Mohon tunggu...
Taufan S. Chandranegara
Taufan S. Chandranegara Mohon Tunggu... Buruh - Gong Semangat

Kenek dan Supir Angkot

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Biomorfik

21 Juli 2024   16:22 Diperbarui: 21 Juli 2024   16:29 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kisah berikutlah."
"Okeh." Menarik napas pelahan. Lantas menggigit kekasihnya sekuat-kuat.

"Haduh biyung! Ampun!"
"Kapokmu kapan? Kalau diajak ngobrol soal cinta enggak pernah serius."

"Aduh sakit loh sampai ke uluhati."
"Halah!" Keduanya saling berpagut. Saling menggigit. Tubuh keduanya melemah matisuri. Mengering tak kinclong lagi. Meledak di bawah temaram gerhana biru.

SUDUT LAIN SEBUAH TEMPAT.
Waktu kapan saja di mana saja.

Beberapa kali ia menghitung jemarinya, lengkap. Kangen ini menghimpit jiwa di antara kisah-kisah lain. Bumi seperti memanjang temaram. Selisik pikiran memulai satu dilema di  antara sejumlah kata dalam dialog di pikirannya. Apakah ia masih punya hati. Apakah ia punya sukma. Semestinya cahaya cinta itu masih ada.  

"Bunuh saja."
"Jangan."
"Bunuh saja."
"Jangan."

Entah kesal kepada siapa. Kalau saja tak banyak kisah simpang siur mungkin bisa memilih hal lebih estetis. Melukis pegunungan misalnya bukan dengan cara seperti ini. Satu hari satu jantung tak apa. Besok masih ada banyak hari. Jantung siapa lagi harus diburu. Bisa jantung setan atau macan tutul atau keledai.

Kapan bisa menghentikan semua ini. Mengapa semua hal terasa memanjang, tidak memendek. Menyebalkan ketika semua tampak tak sebagaimana semestinya. Benda-benda memanjang melengkung tak beraturan. Sejak kapan hal macam ini terjadi. Datang begitu saja nyelonong tak santun tak jua mau pergi.

Kalau aku berjalan terbalik apakah semua akan berubah menjadi normal. Dalam pemahaman apa disebut normal. Mungkin dalam standar hidup setiap manusia. Makhluk hidup berbeda-beda. Apa benar begitu. Tak pernah kudapati hal macam itu sejak aku memulai bisa memahami sekitar. Oh! Hidup ternyata seperti ini.

Mungkin kalau ternyata sekarang ini sedang mati tapi seperti sedang hidup bagaimana membedakannya. Napas. Ya napas. Bernapas atau tidak mungkin terasa pada detak jantung. Satu. Dua. Tiga. Satu ... Seterusnya sama detik berjalan kedepan. Mengapa tidak berlaku mundur.

Apa kan terjadi kalau waktu berjalan mundur. Mungkin materi akan terbentuk lebih cepat. Menyusut. Memendek. Mungkin juga memanjang atau jungkir balik barangkali. Hahaha kalau segala sesuatu berjalan jungkir balik bola mata keluar masuk teling lepas sendiri beterbangan kian kemari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun