Ini adalah pertanyaan yang diajukan kepada mempelai wanita bahwa ia juga harus berkelakukan sebagaimana tuntutan Kristen yang alkitabiah dan tidak akan meninggalkan pasangannya sampai kematian yang memisahkannya. Sama halnya bahwa penegasannya adalah tidak ada alasan untuk bercerai selain kematian. Betapa banyak pun pergumulan baik itu yang bersifat ekstern atau intern harus dianggap sebagai suatu proyeksi kedagingan bahwa manusia tidak akan lepas dari penderitaan dan persoalan hidup, semua tergantung bagaimana merespons masalah dan di sanalah posisi Tuhan harus diakui bahwa didalam kesetiaanNya tidak akan meninggalkan umatNya. Begitu pula dengan pernikahan bahwa tidak ada jaminan tidak akan ada persoalan, namun yang pasti adalah tidak ada jaminan bahwa kesetiaan harus tidak dikerjakan. Kesetiaan harus eksis sebagai pekerjaan abadi secara khusus dalam pernikahan.
C. Kesimpulan
Pernikahan dikonsekrasi oleh Allah sekaligus sebagai saksi yang Ilahi. Allah menginisiasi agar manusia itu memiliki seorang penolong yang sepadan yakni perempuan. Sehingga dalilnya adalah penciptaan bahwa Allah menyetujui pernikahan. Dengan demikian apa yang telah disatukan dalam cakupan Ilahi tidak pantas dan tidak layak dicampur tangani manusia. Kematian adalah perpisahan yang sempurna. Oleh sebab itu perceraian akan selalu bertentangan dengan ajaran gereja yang dirumuskan dalam dokumen-dokumen teologinya. Sehingga bagaimana pun dinamika yang dihadapi keluarga bukan perceraian sebagai jalan akhir yang harus ditempuh, dan bagaimana pun jika harus bercerai maka secara tidak langsung melakukan perlawanan terhadap Tuhan. Oleh sebab itu, kesetiaan akan menjadi pekerjaan yang abadi sampai kepada parousia Kristus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H