Mohon tunggu...
Taufan S. Chandranegara
Taufan S. Chandranegara Mohon Tunggu... Buruh - Gong Semangat

Kenek dan Supir Angkot

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Ketika Kilau Fatamorgana

6 Agustus 2024   13:19 Diperbarui: 6 Agustus 2024   13:24 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cinta saja tidak cukup bagimu. Kasih sayang pergi menuju surgawi. Ada rentan di jiwa, mungkin, terpuruk pada sudut sunyi.

Stigma, melekat, detik dini waktu. Siapa merebut cinta ketika musim bunga tak lagi hadir di hari-hari berlari. Puisi tak menulis apapun, tentang cantiknya senandung pernah membuai semua mimpi waktu terlena. Curtain call, mengenang berjuta tepuk tangan mengangkasa riuh menggema, berdendang.

**

Siapa kejahatan. Ketika kau ingin menjadi bunga tercantik di antara kesucian dua Mawar Putih di kebun milikmu.

Apakah kesadaran jiwa membawamu ke ruang pekat itu. Apakah kisah telah dititipkan malaikat semesta kepada waktu. Memberimu kabar, tentang kehati-hatian, mengisyaratkan tanda-tanda hidupmu 'kan terperangkap kekejian dalam samar pewarna kristal.

Ruh di badan tak menjadi jiwa irama-irama simfoni, mazmur tentang panorama cinta membawamu kembali kepada entah. Kau tetap dinanti dua Mawar Putih, telah kau lahirkan.

**

Kesedihan. Menjaga dua Mawar Putih memberi kekuatan. Menyadari peristiwa kini 'kan tertulis dimanapun.

Kepergian, membuatmu terpisah dari dua Mawar Putih. Mimpi tak kau kehendaki. Kembali terulang, setelah lampau dalam peristiwa sama.

Menangiskah irama-irama tertulis, manuskrip notasi-notasi, mengetahui, kau, kembali terperosok di lembah sunyi hitam pekat. Kau, buat sendiri, kekasih ... Berjuta netra terkesima memandangmu, mereka menyesali cintanya kembali terpuruk ...

Penyesalan ... Kata kliseisme itu hadir, selalu, setelah peristiwa. Adakah penyesalan itu kini. Pada sunyimu sesungguhnya.

Dua Mawar Putih, kehilangan pangkuanmu, untuk sementara waktu. Tak pernah cukup bagimu untuk memeluk dua Mawar Putih, dulu, sekalipun kini.

**

Sesalkah ada pada makna hari-hari milikmu. Membersit tersirat. Stigma menajam perih. Bilah luka lama kembali tersayat. Airmata, enggan menetes. Doa dua Mawar Putih, senantiasa untukmu ...

Waktu, tak mau menyetip dirimu, sekalipun sedikit saja, di kurva horizon, adaptif segaris imajiner di pelupuk syahdu kaki langit. Membuat satu tak bisa lepas. Kau, tak bisa lepas dari jeratan itu ...

Kini, dulu, hingga entah ... Urinemu pilihanmu.

Semoga kau segera pulih. Dua Mawar Putih tercantikmu menuggu kepulanganmu. Berharap kau masih mau melantunkan puisi kisah-kisah melodi dalam deret notasi lagu rindu ...

Dua Mawar Putih, ingin kau pangku seperti dulu lagi. Kisah telah menjadi realitas. Pengampunan menunggu waktu putusan peradilan. Cepatlah pulang ...

**

Indonesia. Sebuah harapan, tetap teguh, membasmi mafia bandar narkoba. Semoga, Indonesia tetap teguh pula, merehabilitasi, memberi penyembuhan korban-korban narkoba, dari hulu ke hilir, sebagaimana seharusnya, tanpa pandang bulu. Menjaga garis terdepan generasi. Salam Indonesia Bebas Narkoba Negeri Para Sahabat.

***

Jakarta Kompasiana, Agustus 06, 2024.
Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun