Cinta saja tidak cukup bagimu. Kasih sayang pergi menuju surgawi. Ada rentan di jiwa, mungkin, terpuruk pada sudut sunyi.
Stigma, melekat, detik dini waktu. Siapa merebut cinta ketika musim bunga tak lagi hadir di hari-hari berlari. Puisi tak menulis apapun, tentang cantiknya senandung pernah membuai semua mimpi waktu terlena. Curtain call, mengenang berjuta tepuk tangan mengangkasa riuh menggema, berdendang.
**
Siapa kejahatan. Ketika kau ingin menjadi bunga tercantik di antara kesucian dua Mawar Putih di kebun milikmu.
Apakah kesadaran jiwa membawamu ke ruang pekat itu. Apakah kisah telah dititipkan malaikat semesta kepada waktu. Memberimu kabar, tentang kehati-hatian, mengisyaratkan tanda-tanda hidupmu 'kan terperangkap kekejian dalam samar pewarna kristal.
Ruh di badan tak menjadi jiwa irama-irama simfoni, mazmur tentang panorama cinta membawamu kembali kepada entah. Kau tetap dinanti dua Mawar Putih, telah kau lahirkan.
**
Kesedihan. Menjaga dua Mawar Putih memberi kekuatan. Menyadari peristiwa kini 'kan tertulis dimanapun.
Kepergian, membuatmu terpisah dari dua Mawar Putih. Mimpi tak kau kehendaki. Kembali terulang, setelah lampau dalam peristiwa sama.
Menangiskah irama-irama tertulis, manuskrip notasi-notasi, mengetahui, kau, kembali terperosok di lembah sunyi hitam pekat. Kau, buat sendiri, kekasih ... Berjuta netra terkesima memandangmu, mereka menyesali cintanya kembali terpuruk ...