Mohon tunggu...
Gondo Majit
Gondo Majit Mohon Tunggu... -

Ora popo!

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mengadili Buku "Mengadili Demokrasi"

9 Juni 2014   03:46 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:38 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bukankah pengajian yang penceramahnya suka melempar humor pun adalah infotainmen (ada info, ada entertainmen)? Gunjingannya haram, acaranya tidak. Sekularisme, liberalisme dan kapitalisme haram, demokrasinya tidak.

Dalam sejarahnya, Nabi Muhammad saw memegang tampuk kekuasaan memang tidak melalui proses demokratis. Tapi model seperti itu tidak bisa serta merta kita teladani karena ada syarat yang tidak akan mungkin bisa kita penuhi yaitu wahyu kenabian. Seorang nabi sudah otomatis adalah kepala negara karena kenabian adalah himpunan besar dari segala otoritas aktifitas muslim. Nabi tidak butuh pengakuan ummatnya, justru ummat yang butuh mengakuinya.

Sepeninggal Nabi Muhammad saw, geger politik memang langsung tersulut dan menjalar hingga kini. Ummat terbagi menjadi dua tafsir utama yaitu golongan sunni dan syiah. Sunni meyakini bahwa sepeninggal nabi, pemimpin ummat cukup dipilih melalui ihktiar ummat sendiri. Ummat berkumpul, bermusyawarah dan bermufakat menentukan pemimpin baru. Sedang syiah meyakini bahwa Islam adalah jamaah ilahiah dan hanya bisa dipimpin oleh manusia pilihan Allah langsung karena yang tahu kualitas ruhani hanyalah Allah. Syiah meyakini Sang Imam pun telah terpilih melalui penunjukan langsung Nabi Muhammad saw sebagai wakil Allah di Bumi yaitu ketika pidato haji wada'.

Sunni menganulirnya, atau tidak menafsirkan pidato itu sedemikian, lalu melangsungkan demokrasi ala Arab untuk memilih pemimpin baru. Syiah pun tetap berlanjut dengan keyakinannya tentang imam pilihan Tuhan dan sebagaimana pemimpin ruhani sebelumnya, imam tidak butuh pengakuan ummat karena ia melampaui urusan kekhalifahan atau administrasi duniawi apapun.

Sistem baiat yang lalu memunculkan kholifah adalah demokrasi ala Arab itu. Disebut demokrasi karena pemimpinnya dipilih dengan pemberian "suara". Pemerintahan dari rakyat, untuk rakyat, hanya saja "oleh rakyat"-nya dimodifkasi menjadi "oleh kholifah". Kalau tidak mau disebut demokrasi versi Arab, entah bagaimana menyebutnya.

Berdirinya suatu otoritas pasti didasarkan karena suatu mandat atau amanah. Pemerintahan Islam yang sejati tidak demokratis karena tidak membutuhkan mandat dari ummat. Di masa Nabi, baiat ditawarkan Nabi pada ummatnya karena beliau memegang mandat berupa wahyu. Tawaran itu pun bersifat suka rela karena kedaulatan ummat dihormati. Tidak ada paksaan dalam agama. Entah kenapa sepeninggalnya kemudian dikembangkan menjadi bersifat hegemonial karena yang menolak berbaiat akan dikejar-kejar dengan ancaman pedang.

Jadi, kalau baiat disebut bukan versi lain demokrasi, disebut versi Islam pun belum cukup valid karena syarat vital berupa wahyu tidak terpenuhi.Setidaknya ada tiga sistem pemerintahan di dunia yaitu:

1.   Pemerintahan ilahiah: cirinya adalah adanya seorang pemimpin yang mengabarkan tentang mandat dari Tuhan yang diperolehnya lalu mengajak orang-orang masuk dalam kepemimpinannya secara suka rela. Pemimpin ini tidak membutuhkan pengakuan dari rakyatnya.

2.   Pemerintahan kerajaan: cirinya adalah adanya seorang yang memaksakan hegemoninya secara fisik/militer maupun spiritual untuk diakui menjadi pemimpin. Rakyat jadi hak milik hasil taklukan.

3.   Pemerintahan demokrasi: cirinya pemimpin dipilih melalui musyawarah rakyat karena setiap rakyat diakui hak urun rembugnya.

Dalam hal mengharamkan demokrasi, ternyata orang-orang sesat syiah telah merintisnya sejak zaman pancaroba Islam dan sebagaimana para penentang demokrasi hingga kini, nasibnya pasti jadi incaran para bandit peradaban. Tapi kini komunitas syiah Iran menjadi para pelaku demokrasi dengan berdirinya Republik Iran karena mereka yakin pemimpin ruhani zaman kini yaitu Imam ke-12 masih dalam masa kegaiban besar hingga urusan-urusan sosial perlu dimusyawarahkan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun