Salivikifka, dia, mampu mengenali siapa sesungguhnya di balik samaran dalam bentuk apapun, dari kelakuan oknum personal jahat itu, termasuk seluruh organisasi serapannya. Â
***
Kamera beralih ke interior ruang kerja. Siang.
"Lakukan manufer. Kejar-sergap. Cukup satu jet tempur. Segera." Tenang perlahan. Bintang di pundaknya menunjukkan kematangan seorang perwira tinggi penerbang. Lulus terbaik ketika melakukan penyelamatan sandera, di Jazirah jauh.
Bukan sekadar sebuah syarat, seorang kadet wajib lulus, bukan pula uji coba. Tapi keberanian mengajukan diri menuju tempur, sebagai taruna terbaik di kelasnya, lulus tes penugasan menuju peristiwa penyelamatan sebenarnya. Dia berhasil baik, meskipun komandan sangat dihormati gugur dalam tugas itu, karena melindungi dia, ketika itu.
Sagatva Aremananda, putra sulung keluarga itu, lulus terbaik berhasil menyelamatkan penyanderaan warga sebangsa setanah air, merupakan bagian dari salah satu keberhasilan penugasan penyelamatan sandera tercepat, dicatat dunia. Â
Beberapa saat kemudian. Informasi cepat mengabarkan, bahwa pesawat pelanggar perbatasan udara, telah di daratkan dalam kondisi baik. Sebuah pesawat latih ringan swasta milik negara asing, telah kehilangan kendali, akibat gangguan pancaran radar tak berfungsi baik. Sagatva, memerintahkan perwira tinggi bintang satu, untuk menyelesaikan masalah tersebut. "Konperensi pers tertib. Segera."
"Baik Jenderal." Barbaru Dovan, perwira tinggi bintang satu. Bersegera melaksanakan tugas.
***
Kamera beralih ke sisi lain peristiwa. Malam.
Dia. Lalaki itu. Tafakur di puncak gedung di antara gedung-gedung tertinggi, di kota Magapolis. Mungkin belum selesai tugasnya. Namun dia, telah berjanji pada ibu terkasih berkat cinta darinya, dia menjadi anak lelaki kuat. Lurus budi, sekalipun terlihat seolah-olah pengembara tanpa tujuan. Sepertinya begitu, dugaan hamba, belum tahu apakah dia, akan melakukan tujuan berikutnya.