Tak ada jawaban sampai ia kesal sendiri. Marah sendiri. Ngakak sendiri. Terpingkal-pingkal. Jumpalitan kegirangan. Ngakak sepuasnya. Ngoceh sepuasnya. Maki-maki sepuasnya. Menangis sepuasnya. Gila sepuasnya. "Jlep! Jlep! Jlep!" Setelahnya tak terdengar apapun, sekalipun sebuah desah.
SUDUT LAIN DI RUANGAN PUTIH.
Waktu kapan saja di mana saja.
Dia sudah menangis sepuasnya. Telaah tentang cinta mati beku di benaknya. Bagi dia cinta tak ubahnya berondong jagung kesiangan. Dia terlalu merasa banyak berkorban demi cintanya. Ehh! Halah, kok mau merasa seperti itu. Cinta ya cinta. Tamat ya sudah tutup buku ganti halaman baru. Ribet amat jadi manusia.
Praktis saja. Segala sesuatu ada awal tentu ada akhir. Nasib. Ra usah dipikir. Ngapain. Nasib hadir karena dipanggil oleh masalah dari you and you for you lah hai. The show must go on. "Hahaha Ndasmu benjut. Lah pripun. Apa sedih enggak boleh berkelanjutan." Nah, disitu letak komposisi masalah versus soal menyoal.
"Loh! Cintrong itu sebuah makna mendalam."
"Sumur kale mendalam."
"Aku serius."
"Aku multiserius."
"Beneran nih."
"Sangat bener banget."
"Okeh. Kita mengurut waktu."
"Waktu enggak bisa di urut sayang."
"Menelaah maksudku."
"Piye carane."
"Telaah waktu mulai dari ..."
"Awal mula soal menyoal."
"Pas mantap. Lanjut."
"Kemana?"