Mohon tunggu...
Dian Aditi Iswara
Dian Aditi Iswara Mohon Tunggu... wiraswasta -

Seorang penjelajah, pendidik, pengamat, perenung. Melihat kehidupan sebagai sebuah sekolah dengan fasilitas lengkap untuk belajar dan bermain.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Menikah!

26 November 2013   11:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:40 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jangan menikah jika Anda panik karena umur.

Jangan menikah jika Anda hanya ingin punya anak.

Jangan menikah karena tekanan orangtua dan sekeliling Anda.

Jangan menikah hanya karena Anda merasa sudah lelah berpacaran.

(Sangat) jangan menikah karena iri terhadap orang lain.

Terutama, jangan menikah jika Anda merasa dengan menikah, beberapa masalah Anda akan terpecahkan.

Inilah sharing orang-orang yang berada dalam pernikahan "non-impian" karena mereka melompat ke dalam laut pernikahan tanpa kemampuan berenang dan menyelam yang benar.

"Saya lelah berpacaran setelah pertunangan terakhir saya kandas. Jadi ketika ada wanita yang menyukai saya, dan saya lihat orangnya baik dan tidak macam-macam, saya tidak berpikir panjang. Kami berpacaran jarak jauh selama setahun, lalu langsung menikah. Ternyata, kami banyak ketidak cocokan yang sangat mendasar, saya tidak bisa masuk ke dalam keluarga besarnya, dia juga tidak cocok dengan keluarga saya, dan berkali-kali kami berusaha untuk memperbaiki pernikahan kami, tetapi bukannya semakin dekat, kami malah semakin menjauh. Akhirnya kami memutuskan untuk berpisah agar anak kami tidak 'belajar' bahwa pernikahan adalah sesuatu yang tidak mengenakkan."(Pria, 34, menikah 4 tahun, dalam proses cerai)

"Saat itu saya berpikir, 'jika tidak menikah dengan pacar saya, saya mau menikah dengan siapa?' Ternyata setelah menikah, saya baru menyadari bahwa saya kurang mengenal pasangan saya. Dia memiliki emosi yang sangat tidak stabil, seringkali menyakiti saya dan anak kami. Saya mencoba bertahan demi anak, tetapi akhirnya setelah anak sulung kami (7 tahun) mulai terlihat terluka secara batin (ia membawa gunting setiap tidur, katanya agar jika ayahnya datang mau menyakiti, dia punya senjata), saya memutuskan untuk berpisah." (Wanita, 36, menikah 9 tahun, cerai dan sudah menikah kembali dengan orang lain dengan alasan yang tepat)

"Saya menikah karena sudah terlalu lama berpacaran (8 tahun). Ketika masuk ke dalam keluarga pasangan saya, ternyata keluarganya sangat membenci saya. Sebagai yang muda, saya berusaha bersabar dan menerima keadaan. Beberapa kali saya memiliki pikiran untuk bunuh diri karena saya juga tidak mau cerai dan membuat malu keluarga saya. Untunglah akhirnya lahir anak kami. Dialah satu-satunya alasan saya hidup sekarang." (Wanita, 30, menikah 5 tahun, masih dalam pernikahan dan berusaha hidup bahagia demi anaknya)

Cerita-cerita di atas adalah pelajaran berharga bagi kita semua untuk meningkatkan taraf hidup pernikahan. Seorang bijak pernah berkata,

"Anda bisa menikah pada usia berapa pun, tetapi masa muda tidak akan pernah Anda dapatkan kembali."


Jangan menikah karena:


  • Umur: Anda bisa menikah pada usia berapa pun, tetapi Anda tidak akan bisa mengembalikan masa muda Anda.
  • Ingin punya anak: Anda bisa punya anak tanpa menikah -- adopsilah jika memang impian utama Anda adalah membesarkan anak dan bukannya menjalani hidup Anda hingga akhir bersama dengan orang yang ingin Anda bagi komitmen bersama.
  • Desakan orangtua: karena Anda yang akan menjalani kehidupan pernikahan Anda, bukan orangtua Anda.
  • Lelah berpacaran: pernikahan bukanlah solusi. Pernikahan adalah bentuk berbeda dari sebuah komitmen hidup, yang membutuhkan kesiapan diri secara penuh.


Menikahlah jika Anda memiliki alasan yang tepat untuk menikah: sudah siap untuk memikul tanggung jawab memiliki keluarga sendiri, baik secara mental, keuangan, dan kematangan hubungan dengan pasangan; sudah siap untuk menjadi bagian dari keluarga besar pasangan Anda; siap menerima pasangan Anda (dan keluarga besarnya) apa adanya; dan siap berkompromi, yang seringkali berarti melepaskan ego Anda.

Anggaplah pernikahan sebagai sebuah lautan lepas. Jika Anda tidak mempersiapkan diri Anda dengan benar sebelum terjun ke dalam lautan tersebut, Anda bisa tenggelam. Tetapi jika Anda siap terjun dengan "perangkat" yang benar, maka Anda akan melihat keindahan alam persembahan Tuhan YME dan tak berhenti mensyukurinya. Yang diperlukan dari Anda adalah kesiapan sebelum terjun, dan rasa tanggung jawab untuk dapat menjaga "keindahan" yang ada.

Jika Anda sudah berada di dalam pernikahan dan "hampir tenggelam," ingatlah bahwa pernikahan bukanlah tentang Anda -- tidak pernah sekalipun pernikahan adalah tentang Anda. Pernikahan selalu tentang mengutamakan kepentingan orang lain di atas kepentingan diri sendiri. Orang lain itu bisa saja pasangan Anda, anak Anda, keluarga Anda, atau keluarga pasangan Anda. Cobalah untuk bekerja sama dengan pasangan Anda agar dapat bertahan hidup. Jangan takut atau malu untuk meminta bantuan orang lain (misalnya, konseling), karena percayalah, ada keindahan dalam pernikahan yang dapat Anda nikmati jika Anda akhirnya mendapatkan perangkat-perangkat yang benar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun