Mohon tunggu...
Gokma Sihombing
Gokma Sihombing Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca buku, bermain bulutangkis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Interpretasi Dogma HKBP terhadap Kesetiaan Suami dan Istri dalam Keluarga: Antara Kepentingan Diri dan Kepentingan Hati

29 Oktober 2023   15:50 Diperbarui: 29 Oktober 2023   15:56 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

KESETIAAN SUAMI DAN ISTRI DALAM KELUARGA: ANTARA KEPENTINGAN DIRI DAN KEPENTINGAN HATI 

Suatu Tinjauan Etis -- Dogmatis Terhadap Agenda HKBP

 Gokma Michael Dohan Sihombing

Absract

God is the initiator of the relationship between man and woman. So the church concluded that God approved marriage. Husband and wife in a family will always face life dynamics which at any time can lead to separation. However, God has consecrated marriage as a divine work that cannot be separated by humans. Thus, only death is a perfect farewell.

 

A. Pendahuluan

Sejatinya memang ada faktor-faktor yang memengaruhi kesetiaan katakanlah seperti KdRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga), playing victim, dsb. Tentu jika sudah terjadi KdRT akan sangat memengaruhi kadar cinta, sebab cinta yang benar adalah cinta yang selalu membangun, menggerakkan persatuan. Dugaan sementara adalah cinta yang tidak lagi hidup sepenuhnya dalam kerangka sebuah keluarga. Dan dengan demikian akan mulai menurunkan kualitas kesetiaan, dan disinilah banyak terjadi perceraian yang tentu akan berimbas kepada anak-anaknya meskipun satu di antara keduanya mengajukan hak asuh, sebab anak yang satu tidak akan memiliki sosok ayah atau yang satu tidak memiliki sosok ibu kendati yang bersangkutan akan menikah kembali tentu ada kajian yang lebih lanjut. Kepentingan diri sudah menjadi bagian dari dunia modern dengan banyaknya godaan yang membuat terlena sehingga lupa akan tanggungjawab yang sudah diikrarkan dihadapan Tuhan. Tentu jika sudah berkhianat terhadap tanggungjawab demi kepentingan diri, akankah menghormati keluarga jika ikrar kepada Tuhan sudah dihiraukan seolah lupa bahwa pernah melaksanakan pernikahan? Tulisan ini akan menjawab konsepsi-konsepsi demikian selaras dengan tinjauan biblis yang kuat.

Begitu banyak lagi persoalan dalam keluarga yang menyangkut kepada kepentingan diri dan kemudian kepentingan diri ini sudah tentu adalah dominan akan mendegradasi kesatuan keluarga itu katakanlah seperti perselingkuhan yang barang tentu akan membuat degradasi yang mendalam bagi keluarga itu dan bukan hanya hubungan pernikahan yang akan menjadi persoalan, namun tentang kondisi anak yang akan berpengaruh terhadap psikologinya bahkan semangat menjalani hidup, dan banyak lagi dampak yang akan ditimbulkan. Sehingga dalam penelitian ini akan mengulas dogma HKBP tentang pernikahan yang diperhadapkan kepada kesetiaan orangtua dalam keluarga berangkat dari dogma HKBP tentang pernikahan apakah lebih baik untuk mengedepankan kepentingan diri yang akan merusak kesatuan keluarga atau mendahulukan eksistensi dogma pernikahan itu yang pernah dilangsungkan di dalam gereja.

B. Isi

- Etika Kristen dalam Pernikahan

Dalam pernikahan sejalan dengan HKBP atau bahkan denominasi lainnya sama halnya yakni pernikahan disatukan Allah dan tidak boleh diceraikan oleh manusia. Perceraian yang sah hanya oleh kematian. Jika diandaikan ada perselingkuhan yang dimana akan melibatkan orang ketiga tentu muncul banyak spekulasi baik itu tidak ada kenyamanan dalam rumah tangga atau memang hasrat yang dimiliki pasangan yang bersangkutan ingin memiliki lebih dari satu maka bukanlah perceraian ujungnya. Secara etis perceraian akan salah apapun alasannya, karena ada tawaran yang diberikan yakni kematian sebagai pemisah yang sah dan diakui secara alkitabiah, tidak ada hal lain diluar itu. Ada saran yang mengatakan sebaiknya melakukan mediasi melihat kembali apa yang bisa diperjuangkan daripada hubungan mereka bahwa ada hal dogmatis dalam pernikahan mereka yakni Tuhan yang menjadi saksi dalam janji pernikahan itu. Itu adalah pegangan kuat dalam meyakinkan awam bahwa perceraian dengan alasan apapun kecuali kematian adalah salah. Tidak ada celah teleologis disana bahwa bisa bercerai dengan cara pengadilan misalnya, yang pasti hanyalah kematian, diluar itu adalah perzinahan. Kesetian akan selalu menjadi tuntutan sepanjang masa, tidak akan pernah surut sebab itu adalah harga mati. [3]

- Interpretasi Agenda HKBP terhadap Pernikahan

Agenda HKBP berisikan tata peribadahan dalam gereja HKBP secara umum, dan diakui secara dogmatis berdasarkan kajian-kajian yang dinaungi oleh Komisi Teologi HKBP.

Dalam Agenda HKBP di bagian VII tentang Pernikahan (Tata Liturgi) dijelaskan demikian:

Antong tangihon hamu ma jolo Hata ni Debata taringot tu ruhut ni pardongansaripeon ni halak Kristen. Jadi ditompa Debata ma jolma i tumiru rupaNa, rupana ditiruanhon Debata laho manompa ibana, baoa dohot boruboru nasida ditompa. Dung ditompa Debata jolma i, didok Ibana ma: Ndang denggan sasada baoa i punjung, Hubahen ma di ibana sada boruboru pangurupi di ibana bahen angkupna. Ala ni i tadinghonon ni baoa do amana do dohot inana, patophon dirina tu niolina. Antong na pinadomu ni Debata ndang jadi be sirangon ni jolma.

Bila ditelisik dari sudut dogmatis maka penegasannya adalah bahwa perempuan adalah seorang penolong bagi laki-laki dalam sebuah konteks keluarga. Sehingga untuk membangun pernikahan yang utuh maka HKBP melihat perempuan sebagai penolong bagi laki-laki seumur hidupnya. Dan yang menginisiasi posisi perempuan adalah Allah sendiri bahwa Allah melihat kesendirian itu tidak baik sehingga harus ada pendamping. Dan HKBP menegaskan bahwa dalam hubungan keduanya adalah atas izin Allah sehingga yang disatukan Allah tidak dapat diceraikan manusia. Maut lah pemisah yang sah. Percekcokan yang terjadi dalam sebuah rumah tangga yang rentan menghantarkan kepada perceraian sejatinya adalah tindakan yang salah karena sekalipun keduanya berselisih tetap harus diingat bahwa hubungan mereka atas izin dan restu Allah dan apa yang disatukan Allah (dalam hal ini adalah rentetan liturgi) hanya akan diceraikan oleh kematian.

Kemudian dalam bagian janji pernikahan akan mendapat penegasan yang lebih terang menyangkut pernikahan dalam kesetiaan.

Olo do ho manghaholongi ibana sian nasa roham dohot mangulahon sian nasa gogom, huhut marparangehon parange na badia rap dohot ibana; na olo do ho manganjuanju dohot hagaleonna, tung sura humurang parangena, jala na so tupa paulahonmu manang tadinghononmu ibana paima disirang hamatean hamu sogot?

Pertanyaan tersebut diajukan kepada mempelai laki-laki bahwa ia harus hidup kudus dengan pasangannya, dan senantiasa hidup saling pengertian terhadap pasangannya sekalipun begitu banyak kekurangannya dan tidak akan meninggalkan pasangannya sampai kematian yang akan memisahkannya. Dalam hal ini maka mendapat penekanan bahwa persoalan memang akan ada, pertikaian akan terjadi, tetapi kesetiaan harus senantiasa bekerja, tidak akan pernah selesai, akan menjadi pekerjaan abadi.

Kemudian ada pertanyaan juga diajukan kepada mempelai perempuan:

Olo do ho manghaholongi ibana sian nasa roham dohot marpangalaho na ture maradophon ibana dohot marparangehon parange na badia, paboa halak Kristen ho; jala na so tupa mahilolong ho manang tadinghononmu ibana, paima disirang hamatean hamu sogot?

Ini adalah pertanyaan yang diajukan kepada mempelai wanita bahwa ia juga harus berkelakukan sebagaimana tuntutan Kristen yang alkitabiah dan tidak akan meninggalkan pasangannya sampai kematian yang memisahkannya. Sama halnya bahwa penegasannya adalah tidak ada alasan untuk bercerai selain kematian. Betapa banyak pun pergumulan baik itu yang bersifat ekstern atau intern harus dianggap sebagai suatu proyeksi kedagingan bahwa manusia tidak akan lepas dari penderitaan dan persoalan hidup, semua tergantung bagaimana merespons masalah dan di sanalah posisi Tuhan harus diakui bahwa didalam kesetiaanNya tidak akan meninggalkan umatNya. Begitu pula dengan pernikahan bahwa tidak ada jaminan tidak akan ada persoalan, namun yang pasti adalah tidak ada jaminan bahwa kesetiaan harus tidak dikerjakan. Kesetiaan harus eksis sebagai pekerjaan abadi secara khusus dalam pernikahan.

C. Kesimpulan

Pernikahan dikonsekrasi oleh Allah sekaligus sebagai saksi yang Ilahi. Allah menginisiasi agar manusia itu memiliki seorang penolong yang sepadan yakni perempuan. Sehingga dalilnya adalah penciptaan bahwa Allah menyetujui pernikahan. Dengan demikian apa yang telah disatukan dalam cakupan Ilahi tidak pantas dan tidak layak dicampur tangani manusia. Kematian adalah perpisahan yang sempurna. Oleh sebab itu perceraian akan selalu bertentangan dengan ajaran gereja yang dirumuskan dalam dokumen-dokumen teologinya. Sehingga bagaimana pun dinamika yang dihadapi keluarga bukan perceraian sebagai jalan akhir yang harus ditempuh, dan bagaimana pun jika harus bercerai maka secara tidak langsung melakukan perlawanan terhadap Tuhan. Oleh sebab itu, kesetiaan akan menjadi pekerjaan yang abadi sampai kepada parousia Kristus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun