Risalah Satu.
Kaca-kaca menyilaukan kulitmu jingga, menjadi kuning cemerlang seterang bias memantul. Gigimu berbaris seperti jagung manis, ketika senyum itu berkilat di mata Dewa Awan, seketika kau rampas seluruh impian menjadi milikmu. Aku ikhlas menjadi kancing bajumu sekalipun.
Aku ikhlas menjadi rahim di dalam tubuhmu. Aku ikhlas menjadi kekasih di jantungmu. Aku ikhlas menjadi asmara rembulan pagimu, bahkan sore atau malam sekalipun. Tapi, aku tak mau mencuri mangga tetangga, meski kau sedang mengidam. Janji ya… Kiss.
Para Dewa di langit bertepuk tangan meriah sekali, setelah fragmen satu babak itu tutup layar.
Jakarta, Indonesia, March 11, 2017
***
Risalah Dua.
Baru saja Gatotkaca berkabar. Bahwa matahari hanya terbit setengah hati. Tapi sulit dibuktikan siapa menutupnya. Prabu Kresna, sibuk mengarang buku tentang terjadinya semesta. Sambil lalu ia berkata “Mungkin itu Petruk sedang kesal… Mungkin juga Gareng sedang usil menggoda Dewi Venus…”
Seseorang keturunan Pandawa, memberi risalah kepada anaknya, bahwa matahari punya takdirnya sendiri. Tak perlu bukti. Alam memiliki siklusnya. Para Dewa tidak pernah menjawab apapun, kecuali pertanyaan Semar. Kerjakan saja, apa yang menjadi kewajibanmu, asal jangan mencuri sandal para Dewa atau numpang mandi sekalipun.
Jakarta, Indonesia, March 11, 2017
***
Risalah Tiga.
Aku mau bilang pada para Dewa. Aku belajar membaca dari koran, aku bawa setiap hari, atau aku bertanya pada teman tentang huruf A hingga Z. Cara membaca tanpa dieja awalan dan akhiran.
Aku bisa menjelaskan kepada para Dewa, apa isi berita di koran, berita di teve, tentang harga beras, tahu, tempe, cabai merah, bawang putih, bawang merah dan sebagainya. Para Dewa mendengarkan kisahku dengan seksama dan terus mencatatnya.
Jakarta, Indonesia, March 11, 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H