lega rupanya tak jadi bergadang.

GEDUNG TEATER. MALAM.
Tontonan pertunjukan drama musikal.

Adegan sampai di tengah klimaks dari peristiwa kisah opera wayang. Stage scenography, estetis. Tindakan meninggalkan gelanggang tampaknya menjadi perilaku sejarah lawas monarki hingga kemodernan, ketika kekuatan hadir lebih mumpuni jernih bagai cermin. Sekalipun, mungkin juga di sebaliknya cermin buram.

Pentas teater musikal di gedung pertunjukan itu sampai pada kisah, Yudhistira, gundah gulana, pikirannya mondarmandir hatinya resah gelisah tak terduga terbatabata. Setelah mendapat nasihat sempurna dari, Begawan Wiyasa, mahaguru kehidupan sangat dihormati oleh Pandawa-Kurawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun