Mohon tunggu...
Taufan S. Chandranegara
Taufan S. Chandranegara Mohon Tunggu... Buruh - Gong Semangat

Kenek dan Supir Angkot

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Transendental

5 Agustus 2024   04:03 Diperbarui: 5 Agustus 2024   04:12 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerpen Transendental. Abstraksi perilaku manusia. Keduanya tak habis mengerti. Mengapa mereka tak mampu menggeser topik perbincangan, selalu kembali seputar itu lagi, bara-api atau sebaliknya.

***

"Kalau dibiarkan lama kelamaan hatimu akan terendam dendam. Lantas menjadi kawah magma berefek panjang, berpotensi penyakit akut skala luas. Selalu penasaran, acap kali api iblis menyala di kepalamu, kau gelisah, tak karuan seperti kerbau pandir di cocok hidungnya."

"Dasar Katrol. Kau sahabatku, kasih aku solusi lah, jangan cuma bisa ngomel. Kau pikir dirimu makhluk suci?"

"Namamu Kubal kan, itu sebabnya pula kau tak percaya pada otak baikmu, tak percaya pada perbuatan baik sekitarmu, lama kelamaan rongga batok kepalamu berisi ular berbisa ganda. Paham?"

Perdebatan dua sahabat itu berhenti di angkasa dalam waktu lama, tanpa batas pula, bahkan mungkin sirna digulung waktu peradaban.

Perdebatan dua sosok sahabat itu tampaknya kurang nalar kreatif, selalu berkisar antara bara-api, tak pernah membahas embun atau pemandangan indah pegunungan, apalagi keindahan pantai dari lautan biru sebuah negeri indah nian nun jauh di sana.

Meski kelihatannya, mereka berusaha beralih ketopik lainnya, akan tetapi tak pernah berhasil, laiknya bumerang menghantam kening mereka sekeraskerasnya. Lantas terpental berputar lagi, kembali ketopik semula, bara-api.

Keduanya tak habis mengerti. Mengapa mereka tak mampu menggeser topik perbincangan, selalu kembali seputar itu lagi, bara-api atau sebaliknya.

Akhirnya mereka berani nekat, serentak menembak kepala masingmasing. Tak berapa detik kemudian, Katrol, melihat sosok Kubal, sahabatnya sedang meraungraung menangis di sisi sosok terbujur, mungkin telah tak bernyawa.

"Loh, mengapa si pandir Kubal, menangis di sisi tubuhku? Loh, mengapa tubuhku tanpa kepala. Kemana perginya kepalaku?"

Katrol, sekarang melihat kelakuan Kubal, dengan jelas. "Jadi si pandir Kubal, barusan tak menembak kepalanya. Hanya berpura-pura. Itu artinya, sekarang aku sudah mati, melihat tubuhku tanpa kepala. Sialan, dia, menangis pula di dekat jasadku meraungraung seperti kesetanan, seolaholah penuh penyesalan, apa iya, dia, menyesal."

Katrol, mencoba berteriak sekeraskerasnya, di telinga Kubal. Dasar kepinding, tetap kepinding! Berkali-kali Katrol, berteriak di dekat telinga Kubal. Tak jua Kubal, mendengar.

"Oh! Dasar kepinding tak punya telinga kau rupanya." Katrol dongkol banget. Katrol, semakin jelas mendengar suara Kubal.

"Maafkan aku Katrol. Oh! Sahabatku. Aku tadi menggunakan pistol plastik. Maksudku tak sungguhsungguh. Kenapa kau benarbenar menembak kepalamu dengan pistol asli. Oh! Hoho. Kau memang sialan. Selalu saja mengalahkan aku dalam segala hal. Mati pun kau tetap jadi pemenang, Katrol karibku hoho ..." Sedu sedan Kubal, mengiris jiwa, meluas keangkasa.

Katrol, makin dongkol berteriak lagi kuatkuat. "Kubal! Kau atau aku si pandir itu. Hahaha kaulah Kubal, si pandir itu. Matipun kau takut menghadapinya. Apa pun perbuatanmu di masa hidupmu. Haacch! Aku akan menghantui sepanjang hidupmu."

Mendadak terjadi ledakan dahsyat berapiapi "Blarr!" Katrol tak melihat lagi sosok Kubal juga jasad dirinya, tadi bersisian dengan Kubal sedang menangis meraungraung. Raib! Katrol pun gemetar hebat. Katrol, serta-merta tersedot angin panas. Raib pula.

***

Jakarta Kompasiana, Agustus 05, 2024.
Salam NKRI Pancasila. Banyak kabaikan setiap hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun