Mohon tunggu...
Taufan S. Chandranegara
Taufan S. Chandranegara Mohon Tunggu... Buruh - Gong Semangat

Kenek dan Supir Angkot

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Puspa Taman Hati

17 Juli 2024   14:53 Diperbarui: 17 Juli 2024   14:57 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Kompas.com/untuk Fiksiana Puspa Taman Hati

Suluk Sanghyang Tunggal

Merawat bumi serupa menjaga nurani semesta. Keteladanan bekerja kian kemari. Tanpa peduli kehormatan di badan. Melangkah pasti tanpa suara orasi. Berbagi bahagia pada sesama anak negeri. Meski dia, bukan cahaya. Hanya satria lurus budi.

Satria tanpa nama telah gugur di kancah kedua belah pihak. Meninggalkan kisah kepahlawanan dalam cawan-cawan berukir indah. Para dewa dirundung keprihatinan. Awan-awan meneteskan air mata, frekuensi di langit merekam segala peristiwa dari zaman ke zaman, dengan saksama. Meski fakta sumir beterbangan dalam ruang terkunci.

Siapa pembuat kabut mengangkasa berpolemik diri. Independensi berjalan di tengah kesangsian, di pantau sangsi-sangsi. Ungkapan tak mampu mengungkap tudung saji di atas meja makan. Mata hati telah menjadi cindera mata, simbolik, terbolak balik, bagai koin dua sisi.

Siapa kebijaksanaan, kebenaran di keadilan, ketika, makna kejujuran mengungkap badai kabut sejarah peperangan Padang Kurusetra, menjadi fakta material formal, agar tak berubah rupa menjadi abstraksi strategis, berkembang di kurun waktu peradaban makhluk hidup menjadi perang bintang.

Ada, tata cara mengatur aturan pada ranah disiplin, seharusnya menjadi kearifan bersama. Berani berkata benar. Maju kedepan mengacungkan tangan. Ya, saya telah melanggar aturan, tata krama keadilan persaudaraan. Mengapa langkah itu tak punya keberanian. Apakah materialisme, telah menjerat leher hingga sulit melangkah berani.

Batara Ismaya alias Semar, keturunan dewa, kakak dari raja dewa Batara Guru, belum bersuara. Semar, menunggu hasil perundingan para dewa sejagat. Para guru langit masih sibuk membaca tanda-tanda abstraksi strategis, dengan satu tanda tanya besar.

Atas kehendak siapa, the war of universe, alias perang bintang, akan terjadi, mungkin telah tersurat dalam tersirat di kitab-kitab kebijaksanaan semesta, meski tak di perjelas benar. Oleh siapa, berkehendak menggulirkan bola api peperangan itu.

Takdir masih menjadi kambing hitam acuan jua, tampaknya. Siapa takdir? Apakah, hanya sebuah kata, dari pola inteligensi diagnostik tata laku. Semar, telah membaca winaya tanda-tanda dari Sanghyang Tunggal.

Bahkan Semar, telah bercengkerama dengan Sanghyang Langit. Semar, akan menyerahkan kosmos kepada kahyangan, jika terdesak, demi, menyelamatkan kehidupan para cucu-cucunya kelak. Matahari pun telah bersumpah dihadapan Semar, akan memberi terang seterang Sanghyang Tunggal, mencipta awalnya.

Jika di dalam terang, kami tak mampu mengungkap kebenaran, menjadi fakta material formal, kami bersedia dimusnahkan oleh Kakanda Sanghyang Langit. Demikian suara Matahari, Rembulan serta para Bintang, sangat santun, mengharukan. Semar, menyaksikan sumpah setia itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun